Jelang Pilkada Aceh

Komisi I DPRA Sorot Netralitas KIP

“Anggota DPR RI nanti adalah menyurati DKPP. KIP Aceh harus dibekukan. Publik sudah tidak percaya lagi dengan netralitas KIP Aceh.” Samsul Bahri

Editor: mufti
SERAMBI/BUDI FATRIA
Samsul Bahri, Wakil Ketua Komisi I DPRA  

“Anggota DPR RI nanti adalah menyurati DKPP. KIP Aceh harus dibekukan. Publik sudah tidak percaya lagi dengan netralitas KIP Aceh.” Samsul Bahri, Wakil Ketua Komisi I DPRA 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Wakil Ketua Komisi I DPRA, Samsul Bahri Ben Amiren alias Tiyong mengaku tak habis pikir dengan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh. Ia menilai, KIP tidak netral dalam menyelenggarakan Pilkada Aceh tahun 2024.

"Pekerjaan pertama saya setelah dilantik menjadi anggota DPR RI nanti adalah menyurati DKPP. KIP Aceh harus dibekukan. Publik sudah tidak percaya lagi dengan netralitas KIP Aceh," kata Tiyong kepada Serambi, kemarin. 

Sorotan ini terkait sikap KIP Aceh yang terlalu nekat melanggar aturan yang sudah dibuat tentang tahapan-tahapan Pilkada. Aturan dimaksud adalah Qanun Pilkada Nomor 7 Tahun 2024.

Anehnya lagi, KIP beralasan tidak tahu tentang qanun tersebut. Padahal sambung Tiyong, KIP merupakan pihak yang terlibat dalam pembahasan Qanun Pikada dimaksud.

"Kesal sekali saya. Semua masyarakat Aceh juga kesal dengan sikap KIP Aceh yang seperti itu," katanya kepada Serambi, kemarin. "Kenapa mereka nekat sekali? Apa yang membuat mereka berani senekat dan sevulgar itu?" cecar Tiyong.

Seperti diketahui, pada Minggu (22/9/2024), KIP Aceh awalnya mengeluarkan keputusan TMS (Tidak Memenuhi Syarat) kepada bakal pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Aceh, Bustami Hamzah-M Fadhil Rahmi.

Alasannya, karena Om Bus dan Syech Fadhil tidak menandatangani dokumen kesepakatan menjalankan MoU Helsinki dan UUPA di depan lembaga DPRA sebagaimana bunyi Qanun Nomor 12 Tahun 2016. 

Tak sampai sehari, tiba-tiba keluar surat dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Keputusan KIP seketika berubah dan menyatakan bahwa pasangan Om Bus-Syech Fadhil telah memenuhi syarat.

Dalam konferensi pers pada Minggu (22/9/2024) malam, Ketua KIP Aceh, Saiful menjelaskan, dalam melaksanakan tahapan Pilkada, pihaknya mengacu pada Qanun Nomor 12 Tahun 2016. 

Pihaknya baru menyadari adanya perubahan dalam ketentuan terbaru (Qanun Nomor 7 Tahun 2024) yang membolehkan surat pernyataan kesediaan menjalankan MoU Helsinki dan UUPA tanpa harus di depan DPRA.

Menurut Tiyong, penjelasan KIP Aceh itu benar-benar tak masuk akal. Menurutnya, penyataan Saiful Cs mengisyaratkan bahwa dia tidak mengetahui adanya Qanun Pilkada terbaru, yakni Qanun Nomor 7 Tahun 2024.

"Tidak ada alasan mereka tidak tahu. Saat penyusunan qanun itu, pihak-pihak terkait kita libatkan, terutama KIP Aceh," kata Tiyong yang juga anggota DPR RI terpilih dari Partai Golkar ini.

"Saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) mereka juga kita undang, karena mereka kan penyelenggara," tambah Wakil Ketua Komisi I DPRA ini.

Apalagi, sambung Tiyong, pada tanggal 11 September 2024, Biro Hukum Pemerintah Aceh ada menyurati KIP Aceh, melaporkan bahwa Qanun Nomor 12 Tahun 2016 sudah diubah dengan Qanun Nomor 7 Tahun 2024. "Ini yang perlu kita pertanyakan, kenapa KIP terlalu nekat melanggar aturan yang sudah dibuat," tegasnya.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved