Opini

Ritual Kenduri Maulid di Aceh

Ritual merayakan kelahiran Nabi Muhammad dinamakan khanduri mò´lôt adalah suatu pembaharuan dalam Islam.

Editor: mufti
IST
Prof Dr Phil Abdul Manan SAg MSc MA, Guru Besar Antropologi pada Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh 

Dalam setiap kenduri maulid, idealnya seluruh desa berpartisipasi di fase ritual tersebut. Dalam hal ini, banyaknya makanan yang ditampilkan merupakan bukti keberhasilan dan sukacita yang dihasilkan. Pembacaan zikir maulid (dikè mò´lôt) dihadirkan; yang terdiri atas permohonan kepada Allah untuk memberikan kemuliaan paling tinggi kepada Nabi Muhammad saw, kepada leluhurnya, keturunannya, para sahabatnya, pengikutnya, partisipan dan kepada seluruh Muslim.  

Dikè mò´lôt dibacakan karena orang-orang percaya bahwa ruh Nabi dan sahabatnya hadir bersama mereka. Pembacaan dikè mò´lôt dianggap sama dengan berdoa untuk kesejahteraan Nabi Muhammad supaya mendapatkan ‘bantuan’ (syeufeu’at) darinya sebagai balasan di hari akhirat.

Untuk alasan ini, banyak penduduk bersedia untuk berutang agar bisa bergabung untuk kenduri bersama dan pada saat yang sama merayakan kelahiran Nabi karena tarafan sosial selalu tertanam dalam bingkai kosmologis yang lebih luas. Meskipun demikian, beberapa modernis menemukan bahwa pemasukan makan apa saja dalam kesempatan ini, menjadi pertanda berbahaya karena mereka melihat acara keagamaan sebagai ketertarikan pribadi pada transaksi spiritual. Ketika dalam faktanya mereka harus mengutamakan tindakan ketaatan kepada Allah.

Dalam melakukan ritual ini, niat berbeda dari para pelaku akan memiliki nilai berbeda. Kenduri Maulid pada tingkat keluarga dan tingkat desa bukan hanya dianggap sebagai peringatan yang dirayakan, tetapi juga sebagai bagian dari beberapa pertukaran hubungan dan warga desa memiliki penilaian yang berbeda terhadap berbagai bagian ritual tersebut. Penilaian ini berkisar dari pemahaman tindakan mereka sebagai doa kepada Allah, untuk menghasilkan kebaikan/pahala untuk ruh anggota keluarga yang telah meninggal dengan membawa kenduri ke masjid, “membiarkan malaikat untuk menikmati makanan yang diberikan pada kesempatan ini”.

Namun demikian, sejumlah modernis keberatan dengan interpretasi-interpretasi ini sebagaimana mereka keberatan menginterpretasikan maulid sebagai kenduri, dan dalam ceramah yang bersifat mendidik mereka mengekspresikan ketidaksukaan terhadap pembagian dan konsumsi makanan dalam ritual tersebut.

Dalam pandangan mereka, hari-hari suci Muslim yang utamanya adalah untuk mengingat dan merayakan peristiwa dalam sejarah Islam, sesuai dengan contoh sejarah yang ditetapkan oleh Nabi dan pembuktian ketaatan kepada Allah melalui shalat, puasa, dan berkurban.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved