Kupi Bengoh

Sehati Memberantas Rabies

Di Aceh, kecuali Sabang dan Simeulue serta pulau-pulau sebelah barat Aceh yang secara historis adalah wilayah bebas rabies, daerah lainnya merupakan

Editor: Yeni Hardika
FOR SERAMBINEWS.COM
Azhar Abdullah Panton, dokter hewan dan pemerhati masalah kesehatan masyarakat. 

Oleh : Azhar Abdullah Panton *)

Setiap 28 September, masyarakat dunia memperingati Hari Rabies Sedunia (World Rabies Day/WRD).

Tahun ini adalah tahun ke-18 peringatan WRD sejak pertama kali dicanangkan oleh Alliance for Rabies Control dan Centers for Disease Control and Prevention pada tahun 2007.

Peringatan WRD adalah bentuk penghormatan terhadap Louis Pasteur, ahli kimia dan mikrobiologi asal Perancis yang mengembangkan vaksin rabies.

Ilmuwan kelahiran 27 Desember 1822 itu menghembuskan nafas terakhir pada 28 September 1895.

Di Indonesia WRD untuk pertamakalinya diperingati 4 November 2009 di Tabanan, Bali.

WRD bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya rabies secara global, mendidik masyarakat agar dapat mengendalikan dan mencegah rabies, serta mengerahkan dan mengkoordinir sumber daya untuk mencegah penyebaran rabies pada manusia maupun hewan.

Tahun ini WRD mengusung tema ‘Breaking Rabies Boundaries’ atau ‘Mendobrak Batasan Rabies’.

Tema ini mengajak kita semua untuk aktif dalam mengatasi batasan-batasan yang menghambat kemajuan dalam upaya pengendalian rabies.

Batasan tersebut diantaranya: melanggar silo penyakit, kurangnya kolaborasi One Health, kerjasama yang tidak memadai, kurangnya inovasi, program dalam skala kecil, dan rendahnya kesadaran bersama.

Lebih dari 60 ribu orang di dunia meninggal setiap tahunnya akibat rabies atau penyakit anjing gila ini.

Baca juga: Cegah Rabies, Dinas Pertanian Sabang Gandeng Perbakin untuk Tembak Anjing Liar, Ini Jadwal & Imbauan

Empat puluh persen diantaranya adalah anak-anak berumur dibawah 15 tahun. Rata-rata satu orang meninggal tiap sepuluh menit, terutama di Asia dan Afrika.

Kasus positif rabies selalu dipastikan berakhir dengan kematian. Karenanya rabies yang tergolong penyakit neglected (terabaikan) yang banyak memakan korban ini, menjadi salah satu penyakit yang paling ditakuti pelancong ketika berkunjung ke suatu negara. 

Rabies yang telah ada sejak dulu kala dan tercatat dalam sejarah peradaban manusia sekitar 2.300 SM (sejak zaman Mesopotomia), kini telah menyerang banyak negara.

Penyakit ini ditemukan hampir di semua benua, kecuali Antartika.

Di Indonesia rabies pertama kali dilaporkan oleh JW Esser tahun 1884 di Jawa Barat pada seekor kerbau, kemudian Penning tahun 1889 pada anjing dan kejadian rabies pada manusia dilaporkan pertama kali oleh Eilerts de Haan pada tahun 1894 di Jawa Barat. 

Selanjutnya rabies menyebar ke beberapa wilayah lainnya. Pulau Sumatera, rabies bermula di Sumatera Barat (1953), Sumatera Utara (1956), Sumatera Selatan (1959), Lampung (1969), Aceh (1970), Jambi (1971), Bengkulu (1972), dan Riau (1975).  

Dari 38 provinsi, hanya 12 provinsi yang dinyatakan bebas rabies yaitu: DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Papua, Papua Barat, Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Barat Daya, dan dua provinsi di Pulau Sumatera yaitu Bangka Belitung dan Kepulauan Riau.

Di Aceh, kecuali Sabang dan Simeulue serta pulau-pulau sebelah barat Aceh yang secara historis adalah wilayah bebas rabies, daerah lainnya merupakan daerah endemis rabies.

Intensitas kasus rabies di Aceh tergolong rendah, namun penyakit yang juga dikenal dengan nama Lyssa, hydrophobia, rage, dan tollwut ini ditemukan setiap tahun. 

Baca juga: Cegah Rabies, Dinas Peternakan Buka Gerai Vaksin Gratis, Layani 250 Kucing dan Anjing

Gigitan

Jika digigit Hewan Penular Rabies (HPR), umumnya anjing, kucing dan kera, virus yang ada di air liur hewan positif rabies diteruskan ke ujung saraf terluka melalui gigitan atau jilatan pada kulit yang terluka.

Melalui akson virus akan menuju ke susunan saraf pusat serta berkembang biak di sel-sel saraf terutama di hypocampus, sel-sel Purkinye dan kelenjar ludah.

Masa inkubasi bervariasi antara 4 hari hingga tahunan, biasanya 20-90 hari. 

Secara umum, cepat lambatnya masa inkubasi tergantung pada lokasi gigitan, jumlah virus, parah tidaknya luka, banyaknya saraf di sekitar gigitan dan jumlah luka gigitan.

Masa inkubasi pendek pada infeksi melalui kornea, inhalasi dan saat inkulasi virus hidup.

Untuk menghindari kematian perlu segera dilakukan dua tindakan pokok, yaitu penanganan luka gigitan dan pemberian vaksin.

Untuk mengurangi virus yang masuk melalui luka gigitan, segera cuci dengan air sabun atau detergen, seterusnya luka diobati dengan alkohol 70 persen atau larutan yang mengandung quartenary ammonium.

Selanjutnya segera ke Puskesmas untuk mendapatkan suntikan Vaksin Anti Rabies (VAR) atau kombinasi VAR dan Serum Anti Rabies (SAR). 

Pemberantasan

Pada daerah endemis rabies, pemberantasan dimulai dengan membatasi penyebaran penyakit dengan memutuskan rantai penularan.

Vaksinasi terhadap hewan rentan, eliminasi HPR tak bertuan, dan pengobatan serta pemberian VAR dan SAR terhadap penderita gigitan hewan tersangka rabies adalah hal utama dalam memberantas rabies. 

Disamping itu kesadaran dan kepedulian masyarakat juga sangat penting karena kehidupan HPR cukup dekat dengan kehidupan masyarakat.

Setiap warga bertanggung jawab terhadap kesehatan diri, keluarga dan tetangganya.

Dengan demikian dalam operasional di lapangan petugas terkait tidak lagi dikejar-kejar oleh warga bergolok karena anjingnya mati terkena peracunan massal. 

Selain itu pengawasan lalulintas HPR dari satu wilayah ke wilayah lainnya terutama wilayah-wilayah yang bebas rabies harus dilaksanakan secara ketat dibawah pengawasan instansi berwenang.

Sosialisasi melalui strategi Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) harus giat dilakukan, baik melalui media cetak maupun elektronik.

Masyarakat harus tahu dan mengerti kalau rabies adalah penyakit mematikan. 

Setiap kasus gigitan HPR harus segera dilaporkan ke instansi terkait untuk didata dan ditindaklanjuti.

Penderita harus secepatnya berobat ke Puskesmas atau Rumah Sakit. 

Baca juga: Bocah 9 Tahun di Mamasa Sulbar Meninggal Dunia Usai Digigit Anjing Rabies

Sedangkan hewan yang menggigit jangan dibunuh, tapi harus ditangkap untuk diobservasi oleh Dinas Peternakan atau instansi yang membidangi fungsi peternakan lainnya.

Kalau pun harus dibunuh jangan memukul bagian kepala guna menghindari kerusakan otak yang diperlukan untuk keperluan diagnosa. 

Landasan hukum pemberantasan rabies telah ada sejak zaman Belanda.

Ini ditandai dengan adanya Hondsdolheid Ordonantie (Stbl. 1926 No. 451 yo Stbl. 1926 No. 452) yang memuat peraturan tentang Rabies pada anjing, kucing dan kera.

Disamping itu ada juga SK Menteri Pertanian No. 363/Kpts/Um/1982 tentang Pedoman Khusus Pencegahan dan Pemberantasan Rabies.

Pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) harus menerbitkan  SK yang mengatur tatacara pemeliharaan HPR dan sanksi-sanksi bagi yang melanggarnya. 

Mengurus rabies tidak hanya urusan satu instansi saja, tapi lintas instansi.

Dalam hal ini telah dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri pada tahun 1978, yaitu: Menteri Kesehatan, Menteri Pertanian dan Menteri Dalam Negeri, tentang peningkatan pemberantasan dan penanggulangan rabies. 

Tanggung Jawab Bersama

Masalah kesehatan merupakan tanggung jawab bersama.

Keberhasilan suatu program sangat ditentukan oleh interaksi sinergis dan dinamis dari semua pemangku kepentingan. 

Tidak ada lagi sifat egosektoral dengan mencari kambing hitam.

Pengembangan sistem pencegahan dan penanganan penyakit-penyakit zoonosis (penyakit hewan yang dapat ditularkan ke manusia atau sebalaiknya) harus diarahkan pada konsep “one health” (satu kesehatan) yaitu sinergi penanganan penyakit hewan dan manusia.

Disamping pemerintah (lintas sektoral), legislatif, organisasi kemasyarakatan, LSM, organisasi profesi, masyarakat, dan pihak-pihaknya lainnya harus berusaha sungguh-sungguh dan bersatu padu dalam memberantas rabies di Indonesia. 

Mewujudkan Indonesia bebas rabies bukanlah pekerjaan mudah.

Dibutuhkan sarana dan prasarana yang cukup, SDM yang handal, kesadaran masyarakat yang tinggi dan dukungan anggaran yang memadai.

Semoga momen peringatan WRD dapat memperkuat komitmen bersama dalam memberantas rabies demi tercapainya cita-cita Indonesia Bebas Rabies 2030 yang juga sejalan dengan target global. Jadi harus sehati memberantas rabies.

*) PENULIS adalah Dokter hewan dan pemerhati masalah kesehatan masyarakat.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Artikel KUPI BEUNGOH lainnya baca DI SINI

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved