KUPI BEUNGOH

Mengurai Pengetahuan Ilmiah Sejati: Peran Struktur Revolusi Ilmiah Membedakan Fakta dan Misinformasi

Sebelum berbicara lebih jauh mengenai sains, berikut merupakan latar belakang mengapa sains itu hadir dalam kehidupan kita.

Editor: Firdha Ustin
FOR SERAMBINEWS.COM
Safrina (kiri) dan Ani Nurhayati, keduanya merupakan Mahasiswa S2 Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Indonesia. 

Oleh Ani Nurhayati  & Safrina *)

Istilah pengetahuan ilmiah (sains) sangat akrab di semua kalangan masyarakat.

Namun, ternyata dibalik istilah tersebut masih banyak yang belum memahami dengan yang sebenarnya, seperti halnya kebanyakan masyarakat memahami sains hanya sebatas ilmu pengetahuan alam seperti biologi, fisika, kimia, dan lain sebagainya.

Bagaimana dengan ilmu sosial, ekonomi, politik, hukum dan lain sebagainya.

Dikutip dari Oxford Dictionary, bahwa sains adalah pengetahuan tentang struktur dan kebiasaan dari alam dan dunia nyata berdasarkan fakta yang dapat dibuktikan dengan percobaan (eksperimen).  

Sebelum berbicara lebih jauh mengenai sains, berikut merupakan latar belakang mengapa sains itu hadir dalam kehidupan kita.

Bermula pada perdebatan publik di wilayah barat (Amerika) mengenai apakah kreasionisme (pandangan bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan) harus diajarkan bersama teori evolusi di sekolah-sekolah yang didanai pemerintah sebagai teori ilmiah alternatif yang dikenal dengan kasus McLean (perwakilan kelompok agama) versus Dewan Pendidikan Arkansas.

Solusi perdebatan tersebut diputuskan oleh seorang Hakim William Overton pada tahun 1982 yang menghasilkan bahwa kreasionisme bukanlah usulan pengetahuan ilmiah (sains) yang sebenarnya, dan karenanya tidak dilindungi hukum jika diajarkan di sekolah-sekolah yang didanai pemerintah.

Hakim Overton memberikan gambaran ringkas mengenai pengetahuan ilmiah yang sebenarnya (sejati) seperti teori evolusi dan pengetahuan ilmiah yang tidak sebenarnya (semu) seperti kreasionisme.

Dia menyebutkan bahwa terdapat lima syarat pengetahuan ilmiah sejati diantaranya, pengetahuan ilmiah dipandu oleh hukum alam, harus dapat dijelaskan dengan mengacu pada hukum alam, dapat diuji terhadap dunia empiris, kesimpulannya bersifat tentatif (sementara) dan dapat dipalsukan (falsifiable).

Menurut Hakim Overton bahwa maksud dari pengetahuan ilmiah dipandu oleh hukum alam berarti teori ilmiah harus berlandaskan pada hukum alam yang dapat diobservasi dan diuji.

Selain itu, pengetahuan ilmiah itu juga dapat dijelaskan dengan mengacu pada hukum alam yaitu teori ilmiah harus mampu menjelaskan fenomena dengan menggunakan hukum alam.

Kemudian, teori ilmiah harus dapat diuji dengan bukti empiris yang mendukung atau menentangnya.

Teori ilmiah ini juga bersifat sementara dan terbuka untuk direvisi (diperbaiki) berdasarkan bukti baru. Terakhir teori ilmiah harus dapat diuji dan mungkin terbukti salah.

Berdasarkan kasus di atas, diperoleh bahwa terdapat dua jenis pengetahuan ilmiah yaitu pengetahuan ilmiah sejati dan pengetahuan ilmiah semu.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved