Breaking News

Berita Bireuen

Meski Hadirkan Ulama, Upaya Damai Kasus Penganiayaan Buntu, Uang Kompensasi Dialih untuk Yatim

Akhirnya majelis hakim PN Bireuen meminta terdakwa segera melakukannya, dan kemudian memberitahukannya kepada Penuntut Umum supaya dapat mempertimbang

Penulis: Yusmandin Idris | Editor: Mursal Ismail
For Serambinews.com
ULAMA UNTUK PERDAMAIAN - Majelis hakim PN Bireuen, Rabu (12/2/2025), menghadirkan seorang ulama dalam salah satu sidang penganiayaan terhadap seorang anak untuk memberi nasihat agar perkara ini berakhir damai. 

Muchsin mengatakan kasus penganiayaan atau kekerasan terhadap anak itu terjadi di salah satu desa di Simpang Mamplam, Kabupaten Bireuen tahun 2024 dan sudah beberapa kali persidangan. 

Hari ini, Rabu (12/2/2025) agenda sidang mengupayakan perdamaian antara terdakwa berinisial Rs dengan keluarga korban.

Oleh karenaa itu majelis hakim diketuai Rangga Lukita Desnata SH MH dan hakim anggota Fuadi Primaharsa SH MH dan Rahmi Warni SH, menghadirkan Abi Sulaiman, untuk memberikan nasihat dalam sidang ini. 

Upaya perdamaian ini bertujuan menghilangkan dendam dan menyambung tali persaudaran antara kedua belah pihak yang terputus, serta memulihkan kehidupan sosial kemasyarakatan di gampong setempat. 

Langkah perdamaian sesuai dengan Perma Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif.

Baca juga: Sejumlah Personel 113/JS Dikerahkan untuk Jaga Perbatasan RI-PNG, Danbrigif 25/Siwah Beri Motivasi

Dalam sidang tersebut, kata Juru Bicara PN Bireuen, Abi Sulaiman memberikan nasihat kepada kedua belah pihak agar mengutamakan perdamaian dan meninggalkan permusuhan. 

Hal ini sebagaimana firman Allah di dalam Alquran dan Hadis. 

Abi Sulaiman bersedia memimpin langsung prosesi peusijuek sebagaimana lazimnya adat yang berlaku di Aceh.

Terdakwa menyatakan sangat ingin berdamai, bahkan bersedia memberikan kompensasi kepada korban Rp 10 juta  sebagai tanda pengakuan bersalah dan permintaan maafnya.

Keinginan terdakwa tersebut diterima oleh korban, namun ditolak oleh keluarganya. 

Keluarga korban  hanya bersedia berdamai apabila terdakwa membayar uang damai Rp 78 juta, sehingga perdamaian antara kedua belah pihak tidak dapat terwujud.

Baca juga: Mahasiswa KKN Unimal Buat Pupuk Organik dari Kulit Bawang untuk Pertanian Berkelanjutan

Majelis Hakim kemudian bertanya kepada terdakwa apakah bersedia mengalihkan uang kompensasi yang ditolak oleh keluarga korban tersebut dengan memberi makan anak-anak yatim dan santri-santri di dayah? 

Terdakwa menyatakan dirinya bersedia melakukannya dalam rangka menebus kesalahannya.

Terdakwa berjanji akan memotong 2 atau 3 kambing untuk membuat kuah beulangong atau kari kambing untuk memberi makan anak-anak yatim, para santri, jamaah shalat Jumat di gampong.

Akhirnya majelis hakim meminta terdakwa segera melakukannya, dan kemudian memberitahukannya kepada Penuntut Umum supaya dapat mempertimbanagkannya dalam tuntutan. 

Sebelum menutup persidangan, majelis hakim berharap di antara kedua belah pihak dapat tercapai perdamaian.

Majelis hakim juga berjanji akan mempertimbangkan secara adil dan berimbang atas segala usaha perdamaian dan permintaan maaf yang dilakukan terdakwa dengan keengganan keluarga korban untuk menerimanya. (*)

 

 

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved