Breaking News

Jurnalisme Warga

Ikhlas Hidup di Rantau, Puasa Tanpa Ditemani Ayah dan Bunda

Bunda terus merayu saya untuk tidak kuliah ke Lampung. Namun, karena sudah tekad, saya tetap bersikeras mempertahankannya.

Editor: mufti
IST
AULIA RIZQULLAH AZWIR,  Mahasiswa Semester II Prodi Pariwisata Institut Teknolgi Sumatera (Itera) Lampung, alumnus SMA Sukma Bangsa Bireuen, melaporkan dari  Lampung 

Nah, sekarang baru saya sadar ternyata capek juga mencuci, menyetrika, dan membersihkan kamar sendiri.

Apalagi harus menentukan dan membeli sendiri menu makan pagi, siang, dan malam Dulu, semua telah disediakan bunda. Saat Ramadhan tiba

Awal bulan Maret ini puasa Ramadhan pun tiba. Saya sahur pertama tanpa didampingi orang tua. Saya harus menjaga waktu agar tidak telat sahur. Biasanya bunda selalu membangunkan saya dan memasak makanan kesukaan sesuai pesanan. Namun sekarang, semuanya  berbeda jauh. Makanan dan minuman harus saya pesan sendiri.

Pada sahur pertama, saya makan ayam geprek, susu kotak, dan air mineral. Terasa sedih, tapi ini adalah pilihan hidup yang harus saya jalani demi masa depan yang lebih baik.

Buka puasa pertama juga sendiri, sama seperti waktu sahur. Sewaktu masih tinggal bersama ayah dan bunda waktu berbuka sangatlah terasa istimewa. Duduk di meja dengan menu kesukaan masing-masing. Ada makanan,  minuman, dan ada camilan. Uniknya, minuman untuk satu orang ada beberapa gelas dengan jenis yang berbeda. Ada air kelapa muda, ada air tebu, jus pepaya, dan timun serut. Semua tersedia.

Namun, di ratau hanya ada air teh dingin dan sebungkus nasi ayam, tanpa camilan dan duduk sendiri di kamar kos tanpa ada yang mendampingi. Tidak ada yang menawarkan makanan ini dan itu. Tanpa terasa kesedihan menyelimuti batin saya. Air bening itu menetes dengan sendirinya dari kedua pelupuk mata. Untung tidak ada orang yang melihatnya. Cepat-cepat saya usap dan bangkit dari tempat duduk untuk berwudu, kemudian shalat Magrib, lalu berdoa semoga perjuangan ini akan membuahkan hasil.

Kegiatan perkulihan saya tetap berjalan seperti biasa. Tidak ada libur awal Ramadhan seperti kampus-kampus di Aceh. Perkuliahan juga masuk seperti  biasa. Bedanya hanya pada mata kuliah olahraga, yakni dilaksanakan secara daring. Ini berdasarkan pengumuman  dari akademik di minggu pertama Ramadhan.

Hari Sabtu tidak ada perkuliahan, hanya ada   mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh dosen secara individu atau kelompok.

Karena padatnya jadwal perkulihan dan banyaknya kegiatan kampus di luar jam kuliah membuat saya tidak terlalu teringat ke kampung halaman.

Untuk melepas kerinduan sama bunda dan ayah pada malam hari saya menyempatkan  diri  vidio call  bersama mereka.  Walaupun jauh, bunda hampir setiap hari memantau kegiatan saya melaui WhatsApp. Maklum saat ini ayah dan bunda hanya tinggal berdua saja di Bireuen, sedangkan abang saya sudah sejak tahun 2017 merantau untuk kuliah di Institut Kesenian Jakarta dan saat ini sudah bekerja pada sebuah perusahaan editing film di Jakarta.

Saya ikhlas merantau meninggalkan ayah dan bunda. Pembelajaran yang paling berharga saat ini adalah saya mulai mampu mandiri, mengurus diri sendiri. Doakan semoga saya mampu meraih cita-cita dengan baik.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved