Berita Banda Aceh
Meugang Idulfitri Tanggal 29-30 Maret, Prediksi Sapi dan Kerbau yang Dipotong Se-Aceh 25.825 Ekor
Dengan demikian,'uroe makmeugang' (hari meugang) di Aceh berlangsung pada tanggal 29 dan 30 Maret 2025.
Penulis: Yarmen Dinamika | Editor: Amirullah
Sebetulnya, lanjut Zalsufran, selain sapi dan kerbau, sebagian masyarakat Aceh ada juga yang menyembelih kambing atau domba, bahkan ayam, saat 'meugang'.
Tahun ini, kata Zalsufran, jika ditotal seluruh jumlah ternak yang akan disembelih pada 'meugang' Idulfitri mencapai 1.788.606 ekor. Terdiri atas 18.149 ekor sapi, 7.676 ekor kerbau, 18.635 kambing/domba, dan 1.774.246 ayam. Namun, dalam tradisi 'meugang', daging yang paling digandrungi pembeli di Aceh adalah sapi, kemudian kerbau, menyusul kambing dan ayam.
Baca juga: Pemkab Aceh Timur Siapkan Rp43 Miliar untuk THR ASN dan DPRK
Utamakan potong di RPH
Zalsufran kembali mengingatkan bahwa hewan ternak, terutama sapi dan kerbau, haruslah disembelih di rumah potong hewan (RPH) untuk memastikan aspek kesehatan dan syariatnya. Sebab, semua ternak yang akan disembelih di RPH pastilah diperiksa kesehatannya guna mencegah zoonosis (penyakit hewan yang menular ke manusia) dan disembelih oleh tukang jagal profesional yang bersertifikat dari Majelis Permusyawaran Ulama (MPU) Aceh dan Disnak.
Namun, jika di kabupaten/kota tertentu belum punya RPH, maka potonglah ternak di tempat yang telah ditentukan oleh pemerintah setempat, sehingga kesehatannya tetap telah diperiksa oleh dokter hewan atau petugas yang ditunjuk oleh disnak setempat.
"Pokoknya, kita tetap ingin memastikan bahwa setiap ternak yang disembelih pada saat meugang nanti adalah ternak yang sehat dan penyembelihannya memenuhi syarat syar'i," demikian Zalsufran.
Ihwal tradisi meugang
Sementara itu, peneliti tradisi meugang di Aceh, Chairul Bariah SE, SH, MM dari Bireuen mengatakan, di wilayah Bireuen, khususnya di tempat kelahirannya, Matangglumpang Dua, hari meugang biasanya dilaksankan dua hari, yakni meugang kecil dan meugang besar. Orang Aceh menyebutnya 'meugang chet' dan 'meugang rayeuk'.
Menurut sejarahnya, lanjut Chairul Bariah, dari beberapa sumber referensi yang ia telaah, tradisi meugang ini awalnya lahir bersamaan dengan masuknya penyebaran agama Islam di Aceh, sekitar abad ke-14.
Pada masa Kerajaan Aceh Darussalam di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607-1636), meugang ini dilaksankan sebagai wujud rasa syukur atas datangnya bulan Ramadhan, dengan membagi-bagikan daging kepada rakyat.
Tradisi ini ternyata berlanjut sampai masuknya Belanda, kemudian Jepang, ke Aceh, hingga berlanjut sampai saat ini.
"Satu hal yang membuat setiap orang Aceh merindukan tradisi meugang adalah kebersamaan dan silaturrahmi dengan keluarga, kerabat, dan fakir miskin, anak yatim tanpa batas pangkat golongan dan ras," kata Chairul yang juga Wakil Rektor II Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (Uniki) Bireuen ini.
Ia tambahkan bahwa sudah menjadi tradisi pula bagi menantu laki-laki punya kewajiban yang tidak tertulis, yakni harus membelikan daging semampunya untuk mertua. Jika tidak, akan merasa malu dan seakan ada yang janggal.
"Apalagi bagi pengantin baru, biasanya harus membawa daging minimal 3 kg untuk mertua, walaupun tidak ada ketentuan, tetapi hal ini sudah menjadi tradisi yang dijalani oleh seorang pengantin pria di Aceh," kata Chairul.
Menurut Chairul, walaupun saat 'meugang' harga daging mahal, mencapai Rp160.000 sampai Rp190.000 per kilogram, bagi orang Aceh itu hal yang biasa karena dalam setahun hanya terjadi tiga kali lonjakan harga tersebut, yakni saat 'meugang' puasa, 'meugang' hari raya Idulftri, dan saat 'meugang' Iduladha.
"Mau tak mau daging harus dibeli karena sudah menjadi tradisi baik pada saat meugang menyambut Ramadhan atau nantinya saat menyambut Idulfitri dan Iduladha. Bagi yang tidak ada uang biasanya daging dibayar kemudian setelah ada uang. Ada juga yang bersedekah uang atau daging meugang untuk fakir miskin," demikian Chairul Bariah. (*)
Kepala ARC USK Paparkan Nilam Aceh dalam Konvensi Sains di ITB |
![]() |
---|
Kasus HIV/AIDS Ancam Generasi Muda Aceh, Devi Yunita Minta Pemerintah Bersikap |
![]() |
---|
Dewan Minta Disdikbud Banda Aceh Gandeng Kampus untuk Susun Roadmap Pendidikan Diniyah di SD dan SMP |
![]() |
---|
Semarak HUT Ke-80 RI, Tim Patroli Polda Aceh Pasang Bendera di Kendaraan Masyarakat |
![]() |
---|
Doto Popon Kembali Nahkodai Asklin Aceh, Siap Perkuat Sinergi Klinik dengan Pemerintah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.