KUPI BEUNGOH
Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Pasien HIV: Tantangan dan Solusi Menuju Perawatan yang Inklusif
Berdasarkan diskusi yang saya lakukan, ditemukan bahwa masih terdapat berbagai tantangan yang menghambat akses pasien HIV terhadap layanan kesehatan
Oleh: dr. Devrina Maris *)
PELAYANAN kesehatan yang berkualitas dan inklusif merupakan hak setiap warga negara, termasuk pasien dengan HIV positif.
Namun, berdasarkan diskusi yang saya lakukan, ditemukan bahwa masih terdapat berbagai tantangan yang menghambat akses pasien HIV terhadap layanan kesehatan yang layak.
Diskusi ini menyoroti pengalaman pasien HIV dalam memperoleh perawatan, dukungan, serta pengobatan, serta memberikan gambaran mengenai kondisi yang mereka hadapi di berbagai fasilitas kesehatan.
Hasil diskusi mengungkapkan bahwa masih terdapat ketimpangan dalam standar pelayanan kesehatan di layanan, baik Puskesmas maupun Rumah Sakit.
Beberapa fasilitas dinilai memiliki pelayanan yang baik dan ramah, sementara lainnya belum memberikan standar pelayanan yang sama.
Kesulitan dalam mengakses obat, stigma sosial, serta minimnya dukungan dari tenaga medis dan keluarga menjadi tantangan yang kerap dialami pasien HIV.
Baca juga: Mau Punya Kulit Awet Muda Diusia 40 Tahun? Ada Perawatan Khusus
Tantangan yang Dihadapi Pasien HIV
1. Akses Layanan Kesehatan yang Belum Merata
Tidak semua layanan PDP (perawatan, dukungan dan pengobatan) memberikan pelayanan yang optimal bagi pasien HIV.
Beberapa rumah sakit masih menghadapi kendala dalam memberikan perawatan yang ramah dan cepat.
Bahkan, ada yang menyebutkan sistem deposit yang menjadi beban tambahan (berdasarkan wawancara dari salah satu penderita).
2. Proses Pengambilan Obat yang Sulit
Waktu tunggu yang lama dan ketidaksesuaian jadwal kerja pasien dengan waktu operasional rumah sakit menjadi kendala utama.
Hal ini menyebabkan banyak pasien kesulitan mengakses pengobatan secara konsisten, yang dapat berdampak pada kesehatan mereka dalam jangka panjang.
3. Stigma dan Diskriminasi dalam Layanan Kesehatan
Beberapa pasien mengungkapkan bahwa mereka mengalami perlakuan diskriminatif dari tenaga medis, seperti sikap intimidatif dari dokter, ekspresi wajah yang menunjukkan ketidaksukaan, hingga pelanggaran privasi.
Baca juga: Seorang Pria di Aceh Tenggara Bacok IRT , Diduga Selisih Paham Atas Dugaan Pencurian di Kebun Karet
Diskriminasi ini semakin memperburuk kondisi psikologis pasien, membuat mereka merasa tidak nyaman dalam mendapatkan perawatan yang seharusnya menjadi hak mereka.
4. Ketakutan Mengungkapkan Status Kesehatan
Banyak pasien HIV yang belum berani membuka status kesehatannya kepada keluarga dan lingkungan sekitar. Mereka takut akan reaksi negatif dan pengucilan sosial.
Minimnya pemahaman masyarakat tentang penyakit ini menjadi salah satu faktor utama yang membuat pasien memilih untuk menyembunyikan kondisi mereka.
5. Kurangnya Dukungan Keluarga dan Lingkungan
Selain diskriminasi dari tenaga medis, pasien juga menghadapi tantangan dalam mendapatkan dukungan dari keluarga.
Beberapa pasien mengungkapkan bahwa keluarga mereka belum sepenuhnya memahami kondisi PDP dan cenderung menjauhi mereka karena ketidaktahuan akan cara penularan serta pengobatan yang tersedia.
Peran LSM dan Tenaga Kesehatan
Dalam menghadapi berbagai tantangan ini, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta tenaga kesehatan yang peduli memiliki peran penting dalam memberikan dukungan bagi pasien HIV.
Baca juga: Rabu dan Jumat Depan, Wings Air Kembali Layani Penerbangan dari Medan ke Nagan Raya dan Sebaliknya
Beberapa inisiatif yang telah dilakukan mencakup:
- Pendampingan selama proses konsultasi medis untuk memastikan pasien mendapatkan informasi yang jelas dan benar mengenai pengobatan mereka.
- Pemberian informasi mengenai hak-hak pasien HIV, sehingga mereka dapat menuntut layanan kesehatan yang lebih baik dan tidak diskriminatif.
- Mendukung pengambilan obat dan terapi secara rutin, memastikan pasien dapat terus menjalani pengobatan tanpa hambatan administratif atau finansial.
Namun, meskipun peran LSM sangat membantu, tetap diperlukan keterlibatan aktif dari pemerintah, rumah sakit, serta masyarakat luas untuk mengatasi permasalahan yang lebih besar, yaitu stigma sosial dan kurangnya kebijakan yang mendukung pelayanan kesehatan bagi pasien HIV.
Harapan dan Solusi untuk Masa Depan
Agar pasien PDP dapat memperoleh pelayanan yang lebih baik, diperlukan berbagai langkah konkret, antara lain:
1. Standarisasi Pelayanan Kesehatan bagi Pasien HIV
Setiap layanan harus memiliki standar pelayanan yang sama bagi pasien HIV. Pelayanan yang ramah, tidak diskriminatif, dan menghormati hak pasien harus menjadi prioritas dalam sistem kesehatan nasional.
Baca juga: Menteri Komdigi Meutya Hafid Ingin USK Cetak Talenta Digital, Rektor Siap Kolaborasi
2. Pelatihan Sensitivitas bagi Tenaga Medis
Pemerintah dan institusi kesehatan harus mengadakan pelatihan bagi tenaga medis agar lebih sensitif terhadap kondisi pasien HIV. Tidak hanya bagi petugas yang di tunjuk namun bagi petugas medis atau nakes secara umum.
Edukasi tentang pentingnya menjaga privasi dan bersikap profesional dalam memberikan layanan akan sangat membantu mengurangi stigma dalam dunia medis.
3. Peningkatan Akses terhadap Obat dan Pengobatan
Layanan PDP (perawatan, dukungan dan pengobatan) harus menyediakan sistem pengambilan obat yang lebih fleksibel, termasuk kemungkinan layanan antar atau sistem penjadwalan yang lebih menyesuaikan dengan kebutuhan pasien.
4. Edukasi Masyarakat untuk Mengurangi Stigma
Kampanye informasi mengenai HIV harus digencarkan di masyarakat.
Dengan meningkatnya pemahaman, masyarakat diharapkan dapat lebih menerima dan mendukung pasien HIV dalam menjalani kehidupan mereka tanpa ketakutan akan stigma sosial.
5. Kolaborasi antara Pemerintah, LSM, dan Komunitas
Pemerintah harus berkolaborasi dengan LSM dan komunitas untuk menciptakan kebijakan yang lebih inklusif bagi pasien HIV.
Baca juga: Unsyiah Gandeng Harbour Energy, Tingkatkan SDM Kesehatan Hulu Migas
Program edukasi, advokasi hak pasien, serta pemberian dukungan psikososial dapat menjadi langkah efektif dalam menciptakan lingkungan yang lebih ramah bagi mereka.
Kesimpulan
Peningkatan kualitas layanan kesehatan bagi pasien HIV bukan hanya tanggung jawab rumah sakit/ layanan PDP dan tenaga medis, tetapi juga menjadi tugas seluruh elemen masyarakat.
Pasien HIV harus mendapatkan hak yang sama dalam memperoleh perawatan medis tanpa diskriminasi atau stigma sosial.
Diskusi yang saya lakukan telah membuka mata kita tentang tantangan nyata yang dihadapi pasien HIV.
Kini, saatnya bagi kita semua untuk mengambil langkah konkret dalam menciptakan sistem kesehatan yang lebih inklusif.
Dengan edukasi, advokasi, serta kebijakan yang lebih baik, kita dapat memastikan bahwa setiap individu, tanpa terkecuali, mendapatkan layanan kesehatan yang layak dan manusiawi.(*)
Baca juga: Sopir Diduga Ngantuk, Truk Tabrak 2 Sepmor di Jeunieb, 1 Wanita Meninggal, 4 Luka Berat, 1 Bocah
*) PENULIS adalah Mahasiswa Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Syiah Kuala (USK).
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.