Kupi Beungoh
Mudik ala Pidie: Masa Pahit dan Momentum Perubahan Nasib Melalui Kabur Aja Dulu
Perantau dari berbagai daerah dan negara asal Pidie pulang kampung pada setiap momen puasa Ramadhan dan Idul Fitri
Oleh: Tarmizi A Hamid dan Hasan Basri M Nur*)
Menjelang hari raya Idul Fitri 1446 H/2025 M, fenomena mudik merajai pemberitaan berbagai media di Indonesia, termasuk Aceh.
Mudik diklaim merupakan kearifan lokal (local wisdom) Indonesia.
Penduduk Pidie dikenal gemar merantau sejak dahulu kala.
Merantau atau dalam bahasa lokal Pidie disebut jak u timu atau jak meudagang sudah menjadi tradisi turun-temurun dalam masyarakat setempat.
Itulah sebabnya sangat mudah ditemukan orang Pidie di hampir semua kota di Indonesia dan tanah Melayu.
Tiga Faktor Merantau
Dalam kajian ala warung kopi yang kami lakukan, terdapat tiga alasan yang memicu orang Pidie jak u timu.
Pertama, faktor ekonomi
Keadaan ekonomi selama berada di kampung yang agak sulit ikut mendorong sejumlah orang Pidie untuk mencari peruntungan di rantau.
Mereka pun tersebar di berbagai daerah di Indonesia, tanah Melayu hingga Australia, Eropa, Amerika bahkan Jazirah Arab.
Pada dasarnya tanah Pidie menjanjikan dalam aspek ekonomi. SDA pertanian, kelautan dan pertambangan tergolong melimpah di Pidie.
Baca juga: VIDEO Perantau Sumatra Gelar Buka Puasa Bersama di New York AS
Akan tetapi, pemerintah terkesan gagal dalam pemberdayaan masyarakat lokal untuk menggarap SDA ini sehingga mereka tetap hidup dalam kemiskinan.
Kedua, faktor politik.
Kondisi perpolitikan Aceh yang kerap tidak stabil ikut mendorong orang Pidie untuk mengungsi alias “kabur aja dulu” ke daerah atau negara lain.
Awalnya mereka menjadi pengungsi, tetapi lama kelamaan mereka menjadi penduduk tetap di tempat baru.
Ketiga, mencari inspirasi dan tantangan
Beberapa orang asal Pidie dari kalangan berada terkadang ikut merantau hanya sekedar mencari inspirasi dan tantangan.
Golongan yang seperti ini biasanya membawa modal yang memadai dari kampung untuk dikembangkan di tempat baru.
Mudik dan Masa Pahit
Perantau dari berbagai daerah dan negara asal Pidie pulang kampung pada setiap momen puasa Ramadhan dan Idul Fitri.
Sebagian dari mereka sudah melalui masa-masa pahit, baik di kampung pada masa lampau, maupun di rantau pada masa-masa awal.
Baca juga: VIDEO Kisah Perantau Pidie, Mengungsi Saat Konflik, Kini Jadi Pengusaha Mie Aceh Intan di Bekasi
Masa-masa pahit ketika belum merantau, mereka rata-rata tidak memiliki harta dan pekerjaan yang layak.
Sementara masa-masa pahit ketika awal mula berada di tanah perantauan pasti menapaki perjuangan yang penuh tantangan, seperti menjadi buruh, dompet kosong, makan Senin – Kamis, dan lain-lain.
Ketika mereka sudah mulai menapaki kesuksesan bidang ekonomi, maka mereka akan pulang kampung atau mudik.
Mereka pulang dengan mengendarai sepeda motor, mobil pribadi atau pesawat.
Keadaan mereka saat mudik tentu sudah melawati masa-masa pahit saat sebelum merantau.
#KaburAjaDulu Khas Pidie
Tagar Kabur Aja Dulu yang trending di Indonesia sebenarnya bukan hal asing bagi orang Pidie. Sejak dahulu kala orang Pidie sudah melakukan kabur aja dulu yang mereka sebut jak u timu.
Terdapat satu fenomena baru ketika mereka mudik dari rantau, yaitu mereka ikut mengajak pemuda dari kalangan keluarga miskin tetapi memiliki semangat untuk mengubah nasib. Mereka akan balik ke rantau bersama perantau baru.
Baca juga: Perantau Pidie Gelar Maulid Akbar, Akan Santuni Ratusan Yatim Asal Aceh di Jabodetabek & Sekitarnya
Mereka memilih calon perantau baru dari kalangan muda, tamatan SMA, belum menikah, dan memiliki target ekonomi yang ingin dicapai melalui aktivitas merantau.
Maka, jumlah pemuda _meuwoh-woh_ alias menganggur di kampung akan berkurang setiap momentum lebaran tiba.
Dengan bahasa lain, momentum mudik perantau pada lebaran menjadi ajang bagi pemuda pengangguran untuk mengubah nasib.
Tradisi merantau yang digemari orang Pidie sesungguhnya merupakan bagian dari ajakan Imam Syafi’i.
Berikut adalah syair Imam Syafi’i :
Tiada kata santai bagi orang yang berakal dan beradab,
Maka tinggalkanlah kampung halaman dan merantaulah.
Bepergianlah, kau akan mendapat ganti orang yang kau tinggalkan,
Berusahalah, karena nikmatnya hidup ada dalam usaha.
Sungguh, aku melihat air yang tidak mengalir pasti kotor,
Air akan bersih jika mengalir, dan akan kotor jika menggenang.
Kalau tidak keluar dari sarangnya, singa tak akan mendapatkan mangsa,
Kalau tidak meleset dari busurnya, anak panah tak akan mengenai sasaran.
Matahari kalau berada di porosnya selamanya,
Niscaya semua orang, baik Arab maupun non-Arab pasti bosan.
Timah akan seperti tanah, kalau berada di tempatnya,
Kayu cendana pun hanya akan seperti kayu bakar, bila menetap di tanah.
Pesan untuk Bupati Pidie
Orang Pidie yang merupakan pengikut Mazhab Syafi’i diyakini hafal betul bait-bait syair Imam Syafi’i di atas. Mereka menghayati lalu mengamalkannya sehingga semangat merantau mandarah daging dan menjadi faktor untuk mengubah nasib.
Baca juga: Pangdam IM Imbau Masyarakat Aceh Utamakan Keselamatan saat Mudik Lebaran
Pesan kepada Bupati Pidie yang baru saja dilantik untuk tetap menghidupkan semangat merantau yang ada di Pidie yang merupakan kearifan lokal.
Hanya saja pola yang perlu dilakukan oleh Pemkab Pidie sekarang ini adalah membekali generasi muda Pidie dengan sejumlah keterampilan dan etika (akhlak) sebelum mereka berangkat ke rantau.
Keterampilan dan etika bagai dua mata koin bagi seseorang dalam meraih kesuksesan hidup. Semoga!
Banda Aceh, 30 Maret 2025
*) PENULIS adalah warga Pidie, berdomisi di Banda Aceh, email: hasanbasrimnur@gmail.com)
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Artikel KUPI BEUNGOH lainnya baca DI SINI
Integritas dan Sistem Bercerai, Korupsi Berpesta |
![]() |
---|
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.