Kupi Beungoh

Ulama Mapan, Islam Kuat, Perintah Rasulullah yang Terlupakan

"Ketika akhir zaman sudah tiba, maka ukuran agama dan dunia manusia adalah dirham dan dinar."

Editor: Muhammad Hadi
FOR SERAMBINEWS.COM
Tgk Abdullah Tsani adalah pecinta ilmu ulama Aceh dan sekarang tinggal di Kota Nasaf, Uzbekistan, Asia Tengah 


Oleh Tgk Abdullah Tsani*)

Tulisan "Menuju Transformasi Pendidikan Dayah" yang disampaikan oleh Muhibuddin Hanafiah di Kuphi Beungoh Serambi Indonesia "https://aceh.tribunnews.com/2023/07/25/menuju-transformasi-pendidikan-dayah" mengandung kritik keras terhadap ulama dayah yang dianggap telah mengalami pergeseran nilai.

Kritik tersebut menyoroti bagaimana ulama dayah semakin terlibat dalam politik praktis dan terlihat menjalani kehidupan yang lebih glamor dibandingkan nilai kesederhanaan yang seharusnya mereka pegang.

Namun, jika ditelaah lebih dalam, ada beberapa kelemahan dalam opini tersebut yang membuatnya rentan terhadap penolakan dan perdebatan yang lebih tajam.

Salah satu kekurangan utama dari tulisan ini adalah nadanya yang cenderung konfrontatif. Kritik yang terlalu keras terhadap ulama dayah tanpa membangun jembatan komunikasi bisa menyebabkan resistensi.

Baca juga: Menuju Transformasi Pendidikan Dayah

 Seharusnya ada pendekatan yang lebih strategis dalam menyampaikan kritik, agar mereka yang menjadi objek pembahasan dapat menerima gagasan ini dengan lebih terbuka.

Sebab, jika kritik hanya berupa tudingan tanpa adanya solusi yang konstruktif, maka kemungkinan besar tulisan Muhib hanya bentuk iri dan dengki.

Selain itu, tulisan ini juga minim data dan bukti empiris. Opini yang disampaikan lebih banyak berbasis observasi subjektif tanpa ada dukungan data statistik atau kajian ilmiah yang bisa memperkuat argumen.

Misalnya, seberapa besar sebenarnya pengaruh doktrin di dayah terhadap pola pikir santri? Seberapa banyak ulama dayah yang benar-benar terlibat dalam politik dibandingkan dengan mereka yang masih fokus pada pendidikan dan dakwah?

Tanpa adanya data konkret, kritik yang disampaikan hanya akan menjadi asumsi belaka yang sulit dipertanggungjawabkan.

Kekurangan lain dari tulisan ini adalah tidak ditampilkannya perspektif dari ulama atau pihak dayah yang dikritik. Kritik akan lebih kuat jika ada pernyataan dari ulama yang menanggapi isu ini atau setidaknya pengalaman langsung dari santri yang merasakan perubahan tersebut.

Dengan adanya perspektif dari kedua belah pihak, tulisan ini akan lebih berimbang dan tidak hanya terlihat sebagai opini sepihak yang bisa dengan mudah disanggah oleh santri kelas dasar.

Baca juga: Gaung Ramadhan dari Sudut Asrama Dayah Miftahul Ulum

Contoh kata yang Tidak beretika atau suul adab dari Muhib,
"Sebenarnya hanya ini saja persoalan akut yang masih mendera dinamika dayah sekarang ini. Yaitu masalah kala manusia (ulama) melihat manusia lain (santri) bukan bagian dari dirinya. Akibatnya, menempatkan santri pada posisi subjek yang bisa dijadikan mangsa, bukan amanah yang harus dilindungi."
Inikan penistaan dan tidak berdasar.

Jika kita berbicara mengenai realitas ulama dayah yang mulai terlihat lebih kaya dan memiliki akses terhadap dunia politik, maka ada perspektif lain yang perlu diperhitungkan.

Sebagaimana telah diprediksi dalam hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh at-Thabrani, 
إِذَا كَانَ أَخِرُ الزَّمَانِ كَانَ قِوَامُ دِيْنِ النَّاسِ وَدُنْيَاهُمْ الدِّرَاهِمُ وَالدَّنَانِيْرُ.
 
"Ketika akhir zaman sudah tiba, maka ukuran agama dan dunia manusia adalah dirham dan dinar."

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved