Jurnalisme Warga

Pembelajaran Berbasis Toponimi untuk Keberlanjutan Warisan Indatu

Tenggelam dalam aktivitas riset yang beraneka ragam membuat saya hampir lupa untuk berbagi cerita. Waktu yang berjalan seolah lewat begitu saja tanpa

Editor: mufti
SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS.COM
MELINDA RAHMAWATI, S.Pd., Mahasiswi Pendidikan IPS pada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta, melaporkan dari Jakarta 

Lebih jauh, peserta didik memiliki pengalaman yang bermakna dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan hingga terstimulus dalam belajar sambil berkreasi. Peserta didik tidak hanya sekadar mengenal, tetapi dapat berlatih menghasilkan karya yang mendukung pelestarian nilai sejarah dan budaya di lingkungan sekitarnya.

Sumber lainnya adalah laporan penelitian yang ditulis Sigit Widiatmoko, dkk., tahun 2023 berjudul “Refleksi Nilai Kultural dalam Toponimi sebagai Peluang Pengembangan Wisata di Desa Medalsari, Kabupaten Karawang”.

Dalam laporan penelitian tersebut, dinyatakan toponimi yang terdapat di sebuah wilayah nyatanya secara implisit dapat menstimulus refleksi sebagian atau seluruh kehidupan masyarakat dalam perspektif sosial hingga kepercayaan.

Upaya refleksi pada perspektif nilai kultural dari toponimi Desa Medalsari membantu memvisualkan pandangan terkait sistem nilai yang selama ini dipegang oleh masyarakat desa.

Melalui sistem nilai yang terdiri dari unsur alam, kekeluargaan, hingga kelestarian budaya yang sudah diwariskan antargenerasi, potensi untuk mengembangkan desa sebagai desa wisata semakin terbuka luas.

Berdasarkan kedua laporan penelitian tersebut, nyata terlihat manfaat dari kajian toponimi sendiri yang berpeluang mengantarkan pada lestarinya warisan indatu hingga beberapa generasi mendatang. Keberlanjutan dari warisan indatu ini perlu kita perhatikan secara saksama demi generasi masa depan yang mengenal jati dirinya.

Kita jangan selalu menyalahkan dinamika perubahan sosial yang terjadi dalam era globalisasi dan modernisasi saat ini. Perubahan tersebut tidak bisa dicegah maupun ditolak kehadirannya. Karena hakikat dasarnya masyarakat itu selalu berubah setiap waktu.

Kemampuan beradaptasi dengan perubahan yang berlangsung dan upaya refleksi diri yang mampu membawa setiap kelompok masyarakat tidak melupakan jati dirinya.

Jauh, sebelum adanya pengobatan modern, ‘indatu’ kita sudah mengenal pelbagai macam rempah yang dapat digunakan sebagai ramuan obat-obatan.

Masyarakat Aceh mengenalnya dalam Kitab Tajul Muluk dan Kitaburrahman Fitthibbu Walhikmah. Pengobatan yang minim efek samping bahan kimia dan mudah didapatkan di lingkungan sekitar.

Sebelum adanya bangunan modern, masyarakat Aceh sudah memiliki panduan khusus dalam membangun sebuah tempat tinggal dan/atau bangunan lainnya. Bahkan, sebelum dikenal kalender penanggalan seperti saat ini, masyarakat Aceh sudah mengenal siklus menanam padi dan melaut dengan melihat tanda-tanda alam di sekitarnya.

Sudah seyogianya warisan ‘indatu’ semacam itu tidaklah sirna tergerus zaman dan menguap seiring guliran waktu. Mengkombinasikan antara modernisasi dan khazanah budaya lokal menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan agar warisan tersebut tidak hilang tak bersisa.

Pada akhirnya, saya melihat sudah saatnya pembelajaran berbasis toponimi ini hadir dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Setiap tempat di sekitar kita berpeluang menjadi saksi bisu dari sebuah peristiwa sejarah atau menyimpan fakta menarik yang patut kita ketahui. Bahkan, tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat warisan indatu yang tersimpan seperti sebuah harta karun yang terkubur masa.

Agar generasi masa depan tidak lupa dengan jati dirinya, sudah saatnya mengenalkan warisan tersebut melalui pembelajaran yang bermakna, seperti pembelajaran berbasis toponimi. Ingatlah bahwa warisan tersebut adalah persembahan dari ‘indatu’ moyang Aceh untuk generasi masa depannya.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved