Kupi Beungoh
Antara Palo Alto dan Aceh: Menyikapi Bunuh Diri dengan Iman, Ilmu dan Kasih Sayang
Seorang perempuan muda ditemukan meninggal di kamar kosnya di Banda Raya, Banda Aceh.
Tulisan Kamaruzzaman Bustamam Ahmad di KBA13.com, berjudul “Memahami Fenomena Bunuh Diri di Kalangan Mahasiswa di Aceh”, mencerminkan pendekatan yang problematik.
Dalam artikelnya, penulis membuka narasi mengenai mahasiswa yang terlibat dalam “bisnis sampingan” yang menjual tubuh mereka demi keuntungan finansial.
Pernyataan semacam ini tidak sensitif pada keadaan dan hanya mengandung unsur penyalahan korban atau victim blaming berbasis gender, serta mengalihkan fokus kebutuhan mendesak akan penyembuhan komunitas dan layanan kesehatan mental, terutama bagi mahasiswa.
Alih-alih menawarkan solusi atau dukungan, narasi ini memperkuat stigma yang justru dapat memperburuk kondisi mental individu yang rentan.
Model M-PCHs yang dikembangkan di Amerika Serikat bisa menjadi inspirasi bagi komunitas Muslim di Indonesia, termasuk Aceh.
Dalam model ini, duka bukan ditutup-tutupi, tetapi dibersamai.
Pendekatan penyembuhan komunitas di sana dilakukan dalam dua tahap.
Pertama, sesi diskusi panel yang menghadirkan ustadz, dokter, psikolog dan pendamping sosial.
Dalam diskusi, tidak ada penyebutan nama korban atau detil kejadian.
Tujuannya adalah memberikan penguatan spiritual dan edukasi tanpa memperdalam luka.
Kedua, masyarakat dibagi ke dalam kelompok diskusi dukungan atau healing circle, berdasarkan usia dan jenis kelamin, agar lebih nyaman mengekspresikan diri.
Di sinilah peserta diajak untuk berbagi rasa, bertanya, dan memahami tanda-tanda krisis mental, dengan pendampingan tenaga profesional dan relawan komunitas.
Panduan ini kemudian dipakai untuk melatih Imam mesjid di kota lainnya di Amerika Serikat untuk menanggapi kasus bunuh diri yang kemudian juga terjadi di komunitas Muslim di Ohio dan Texas, serta beberapa kota lainnya.
Artinya, kasus bunuh diri bisa terjadi kapan saja, tapi kesiapan komunitas, terutama pemuka agama, pemuka masyarakat, pendidik, dan tenaga medis dan klinis menjadi tumpuan masyarakat.
Ini menjadi pendekatan proaktif untuk tidak hanya menanggapi dan menunggu kejadian berikutnya, tapi juga dengan mencegah dan mengenal tanda- tandanya.
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Ketika Guru Besar Kedokteran Bersatu untuk Indonesia Sehat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.