4 Jenderal Bintang Empat TNI Teken Surat Pemakzulan Gibran, Desak MPR dan DPR RI Segera Ganti Wapres
Forum Purnawirawan Prajurit TNI mengirim surat ke DPR RI dan MPR RI untuk segera memproses tuntutan pemakzulan Wakil Presiden RI Gibran
SERAMBINEWS.COM - Forum Purnawirawan Prajurit TNI mengirim surat ke DPR RI dan MPR RI untuk segera memproses tuntutan pemakzulan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka.
Berdasarkan salinan surat yang beredar di kalangan wartawan, surat itu diterbitkan pada 26 Mei 2025 dan ditandatangani oleh empat purnawirawan TNI.
Mereka adalah Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto.
“Dengan ini, kami mengusulkan kepada MPR RI dan DPR RI untuk segera memproses pemakzulan (impeachment) terhadap Wakil Presiden berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,” demikian bunyi surat tersebut, dikutip Selasa (3/6/2025).
Namun, tidak ada nama Wakil Presiden ke-6 RI Try Sutrisno dalam daftar perwakilan purnawirawan TNI yang menandatangani surat tersebut.
Nama Try hanya tercantum dalam lampiran lembar pernyataan sikap purnawirawan prajurit TNI, yang sudah dikeluarkan dan dideklarasikan sebelumnya.
Sekretaris Forum Purnawirawan Prajurit TNI Bimo Satrio mengonfirmasi kebenaran surat yang beredar tersebut.
Dia pun mengatakan bahwa surat itu telah dikirimkan ke Sekretariat Jenderal (Setjen) MPR dan DPR RI pada Senin (2/6/2025) kemarin.
“Ya betul sudah dikirim dari Senin. Sudah ada tanda terimanya dari DPR, MPR, dan DPD,” ujar Bimo saat dihubungi, Selasa (3/6/2025).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar mengaku bahwa pihak telah menerima surat tersebut.
Kini, surat berisi permintaan agar parlemen menindaklanjuti usulan pemakzulan Gibran itu sudah diteruskan ke pimpinan DPR.
“Iya benar kami sudah terima surat tersebut, dan sekarang sudah kami teruskan ke pimpinan,” ujar Indra kepada Kompas.com, Selasa (3/6/2025) sore.
Untuk diketahui, usulan mengenai pemakzulan Gibran sebetulnya telah menjadi perbincangan setelah Forum Purnawirawan TNI yang berisi 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel membuat deklarasi pernyataan sikap berisi delapan poin.
Poin-poin yang disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto itu mencakup penolakan terhadap kebijakan pemerintah terkait pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), tenaga kerja asing, dan usulan reshuffle terhadap menteri-menteri yang diduga terlibat dalam korupsi.
Adapun poin yang paling mencuri perhatian adalah usul agar Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka diganti.
Ada sejumlah nama tenar yang ikut menandatangani deklarasi tersebut, salah satunya adalah Wakil Presiden ke-6 Try Sutrisno yang menjabat sebagai Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) tahun 1988-1993.
Selain Try, ada pula nama Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, hingga Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto yang ikut menandatangani deklarasi itu.
Baca juga: Sosok 4 Jenderal Purnawirawan TNI Dorong Pemakzulan Gibran dari Wapres, Surati MPR-DPR RI
Cacat Hukum
Dalam surat ini, forum menyebutkan sejumlah dasar konstitusional sebagai landasan usulan pemakzulan.
Di antaranya adalah UUD 1945 Amandemen Ketiga, TAP MPR Nomor XI/MPR/1998, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, serta Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Forum menyoroti proses pencalonan Gibran sebagai wakil presiden yang dinilai sarat pelanggaran hukum.
Mereka mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah batas usia calon presiden dan wakil presiden.
Menurut Forum, keputusan tersebut cacat secara hukum karena adanya konflik kepentingan.
"Dengan demikian, terbukti bahwa keputusan tersebut menunjukkan tidak independen karena adanya intervensi melalui relasi keluarga langsung, paman dan keponakan, antara Ketua MK Anwar Usman dengan saudara Gibran Rakabuming Raka," tulis Forum dalam surat tersebut.
Selain aspek hukum, Forum juga mengungkap alasan kepatutan dan kelayakan. Mereka menilai Gibran belum memiliki kapasitas dan pengalaman untuk memimpin Indonesia.
"Sangat naif bagi negara ini bila memiliki seorang wakil presiden yang tidak patut dan tidak pantas untuk memimpin rakyat Indonesia sebesar ini," demikian forum membeberkan alasan kepatutan.
Forum juga mengangkat persoalan moral, etika, dan dugaan keterlibatan Gibran dalam kasus akun media sosial “Fufufafa” yang sempat menimbulkan kegaduhan publik.
Akun tersebut diduga dikendalikan oleh Gibran dan berisi hinaan terhadap sejumlah tokoh nasional seperti Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, Susilo Bambang Yudhoyono, hingga Anies Baswedan.
Mereka pun kembali mengingatkan laporan dugaan korupsi yang disampaikan akademisi Ubedilah Badrun pada 2022.
Laporan itu menyinggung dugaan relasi bisnis antara Gibran dan adiknya, Kaesang Pangarep, terkait suntikan dana dari perusahaan modal ventura ke sejumlah usaha rintisan milik keduanya.
"Berdasarkan uraian tersebut, kami mendesak agar DPR RI segera memproses pemakzulan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka," ucap Forum dalam suratnya.
Ada empat purnawirawan TNI yang menandatangani surat tersebut yakni:
• Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi
• Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan
• Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto
• Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto
Baca juga: Gibran Diyakni Jadi Target Selanjutnya Roy Suryo Jika Iijazah Jokowi Terbukti Asli di Pengadilan
Prosedur Pemberhentian Wapres Sesuai Konstitusi
Pemakzulan hadir karena salah satu fitur dari sistem presidensial.
Adanya pengaturan pemakzulan merupakan konsekuensi logis apabila suatu negara ingin memperkuat sistem presidensial.
Sebelum amandemen, Indonesia tidak memiliki mekanisme yang cukup jelas perihal memakzulkan presiden dan atau wakil presiden di tengah masa jabatannya.
Makzul, pemakzulan, dan dimakzulkan merupakan kata khusus yang digunakan bagi presiden dan wakil presiden yang berarti diberhentikan, pemberhentian ini sesuai dengan Pasal 7A dan 7B UUD 1945.
Pasal 7A UUD 1945 menetapkan alasan-alasan pemakzulan presiden dan atau wakil presiden dalam masa jabatannya apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum.
Seperti pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya. Kemudian terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden atau wakil presiden.
Perbuatan Tercela dan Sebab-Sebab untuk Memakzulkan Presiden/Wakil Presiden
Menurut Fahri Bachmid, Pemakzulan Presiden Sangat Kompleks dan Tidak Mudah
Pemakzulan presiden maupun wakil presiden ditentukan oleh suara mayoritas anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Menjadi masalah, karena pemakzulan presiden dan atau wakil presiden hanya menggunakan proses politik dan tidak ada proses hukum di dalamnya. Padahal perlu diperhatikan, dalam mekanisme pemakzulan terdapat proses hukum dan proses politik.
Adapun tata cara pemberhentian presiden dan atau wakil presiden diatur dalam Peraturan MPR No. 1 Tahun 2024 pada Pasal 125 dan Pasal 126. Pasal 125 ayat (1) menyebutkan, “MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Sementara ayat (2) menyebutkan, “Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh DPR”.
Kemudian Pasal 126 ayat (1) menyebutkan, “MPR wajib menyelenggarakan Sidang Paripurna MPR untuk memutuskan usul DPR mengenai pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden pada masa jabatannya paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak MPR menerima usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 ayat (2)”.
Kemudian, ayat (2) menyebutkan, “Usul DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 ayat (2) harus dilengkapi keputusan Mahkamah Konstitusi bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum, baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya maupun perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden”.
Selain putusan MPR, pada Pasal 7B UUD 1945 menyebutkan, “Usul pemberhentian presiden dapat diajukan DPR kepada MPR hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada MK untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa presiden atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara dan tindak pidana berat lainnya atau presiden dan atau wakil presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan atau wakil presiden”.
Pengajuan permintaan DPR kepada MK hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR.
MK wajib memeriksa, mengadili, dan memutus seadil-adilnya terhadap pendapat DPR tersebut, paling lama 90 hari setelah permintaan DPR diterima MK.
Apabila MK memutuskan bahwa presiden atau wakil presiden melakukan pelanggaran hukum, maka DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian presiden atau wakil presiden kepada MPR.
Kemudian, MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutus usul DPR paling lambat 30 hari sejak MPR menerima usul tersebut.
Perlu diketahui, proses peradilan dan putusan oleh MK adalah putusan yustisial. Sedangkan keputusan MPR adalah keputusan politik, yang bisa saja tidak memakzulkan presiden dan atau wakil presiden walaupun MK telah memutuskan hal terbuktinya pendapat DPR.
Meski demikian, bukan berarti keputusan politik mengesampingkan putusan yustisial.
Hal pemakzulan presiden dan atau wakil presiden merupakan kewenangan MPR, bukan kewenangan peradilan.
Presiden dan wakil presiden yang dipilih secara langsung dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat, sehingga kedudukan presiden dan wakil presiden cukup kuat.
Keduanya tidak dapat dijatuhkan secara politis dalam masa jabatannya.
Artinya presiden dan wakil presiden tidak dapat dimakzulkan akibat putusan kebijakan yang ditetapkan atau dijalankan presiden dan wakil presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.
Baca juga: Impor Aceh pada April 2025 Didominasi Komoditas Gas Butana dari Uni Emirat Arab
Baca juga: VIDEO Rudal Balistik Yaman Buat 160 Lokasi di Seluruh Israel Kacau
Baca juga: Serambi Indonesia Serahkan Hewan Kurban Idul Adha 1446 H
Demo di Gedung DPR Memanas: Massa Lempar Petasan, Polisi Tembakan Gas Air Mata, Gerbang Tol Dibakar |
![]() |
---|
Giliran Puan Maharani Sampaikan Dukacita dan Minta Maaf: Janji DPR Bakal Dengarkan Aspirasi Rakyat |
![]() |
---|
Tunjangan Rumah Rp 3 Juta per Hari, Anggota DPR RI Disarankan Tinggal di Hotel |
![]() |
---|
Massa Demo Jebol Pagar DPR RI, Cari Sahroni, Uya Kuya hingga Eko Patrio, Marinir Menghadang Masuk |
![]() |
---|
Aksi Protes di Depan DPR: Mengulang Ketegangan Politik Era Soekarno dan Gus Dur Apakah Terulang? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.