Jurnalime Warga
Pudarnya Kesantunan Berbahasa pada Remaja
Bagaimana bisa kata-kata kasar, kotor, caci maki, ejekan, serta tidak pantas berhamburan pada setiap momen percakapan.
Kecenderungan berbicara tidak sopan juga dipengaruhi oleh kontrol diri yang lemah. Menurut Baumeister & Boone (2004), kontrol diri merupakan kemampuan individu dalam menentukan perilakunya sesuai standar tertentu, seperti moral, nilai-nilai dan aturan yang berlaku di masyarakat sehingga mengarah pada perilaku positif. Individu dengan kontrol diri lemah akan kesulitan mempelajari, memahami, dan membedakan perilaku yang dapat diterima atau sebaliknya. Ia mudah agresif, melakukan tindakan berisiko tanpa memikirkan dampaknya.
Anak dengan kontrol diri lemah mudah terseret dalam perilaku buruk akibat pengaruh lingkungan. Meskipun sadar tindakan itu tidak baik, tetapi ia “terpaksa” menerima dominasi tersebut. Misal, anak paham bicara kasar adalah tidak sopan. Namun, ia tidak kuasa menolak untuk tidak meniru gaya komunikasi komunitasnya karena ia butuh mereka.
Dampak negatif
Hanya karena ingin mendapatkan pengakuan pertemanan sebaya, remaja sering kali mengenyampingkan efek jangka panjang dari budaya baru ini. Padahal, gaya komunikasi tidak sehat ini berdampak negatif bagi diri, hubungan sosial, dan kelestarian bahasa Indonesia sendiri. Selain merusak citra diri, kebiasaan menggunakan bahasa kasar dapat mengikis keharmonisan sebuah hubungan karena bisa jadi lawan bicara tersinggung, tidak nyaman, atau merasa tidak dihargai.
Remaja yang terbiasa berbicara kasar bukan tidak mungkin mendapatkan sanksi sosial dari lingkungan. Orang-orang akan menganggapnya sebagai pribadi tidak beradab, tidak beretika, atau kurang pendidikan. Selain itu, perilaku tersebut dapat menghambat peluang mendapatkan pekerjaan.
Pergeseran adab berbahasa dalam pergaulan remaja masa kini kian meresahkan. Fenomena tersebut penting mendapat perhatian bersama sebagai tanggung jawab kolektif merawat kelestarian bahasa Indonesia dan menjaga etika berbahasa generasi muda. Dimulai dari ranah keluarga, sekolah, masyarakat, serta pemerintah perlu mengupayakan langkah-langkah edukatif menuju arah tersebut. Sikap permisif kita hanya akan memperkuat kecenderungan anak-anak ini berbicara tidak patut, yang dikhawatirkan akan menjadi identitas komunikasi yang dianggap wajar. Tentu bukan harapan kita budaya santun yang merupakan warisan luhur nenek moyang (indatu) kita punah oleh perilaku pribadi-pribadi yany tidak bertanggung jawab.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.