KUPI BEUNGOH

Ketika AI Semakin Pintar, Apa yang Membuat Kamu Tidak Tergantikan?

Dunia terus bergerak maju, tapi peran manusia justru mulai menghilang. Jika mesin bisa melakukan semuanya, lalu apa yang tersisa untuk manusia?

Editor: Firdha Ustin
FOR SERAMBINEWS.COM
Zarifah Amalia, Mahasiswi Ilmu Komunikasi USK 

Oleh Zarifah Amalia *)

Pernahkah kamu membayangkan kalau dunia yang kita tinggali ini sudah dikuasi oleh robot? di mana animator tak lagi menggambar, penulis tak lagi menulis dan guru tak lagi mengajar, semuanya dilakukan dan diambil alih oleh kecerdasan buatan.

Dunia terus bergerak maju, tapi peran manusia justru mulai menghilang. Jika mesin bisa melakukan semuanya, lalu apa yang tersisa untuk manusia?

Mungkin sebagain orang sudah tidak asing lagi dengan sebutan AI.

Menurut Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan didefinisikan sebagai "Suatu teknologi yang berasal dari program komputer dengan berbasis data yang bertujuan untuk melakukan berbagai hal seperti berpikir, mengelola, dan membuat keputusan selayaknya manusia".

Sehingga dapat dikatakan bahwa teknologi AI dapat belajar dari data untuk melakukan tindakan yang jauh lebih baik dari manusia. 

Sejauh ini, kecerdasan buatan (AI) telah memberikan berbagai manfaat bagi manusia.

Di antaranya adalah membantu mengembangkan ide, meminimalkan kesalahan, mengelola data secara efisien, mengolah gambar secara otomatis, serta mempercepat penyelesaian pekerjaan.

Karena kepraktisannya, AI kini menjadi solusi serbaguna yang dapat diakses melalui satu platform, seperti chatbot, yang mampu menjawab berbagai pertanyaan dan menyelesaikan beragam tugas. Bahkan, sebagian orang mulai menjadikan AI sebagai teman bicara.

Namun, seiring meningkatnya ketergantungan terhadap teknologi ini, banyak perusahaan mulai mengandalkan AI untuk menghemat biaya operasional.

Konsekuensinya, terjadi pengurangan jumlah tenaga kerja secara besar-besaran.

Beberapa perusahaan besar diketahui telah mengambil langkah ini. Meta, misalnya, melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sejumlah karyawan dan menggantikan beberapa posisi dengan sistem AI.

Hal serupa juga dilakukan oleh Canva dan Duolingo, yang memanfaatkan AI untuk efisiensi kerja, sehingga mengurangi kebutuhan terhadap tenaga manusia.

Perusahaan Salesforce dan Dell Technologies turut melakukan penyesuaian serupa. 

Kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI) tidak hanya berdampak pada sektor industri perusahaan, tetapi juga dirasakan secara langsung oleh para seniman dan ilustrator.

Saat ini, telah banyak AI yang mampu menghasilkan lukisan atau karya seni dalam waktu kurang dari satu menit.

Hal ini tentu sangat berbeda jika dibandingkan dengan proses kreatif manusia yang bisa memakan waktu antara tiga hingga tujuh hari untuk menyelesaikan satu lukisan.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan seniman, karena mereka merasa terancam akan kehilangan sumber penghasilan akibat peran AI yang semakin dominan digunakan dalam dunia seni.

Faktanya, pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di belakangan ini memang membawa keuntungan bagi perusahaan, seperti efisiensi biaya, peningkatan produktivitas, dan otomatisasi menjadi alasan utama.

Namun, di tengah semua itu, sepertinya kita perlu mengambil kembali: sampai kapan manusia akan terus digantikan oleh mesin?

Dalam bidang pelayanan, misalnya, interaksi antar manusia tidak bisa sepenuhnya digantikan oleh robot. Empati, intuisi, dan pemahaman emosional adalah hal-hal yang hanya bisa dimiliki manusia yang paling mengerti manusia tentu sesama manusia.

Begitu pula dalam dunia seni.

Seni bukan sekedar produk estetika, tetapi juga sarat makna sosial dan emosional.

Ia lahir dari perasaan, pengalaman, dan keresahan manusia.

Jika karya seni mulai diciptakan oleh robot yang tidak memiliki rasa, bukankah itu menjadi ironi? Kita berisiko kehilangan makna terdalam dari karya seni itu sendiri.

Fenomena perkembagan AI ini membawa berbagai kelebihan dan kekurangan.

Di satu sisi, kehadirannya memberikan efisiensi dan kemudahan dalam berbagai bidang.

Namun di sisi lain, muncul tantangan baru terkait etika, keaslian karya, pengurangan kreatifitas dan keberlangsungan profesi tertentu. Meski begitu, kemajuan teknologi tidak bisa dihentikan begitu saja. 

Oleh karena itu, yang dapat dilakukan adalah menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut, baik melalui pengembangan kemampuan yang tidak bisa digantikan oleh mesin.

Beberapa skill yang bisa kita tingkatkan dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan  teknologi AI saat ini  adalah:

1. Meningkatkan Kecerdasan Emosi (Emotional Intelligence)

Kecerdasan emosi mencakup kemampuan untuk mengenali, memahami, dan mengelola emosi diri sendiri serta berempati terhadap emosi orang lain.

Ini mencakup empati, komunikasi interpersonal, kemampuan mendengarkan, hingga membangun hubungan yang sehat.

AI dapat memproses data dan bahkan meniru empati secara terbatas, tetapi belum mampu benar-benar merasakan emosi atau memahami nuansa emosi manusia secara mendalam.

Contohnya seperti psikolog atau konselor.

2. Memiliki Kreativitas

Kreativitas bukan hanya soal menciptakan seni atau desain, tetapi juga berpikir di luar kebiasaan, menemukan solusi unik, menyusun strategi, dan menciptakan inovasi.

AI bisa menghasilkan karya kreatif berdasarkan data atau pola yang telah ada.

Namun, kreativitas manusia seringkali muncul dari pengalaman hidup, intuisi, dan pemikiran non-linier yang tidak bisa diprogram secara sempurna.

Contohnya seperti konten kreator, penulis novel fiksi, dan masih banyak lagi.

3. Memegang Teguh Moral dan Etika

AI tidak memiliki nilai moral bawaan, ia hanya mengikuti instruksi.

Dalam dunia nyata, banyak situasi yang tidak memiliki jawaban benar atau salah secara mutlak.

Dibutuhkan manusia yang memiliki integritas dan kepekaan etis untuk membuat keputusan yang adil dan bermartabat, terutama dalam bidang hukum, pendidikan, kesehatan, dan kepemimpinan.

Seperti guru yang selain memberikan pelajaran akademis, tapi juga memberikan contoh dalam berperilaku yang baik kepada murid-muridnya.

4. Memiliki Kemampuan Motorik Halus

Kemampuan ini mencakup keterampilan fisik yang membutuhkan koordinasi tangan dan mata, ketelitian, dan presisi, misalnya dalam seni, bedah medis, kerajinan tangan, dan lain-lain.

Meski robot dapat dilatih untuk tugas tertentu, banyak keterampilan motorik halus yang masih sulit untuk diotomatisasi.

Tak dapat dipungkiri, AI memang mengancam banyak jenis pekerjaan.

Maka dari itu perlu bagi kita untuk menigkatkan kemampuan diri, terutama dalam hal-hal yang tidak bisa dengan mudah digantikan oleh mesin, seperti kecerdasan emosional, kreativitas, dan integritas etika. agar siap memasuki era yang semakin modern ini. Teknologi AI memang tak terelakkan, tapi masa depan tetap milik mereka yang mau terus belajar dan mampu beradaptasi.

*) PENULIS adalah Relawan GEN-A, mahasiswa Ilmu Komunikasi USK.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved