Kupi Beungoh
Perang Global dan Ketahanan Lokal Aceh
Eskalasi perang antara Iran melawan Amerika Serikat dan Israel adalah bara yang bisa menjalar ke mana saja. Ketika satu wilayah dunia bergolak, seluru
Di Jakarta, elite politik bisa terus bermain narasi tentang stabilitas nasional dan pertumbuhan ekonomi, tapi Aceh harus punya narasi sendiri. Kita harus tahu bahwa apa yang terjadi di Hormuz, di Gaza, di Tel Aviv, dan di Teheran, akan berdampak pada harga bawang di Pasar Lambaro, pada nelayan di Lampulo, dan pada petani di Pidie atau Aceh Utara. Oleh karena itu, pembangunan Aceh harus lebih dari sekadar proyek infrastruktur. Ia harus menjadi gerakan untuk menghidupkan kembali akar-akar kemandirian lokal yang dulu membuat kita bisa bertahan dalam perang panjang, gempa besar, dan tsunami dahsyat.
Dan pada akhirnya, satu hal yang harus selalu kita ingat: dalam dunia yang terbakar oleh perang, tidak ada yang akan menyelamatkan kita kecuali kita sendiri. Jangan terlalu berharap pada kekuatan luar. Dunia tidak berpihak pada yang lemah. Dunia hanya berpihak pada mereka yang berani menguatkan dirinya sendiri.
Kita juga harus jujur: dalam dunia yang semakin keras, kadang kita hanya bisa mengandalkan diri sendiri. Gaza telah mengajarkan kepada kita bahwa tak ada sekutu yang bersedia bersetia dengan tumpah darah, bahkan dari dunia Islam sekalipun. Iran juga, meski bersenjata, tahu rasanya hidup dan berjuang sendirian dalam sunyinya hubungan diplomasi geopolitik.
Aceh mungkin tak diserang secara fisik, tetapi mentalitas “sendirian” itu penting untuk dipahami. Jangan terlalu berharap pada siapapun, apalagi pada mereka yang hidup dengan kalkulasi untung rugi. Sebab bangsa dan daerah yang terlalu berharap, adalah bangsa yang mudah kecewa dan kehilangan arah.
Aceh tidak boleh hanya jadi penonton dalam sejarah besar dunia. Kita harus jadi pemain. Dan untuk itu, kita harus tahu posisi kita, kekuatan kita, dan jalan yang ingin kita tempuh. Dunia sedang terbakar. Tapi dari tanah ini, jika kita mau, kita bisa menyalakan cahaya baru.
*) Penulis Ketua Umum Pengurus Besar Rabithah Thaliban Aceh (PB RTA)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.