Kupi Beungoh
Sekelumit Kisah Lampineung si Kota Baru Banda Aceh
Cikal bakal GKB bermula ketika dibangunnya komplek perumahan dinas di lahan kosong yang sebagian besarnya berupa sawah dan rawa-rawa milik Pemerintah
Oleh: Azhar Abdullah Panton*)
Lampineung adalah sebutan populer untuk Gampong Kota Baru (GKB). Sebuah gampong (desa) yang berada di wilayah Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh.
Gampong ini berada tepat di depan kantor Gubernur Aceh dan dibelah oleh jalan Panglima Nyak Makam.
Jalan protokol yang bermula di depan kantor gubernur dan berakhir di ujung Gampong Lambhuk, Kecamatan Ulee Kareng (simpang lampu merah BPKP).
Sesuai nama resminya Kota Baru, gampong ini adalah gampong yang baru lahir pasca kemerdekaan, tepatnya akhir 1950-an.
Gampong ini dirancang sebagai kawasan baru pusat pemerintahan Propinsi Daerah Istimewa (DI) Aceh (sekarang Pemerintah Aceh) dan perluasan wilayah kota Banda Aceh yang saat itu masih berpusat di Kecamatan Baiturrahman dan kawasan Kuta Alam hingga seputaran Jambo Tape.
Cikal bakal GKB bermula ketika dibangunnya komplek perumahan dinas di lahan kosong yang sebagian besarnya berupa sawah dan rawa-rawa milik Pemerintah Aceh.
Perumahan ini untuk memenuhi kebutuhan hunian bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemerintah Aceh yang berasal dari berbagai daerah di Aceh. Disamping banyak juga yang berasal dari luar Aceh.
Perkampungan ini didirikan di areal bekas hak erfpacht (Sufi, R. dkk., 1997).
Hak erfpacht adalah jenis hak atas tanah yang dikenal pada zaman kolonial Belanda.
Baca juga: Prabowo-Mualem: Mengubah “Rahmat” Menjadi “Nikmat” – Bagian I
Pembangunan tahap pertama berupa mess kantor Pekerjaan Umum (PU), yang saat ini sudah menjadi komplek Badan Pengelolaan Keuangan Aceh (BPKA) dan beberapa rumah di Jurong Tgk Dibitai.
Penghuni pertama komplek yang dibangun pada masa Gubernur Ali Hasjmy (1957-1964) ini adalah keluarga Usman Luthan, Mahdi Hutagalung, Nainggolan, Idrus, dan Samadi.
Setelahnya terus berkembang hingga seperti sekarang.
Sejak 1975, GKB juga dihuni oleh ahli waris pemangku Kesultanan Aceh, Tuanku Raja Ibrahim bin Sultan Alaidin Muhammad Daudsyah.
Saat itu Muzakkir Walad, atas nama Gubernur Aceh memberi izin kepada Tuanku Raja Ibrahim untuk menempati salah satu rumah di Jl Tgk Cot Plieng nomor 18, setelah pindah dari Lampoh Ranup, Lamlo, Pidie.
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Ketika Guru Besar Kedokteran Bersatu untuk Indonesia Sehat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.