Kupi Beungoh
Pegunungan Tinggi Serbajadi dan Usulan Taman Nasional Gunung Kurik
Spesies yang dikenal sebagai satwa endemik di Gunung Kinabalu Malaysia ini ternyata juga terdapat di Aceh Timur
Oleh : Said Murthaza*)
Aceh Timur adalah kabupaten yang memiliki wilayah paling luas di Aceh.
Luas wilayah Aceh Timur adalah 6.040,60 km⊃2; atau 10,53 persen wilayah Aceh yang terbagi ke dalam 24 kecamatan.
Wilayah ini memiliki landscape unik karena terbentang dari perairan laut dalam di sebelah timur (Selat Malaka) dan pegunungan tinggi di bagian sebelah baratnya (Serbajadi).
Kabupaten yang lahir pada tanggal 24 November 1956 bukanlah sebatas kawasan pesisir timur Aceh sebagaimana yang umum diketahui masyarakat secara luas.
Pegunungan tinggi dalam wilayah Aceh Timur memiliki luas ratusan ribu hektar yang berbatas langsung dengan pegunungan 4 kabupaten lainnya, yakni Gayo Lues di selatan, berbatasan dengan Aceh Tengah dan Bener Meriah di bagian barat dan semakin ke utara berbatasan dengan wilayah Aceh Utara.
Baca juga: Tim Ekspedisi Hari Bhayangkara Bentangkan Bendera Merah Putih di Puncak Leuser
Gunung-gunung yang menjulang tinggi dalam belantara hutan hujan tropis ini terhubung dengan lereng-lereng yang membentuk satu gugus pegunungan.
Adapun 7 (tujuh) gunung tertinggi di Aceh Timur antara lain Gunung Kurik (3085mdpl) sebagai yang tertinggi.
Kemudian Gunung Lembu (3060mdpl), Gunung Gemiring (2985mdpl), Gunung Aber (2710mdpl), Gunung Burni Kemiri (2656mdpl) dan Gunung Lojang (2559mdpl).
Selain 7 gunung ini, ada 9 gunung lainnya yang berketinggian lebih 2000mdpl dalam wilayah Aceh Timur.
Seluruh area pegunungan tersebut berada hanya dalam 1 (satu) wilayah kecamatan saja yaitu Kecamatan Serbajadi yang memiliki luas 2.165,66km⊃2; atau 35,85 persen wilayah Aceh Timur.
Masih dalam wilayah selatan Aceh Timur, kecamatan yang berada di sebelahnya yakni Kecamatan Simpang Jernih yang merupakan wilayah terluas ke-2 di Aceh Timur atau 844,63km⊃2; juga memiliki bentang alam pegunungan dengan ketinggian >1.000mdpl.
Informasi terkait agenda penjelajahan-penjelajahan kawasan pegunungan tinggi Aceh Timur tersebut sudah pernah dimuat oleh media Serambinews pada awal Mei lalu dengan judul Dua Pendaki Lanjutkan Observasi Satwa Liar Pegunungan Tertinggi Aceh Timur.
Berdasarkan catatan penulis yang telah menjelajah kawasan pegunungan ini sejak 12 tahun tahun lalu dari 2 sisi (Gayo Lues dan Aceh Timur), telah mendeteksi 3 dari 4 satwa kunci (di darat) yang dijumpai secara langsung dan tidak langsung (melalui kamera trap).
Ke-4 satwa kunci yang dimaksud disini antara lain Orang Utan Sumatera (Pongo abelii), Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatraensis) dan Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatraensis).
Satwa kunci tersebut disini maksudnya adalah Spesies Payung atau Umbrella Species. Hal ini sesuai dengan fakta berita yang muncul di media seperti (adanya) perburuan gading Gajah, konflik satwa Harimau dan lain-lain.
Millenium Ecosystem Assesment mendefinisikan Umbrella Species atau spesies payung sebagai spesies yang membutuhkan luas yang besar di habitat mereka.
Melindungi satwa-satwa ini, secara tidak langsung melindungi spesies lain yang juga tinggal di dalam ekosistem hutan yang sama. Saat ini (2025), penulis bersama Robbi Zikri, SH yang juga mahasiswa pasca sarjana Ilmu Hukum – Universitas Samudera Langsa masih terus melakukan observasi untuk mengidentifikasi keberadaan satwa ke-4.
Guna mempertegas bahwa semua Umbrella Species darat tersebut ada dalam kawasan hutan pegunungan Serbajadi.
Meskipun hal tersebut sebenarnya telah diakui oleh sebagian masyarakat Lokop maupun Simpang Jernih.
Keberadaan 4 satwa kunci ini bisa menjadi urgensi dan landasan kuat untuk mewujudkan upaya konservasi wilayah atau area pelestarian alam.
Baca juga: Sosok Agam Viral, Aksi Heroik Pemandu Gunung Rinjani Evakuasi Jasad Pendaki Brazil Juliana Marins
Dari data faktual yang penulis miliki, hasil collecting data lapangan setidaknya ada belasan jenis satwa yang dilindungi.
Temuan ini hanya terdapat pada satu trek lintasan pendakian saja, belum pada lintasan lainnya yang masih memerlukan akses perintisan jalur.
Berdasarkan status kerentanan dari International Union for Coservation of Nature (IUCN), belasan jenis satwa dilindungi dalam pegunungan tinggi Aceh Timur ini antara lain Harimau Sumatera yang berstatus sangat terancam punah atau CR (Critically Endangered).
Status Critically Endangered ini berarti spesies yang menghadapi resiko kepunahan tertinggi di alam liar. Kemudian Orang Utan dan Baning Cokelat (Manouria emys) yang juga berstatus Critically Endangered.
Lalu ada Owa Siamang (Symphalangus syndactylus) yang berstatus Terancam Punah (Endangered/EN). Kemudian spesies Macan Dahan (Neofelis diardi), Beruang Madu (Helarctos malayanus), Beruk (Macaca nemestrina), Kambing Gunung Sumatera (Capricornis sumatraensis), Burung Rangkong (Rhinoceros Hornbill) dan Binturong (Arctictis binturong) yang berstatus Vulnerable (VU) atau Rentan.
Satwa lainnya dalam kategori Near Threatened (NT) atau yang mendekati terancam punah antara lain Sempidan Aceh/Sempidan Sumatera (biasa dikenal Ayam Hutan), Burung Kuau Raja (Argusuanus argus), Kucing Batu (Pardofelis marmorata) dan Kucing Emas (Catopuma temminckii).
Baca juga: Siapa Irjen Pol Dadang Hartanto? Komandan Upacara Hari Bhayangkara Ke-79 yang Dipanggil Prabowo
Selain yang paling terancam hingga rentan, terdapat juga satwa lainnya yang masuk dalam kategori resiko rendah atau Least Concern (LC) yaitu Musang Linsang (Prionodon linsang), Musang Leher Kuning (Martes flavigula), Kijang (Muntiacus muntjak) dan Babi Batang atau Pulusan (Arctonyx collaris).
Sementara itu, jenis hewan unik lainnya yang ditemukan adalah Lintah Gajah (Mimobdella buettikoferi) di ketinggian diatas 2500mdpl tepatnya di padang savanna Gunung Lembu dan Gunung Berapit.
Spesies yang dikenal sebagai satwa endemik di Gunung Kinabalu Malaysia ini ternyata juga terdapat di Aceh Timur.
Adapun jenis flora unik yang pernah penulis temukan di gugus pegunungan adalah beragam jenis tumbuhan Kantong Semar (Nepenthes sp) dan Anggrek Tien Soeharto (Cymbidium hartinahianum) atau anggrek Hartinah.
Keanekaragamanhayati (biodiversity) kawasan pegunungan tinggi ini membutuhkan upaya yang lebih komprehensif untuk perlindungan dan pelestariannya.
Dalam perspektif penulis setelah bertahun-tahun melakukan pendakian di kawasan ini adalah cukup layak untuk segera diusulkan menjadi Taman Nasional Gunung Kurik.
Guna memastikan statusnya dibawah payung hukum yang lebih kuat dan berskala nasional.
Selain itu juga sebagai bentuk tindakan preventif atau pencegahan yang dilakukan guna menghindari terjadinya masalah atau bahaya sebelum berkembang menjadi lebih serius.
Tujuan lainnya adalah untuk mengurangi resiko, mencegah kerugian dan mengatasi potensi masalah ekologis sebelum menjadi lebih buruk.
Baca juga: Dua Pendaki Aceh Tracker Lanjutkan Ekspedisi Gunung Abong-abong Gayo Lues
Undang-Undang No.5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Pasal 1 ayat (14) menerangkan bahwa, Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
Sementara dalam Pasal 4 ditegaskan bahwa konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggungjawab dan kewajiban Pemerintah serta masyarakat.
Penekanan bahwa hal ini menjadi tanggungjawab dan kewajiban Pemerintah serta masyarakat harus dipahami sebagai wujud partisipasi aktif lintas sektoral.
Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat diperbarui. Jenis-jenisnya pun beragam, seperti kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam yang memiliki manfaat dan tujuannya masing-masing.
Kawasan Suaka Alam (KSA) merupakan kawasan yang memiliki tujuan untuk menjaga kelestarian ragam flora dan fauna.
Sehingga, ekosistem yang ada dapat terjaga dengan baik. Kawasan ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu Suaka Margasatwa dan Cagar Alam, contohnya Cagar Alam Raflesia di Serbajadi Aceh Timur dan Suaka Margasatwa Rawa Singkil yang terbentang di 3 (tiga) kabupaten yaitu Aceh Selatan, Subulussalam dan Singkil.
Kemudian Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang berfungsi sebagai wilayah pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa.
Kawasan ini juga sering memanfaatkan sumber daya hayati dan ekosistemnya secara lestari. Kawasan Pelestarian Alam terbagi menjadi tiga jenis, yaitu Taman Nasional, Taman Wisata Alam, serta Taman Hutan Raya.
Taman Nasional, merupakan kawasan yang memiliki ekosistem alami, sehingga sering digunakan untuk penelitian dan ilmu pengetahuan.
Penetapan Taman Nasional di Indonesia dilakukan oleh Pemerintah, khususnya melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Repubulik Indonesia melalui Keputusan Menteri atau Peraturan Menteri terkait.
Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi peningkatan grafik konflik satwa dan aktivitas illegal logging dalam wilayah hukum Serbajadi Aceh Timur serta wilayah yang berada di sekitarnya. Hal ini akan menjadi kekhawatiran yang lebih besar dalam beberapa tahun mendatang.
Bila tidak ada langkah konkrit untuk perlindungan ekosistem gunung hutan Serbajadi dan wilayah sekitarnya. Jika ditarik garis lurus utara-selatan (jarak udara, tidak mengikuti kontur topografi), jarak antara garis batas (pegunungan) Aceh Timur – Gayo Lues dan Sungai Krueng Jambo Aye tidak kurang 60km.
Baca juga: Pendaki Gunung Lebanon Menjadi Wanita Arab Pertama Mencapai Gunung Tertinggi Kedua Dunia
Sedangkan jarak udara timur ke barat atau dari pusat Kota Lokop, Serbajadi ke perbatasan (pegunungan) dengan Linge, Aceh Tengah adalah ±17,5 kilometer.
Jika tidak memiliki payung hukum sekaliber status Taman Nasional, menurut penulis bukan tidak mungkin kawasan ini akan menjadi Wildwest-nya gunung hutan pesisir timur Aceh.
Selain itu, penulis juga berpendapat bahwa Provinsi Aceh sudah sepantasnya memiliki 2 (dua) Taman Nasional karena memiliki tutupan hutan yang luas yakni 2,9juta dan terus mengalami penurunan setiap tahunnya.
Wacana pengusulan Kawasan Pelestarian Alam – Taman Nasional adalah dapat dilakukan oleh Kepala Daerah wilayah tersebut yang dalam hal ini Bupati Aceh Timur.
Melalui berbagai tahapan misalnya pemetaan, penelitian, Focus Group Discussion (FGD), pendekatan budaya dan atau aspek sosial masyarakat lainnya. Hal tersebut sangat mungkin dilakukan, termasuk mengoptimalkan peran dan fungsi Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pemerintah maupun melaui kerjasama dengan lembaga-lembaga yang melaksanakan kegiatannya dalam kawasan pegunungan Serbajadi.
Studi analisis, studi kelayakan, kajian-kajian dan lain sebagainya harus dilihat sebagai tahapan mempersiapkan profil kawasan tersebut secara proporsional.
Tidak harus dipahami bahwa itu akan terlalu rumit padahal Sumber Daya Manusia (SDM) dan perangkat pendukung modern yang ada saat ini sejatinya cukup mudah.
Baca juga: Sejarah Gunung Rinjani, Legenda Dewi Anjani hingga Bencana Dunia 1257
Kita harus melihat bahwa upaya pencegahan terjadinya kerusakan hutan pegunungan yang lebih tinggi dan meningkatnya konflik satwa seharusnya menjadi langkah penting dalam tindak perlindungan dan pelestarian alam. Bukankah mencegah itu lebih baik daripada mengobati.
Penulis yang merupakan putra Aceh Timur, meyakini nantinya akan ada langkah yang bersifat komprehensif dalam melindungi dan melestarikan kawasan pegunungan tinggi tersebut, dalam hal ini Pegunungan Tinggi Serbajadi.
Terlepas dalam koridor konsep Kawasan Suaka Alam (KSA) atau Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang eligible. Melalui skema publikasi media yang tepat dan transparan, segala temuan keunikan khususnya satwa endemik yang muncul dalam pemberitaan-pemberitaan akan menjadi stimulant dan turut mendukung wacana pengusulan Taman Nasional Gunung Kurik tersebut.
Sebagai praktisi arung jeram (rafting) dan gunung hutan (mountaineering) Aceh, saat ini pun penulis terus mempublikasikan secara luas tentang kegiatan yang dilakukan di Gunung Kurik (3085mdpl), Gunung Lembu (3060mdpl) dan sekitarnya agar seluruh Aceh Timur, seluruh Aceh, seluruh Indonesia dan ban sigom donya mengetahuinya.
Bahwa kita semua bisa menjadi bagian dari hal-hal baik tentang menjaga alam dan lingkungan hutan kita.
*) PENULIS adalah Founder dan Teamleader Aceh Tracker Community | Ketua Umum Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI) Aceh Timur
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca artikel Kupi Beungoh lainnya di SINI
gunung kurik
Pegunungan Tinggi Serbajadi
Taman Nasional
Aceh Timur
Serambinews
Serambi Indonesia
kupi beungoh
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Ketika Guru Besar Kedokteran Bersatu untuk Indonesia Sehat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.