Sejarah Pacu Jalur yang Curi Perhatian Dunia, Perlombaan Perahu Masyarakat Melayu Teluk Kuantan Riau
Pada masa penjajahan Belanda, Pacu Jalur dijadikan ajang hiburan untuk memperingati hari kelahiran Ratu Wilhelmina pada 31 Agustus.
Masih dari sumber yang sama, Pacu Jalur awalnya diselenggarakan di kampung-kampung di sepanjang Sungai Kuantan dalam rangka memperingati hari besar Islam. Tapi di masa kini, Pacu Jalur juga diadakan untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Itulah kenapa setiap Agustus kampung-kampung di sekitar Sungai Kuantan begitu riuh oleh mereka yang hendak menyaksikan Pacu Jalur.
Dulu, ketika Belanda masih bercokol di Indonesia, Pacu Jalur digunakan untuk memeriahkan perayaan adat, kenduri rakyat, hingga memperingati hari kelahiran Ratu Belanda Ratu Wilhelmina setiap 31 Agustus.
Yang identik dengan Pacu Jalur adalah anak pacu yang jumlahnya mencapai puluhan. Mengutip Kompas.com, mereka memiliki tugasnya masing-masing. Tugas itu dibagi sebagai Tukang Concang yaitu komandan atau pemberi aba-aba, Tukang Pinggang atau juru mudi, dan Tukang Onjai yang pemberi irama di bagian kemudi dengan cara menggoyang-goyangkan badan.
Ada juga Tukang Tari yang membantu Tukang Onjai dalam memberi tekanan yang seimbang agar jalur dapat berjungkat-jungkit secara teratur dan berirama. Pacu Jalur aan dimulai dengan dentuman meriam sebanyak tiga kali. Dentuman pertama sebagai tanda untuk jalur-jalur menempatkan diri, dentuman kedua untuk posisi bersiap mengayuh dayung, dan dentuman ketiga untuk memulai perlombaan.
Pemenang Pacu Jalur tidak ditentukan oleh jumlah atau kekuatan pendayung namun sisi magis dari kayu yang dijadikan jalur serta kemampuan pawang dalam mengendalikan jalur.
Festival Pacu Jalur saat ini dikenal dan diadakan tiap tahun di Tepian Narosa, Teluk Kuantan. Perlombangan ini biasanya dihelat pada bulan Agustus, berdekatan dengan momen peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
Pada momen ini biasanya masyarakat di daerah Kuansing dan sekitarnya akan berdatangan untuk menonton tradisi ini. Selain dapat menaikkan perekonomian setempat, hal ini juga dinilai dapat terus melestarikan tradisi Pacu Jalur yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh Kemendikbud.
Selain keseruan perlombaan mendayung, variasi kostum serta seruan dari peserta di setiap jalur juga menarik bagi wisatawan yang menonton. Tak pelak jika pelaksanaan tradisi Pacu Jalur selalu disambut meriah oleh masyarakat Kuansing, wisatawan domestik, bahkan tersohor hingga mancanegara.
Yang identik lagi dengan Pacu Jalur adalah keberadaan Togak Luan. Togak Luan adalah anak kecil yang menari di ujung perahu yang melaju kencang, yang mengenakan pakaian adat dan tanjak Melayu Riau. Anak-anak inilah yang rasanya membuat Pacu Jalur menjadi terkenal dan belakangan dikaitkan dengan terma “Aura Farming”.
Terminologi Aura Farming sendiri adalah sebuah istilah untuk menggambarkan perilaku untuk mendapatkan perhatian dan kekaguman terutama secara online. Nah si Togak Luan ini, oleh kalangan pengguna media sosial, dianggap sangat berhasil melakukan kegiatan aura farming ini.
Mahviyen Trikon Putra, sebagaimana pengakuannya kepada Kompascom, dulunya adalah seorang Togak Luan. Dia menjelaskan, di atas jalur yang berpacu ada dua anak kecil: satu di depan (Togak Luan) dan satu di belakang yang disebut Tukang Onjai. Keduanya bertugas menggoyangkan jalur.
"Yang menari di haluan jalur itu memang hanya anak kecil, berusia sekitar 8 sampai 13 tahun. Dia bertugas memberikan semangat bagi anak pacu dalam mendayung jalurnya," jelas Mahviyen kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Kamis (3/7).
Dia menambahkan, anak yang berada di belakang jalur bertugas mengarahkan jalur ke kiri dan kanan. Dahulu, posisi ini diisi orang dewasa, namun kini digantikan oleh anak-anak untuk mengurangi beban jalur.
"Tarian yang dilakukan anak kecil di ujung jalur sebagai tanda bahwa jalurnya dalam posisi unggul," ungkapnya. Tarian tersebut dilakukan secara spontan dan menjadi daya tarik tersendiri, dengan gerakan yang tidak ditentukan, hanya mengikuti naluri sambil menjaga keseimbangan.
Tapi jika jalur kalah, si anak itu akan terduduk. "Karena jika tetap berdiri dan menari, itu menyampaikan informasi yang salah," tambahnya, diiringi tawa.
Bupati Antar Camat ke Tempat Tugas Baru, Ingatkan 3 Ancaman yang Merusak Rakyat |
![]() |
---|
Kebakaran Lahan di Kota Juang, Tiga Damkar Bireuen Dikerahkan Jinakkan Api |
![]() |
---|
Warga Jangka Bireuen 'Serbu' Beras Murah di Kantor Polisi |
![]() |
---|
Satgas Karhutla Bagikan Masker untuk Warga dan Pelajar di Aceh Selatan |
![]() |
---|
Karhutla di Aceh Selatan Dekati Kawasan TNGL, Satgas Minta Bantuan Water Bombing BNPB |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.