Sejarah Aceh

Kerajaan Aceh Punya Dua Istana, Begini Kisah Sultan Mengungsi dari Kraton ke Keumala Dalam

Istana Aceh pindah ke pendalaman Pidie, terjadi pasca direbutnya Istana Kraton Bandar Aceh Darussalam oleh pasukan Belanda pada 1874.

Penulis: Zubir | Editor: Safriadi Syahbuddin
FOR SERAMBINEWS.COM
LOKASI ISTANA SULTAN - Ketua Tim Kajian Sejarah Universitas Samudra (Unsam) Langsa Dr Usman MPd bersama Dosen Sejarah Unigha Pidie dan warga setempat saat melakukan penelitian di lokasi yang diyakini sebagai bekas Istana Sultan Aceh di Keumala Dalam, Kabupaten Pidie. 

Namun perlawanan rakyat masih aktif melakukan sabotase rel kereta api, jembatan serta jalan milik Belanda diganggu oleh pejuang Aceh. 

Diantaranya Tokoh Ulama Besar Syekh Saman Tiro aktif, di Aceh Lhee Sagoe, dan selalu merusak jaringan telephon dan rel kereta api Belanda, dengan jihad fisabillah dibawah Chik di Tiro dan Panglima Polem. 

Karena jalur transportasi dan jaringan telephon terus dirusak, maka pemerintah Belanda meminta damai serta mengajak berunding. 

Tetapi Teungku Chik Di Tiro dan Panglima Polem hanya berkata: “Damai dan perundingan akan kita perlihatkan di ujuang pedang dan rencong Aceh”. 

Siasat jahat Belanda, kemudian meracun Chik Di Tiro di wilayah Aceh Lhee Sagoe-Aceh besar 1891. 

Para pejabat kerajaan lainya terus diburu, misalnya Teuku Umar ditembak di hutan Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899. 

Sewaktu Gubernur J.B. Van Heutsz, di Aceh kedudukan pusat pemerintahan Aceh di Keumala Dalam direbut dan sultan serta pejabat kerajaan mengungsi ke Meureudu 1901, terus ke Samalanga hingga Gayo Lues.

Dari Goa Sekam pendalaman Aceh, juga dijadikan pusat pemerintahan Sementara Kerajaan Aceh, hingga kembali pindah ke Pidie.  

Pada tahun 1903, sultan di tawan di Hutan Meuraksa Pasi Lhok, seterusnya dibawah ke Sigli, Kutaraja dan dibuang ke Batavia (Pulau Jawa sekarang).(*)

Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved