Kupi Beungoh
Antara Janji dan Kenyataan Era Prabowo terhadap Ketahanan Pangan Laut
Kendati demikian, data pemerintah menunjukkan konsumsi ikan per kapita Indonesia tahun 2023 hanya 58,48 kg, belum memenuhi target 60 kg.
Inisiatif ini merupakan bagian dari Peta Jalan Ekonomi Biru Indonesia 2023–2045 dan secara eksplisit mendukung visi Presiden Prabowo menjadikan sektor kelautan motor pertumbuhan desa dan ketahanan pangan yang inklusif.
Apa Kabar Visi dan Misi Presiden Prabowo
Presiden Prabowo Subianto secara eksplisit menempatkan swasembada pangan sebagai prioritas utama pemerintahannya.
Dalam Visi-Misi 2024–2029 (Asta Cita), tercantum tekad “mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan” dengan dukungan ekonomi biru.
Pemerintah bahkan mengangkat istilah pangan biru (makanan dari laut) sebagai bagian strategi mencapai kedaulatan pangan.
Berdasarkan visi itu, ketersediaan protein laut nasional harus dipacu lewat perikanan budidaya laut, pesisir, dan laut dalam, diiringi pemberdayaan masyarakat pesisir agar ekosistem kewirausahaan tumbuh.
Misi ini selaras dengan janji infrastruktur di laut, misalnya tanggul laut Pantura agar faktor eksternal (banjir rob, iklim) tak mengganggu pasokan pangan wilayah utara Jawa.
Wajah nelayan tradisional yang berjibaku di laut pada pagi hari menyimbolkan besarnya beban di lapangan.
Infrastruktur terpencil, modal terbatas, dan regulasi yang masih kompleks membuat banyak nelayan kecil sulit meningkatkan produktivitas.
Satu kajian mencatat sekitar 90 % armada perikanan Indonesia adalah kapal di bawah 30 GT, mengindikasikan masih banyak kapal tradisional tanpa teknologi canggih.
Beberapa pengamat menyoroti perlunya penyederhanaan regulasi dan akses pembiayaan agar kapal nelayan bisa melaju cepat dan hasilnya benar-benar mengisi dapur-rumah tangga.
Jika pemberdayaan nelayan dan pemanfaatan sumber laut tidak dijalankan secara konsisten dari desa ke nasional, janji swasembada pangan laut bisa jadi hanya mimpi retoris.
Pada akhirnya, refleksi atas realita dan janji kebijakan menunjukkan dua hal utama. Pertama, koherensi antara program nasional (ekonomi biru, NSDL, SeaBLUE) dengan kebutuhan lokal nelayan harus diperkuat.
Kedua, pemantauan dan pengawasan harus memastikan bahwa manfaat program menyentuh nelayan kecil dan masyarakat pesisir, jangan sampai hanya tercantum di dokumen Visi-Misi.
Dengan mengimplementasikan langkah konkret dan melibatkan masyarakat sejak tahap perencanaan, Indonesia dapat mengubah lautnya menjadi sumber ketahanan pangan tangguh.
Hingga kini, tugas pemerintah adalah membuktikan bahwa laut Indonesia mampu menjadi kekuatan pangan nasional sesuai janji astacita swasembada.
*) PENULIS adalah Guru Bear pada Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah Kuala
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
BACA TULISAN KUPI BEUNGOH LAINNYA DI SINI
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.