Anggota DPR RI Sebut Amplop Kondangan Mau Dikenai Pajak, Ini Penjelasan Ditjen Pajak
Politikus PDI-P itu juga menyinggung kelompok masyarakat lain yang terkena pajak, seperti pelaku usaha daring dan influencer.
SERAMBINEWS.COM - Lini masa media sosial diramaikan dengan isu yang menyebut pemerintah akan memungut pajak dari amplop kondangan atau hajatan.
Kabar ini bermula dari pernyataan anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, saat rapat dengar pendapat bersama Danantara dan Kementerian BUMN di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (23/7/2025).
Ia mengaku mendapatkan informasi bahwa pemerintah akan memungut pajak dari amplop kondangan yang didapatkan masyarakat dari acara hajatan.
"Kami dengar dalam waktu dekat orang yang mendapat amplop di kondangan dan di hajatan akan dimintai pajak oleh pemerintah. Nah, ini kan tragis, sehingga ini membuat rakyat kami hari ini cukup menjerit," kata Mufti, dikutip dari Kompas.com, Kamis (24/7/2025).
Politikus PDI-P itu juga menyinggung kelompok masyarakat lain yang terkena pajak, seperti pelaku usaha daring dan influencer.
Menurutnya, kebijakan-kebijakan tersebut membuat pelaku UMKM dan generasi muda yang berjualan secara online merasa tidak aman untuk berusaha.
Mufti menilai, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sangat masif memungut pajak dari masyarakat sebagai upaya menambal defisit APBN akibat penerimaan negara yang berkurang karena dividen BUMN dialihkan ke BPI Danantara.
Pernyataan dari anggota dewan tersebut kemudian menuai beragam kritikan dan komentar dari warganet, salah satunya di X (Twitter).
"Amplop kondangan ibarat sumbangan sosial. Sumbangan sosial mana dikenakan pajak. Di Korea Selatan, kalau melakukan donasi maka akan dilakukan pemotongan 30 persen dari total biaya hidup. Artinya ada pengurangan pajak. DJP agak aneh kalau benar terjadi," tulis akun @RPurn*******.
"Amplop kondangan dipajakin, ya berarti besok kalau nikahan bawa uang yang banyak buat dimasukkin amplopnya ya teman teman," tulis akun @Jame********.
Baca juga: Amplop Kondangan Diisukan Akan Kena Pajak, DJP Langsung Buka Suara
Lantas, benarkah amplop kondangan akan dikenakan pajak?
Ditjen Pajak: Tidak Ada Rencana Pajaki Amplop Hajatan
Menanggapi komentar tersebut, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Rosmauli, mengatakan pihaknya tidak memiliki rencana untuk memungut pajak dari amplop kondangan.
DJP menegaskan bahwa uang pemberian dalam acara hajatan seperti pernikahan bukan objek pajak penghasilan (PPh) dan tidak ada rencana untuk mengenakan pungutan atasnya.
“Kami perlu meluruskan bahwa tidak ada kebijakan baru dari Direktorat Jenderal Pajak maupun pemerintah yang secara khusus akan memungut pajak dari amplop hajatan atau kondangan, baik yang diterima secara langsung maupun melalui transfer digital,” kata Rosmauli, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP kepada Kompas.com, Rabu (23/7/2025).
Rosmauli menjelaskan bahwa menurut ketentuan perpajakan yang berlaku, tidak semua tambahan ekonomi dianggap sebagai penghasilan yang dikenakan pajak.
Dalam praktiknya, pajak penghasilan hanya berlaku atas tambahan kemampuan ekonomis yang diterima secara rutin, profesional, atau berkaitan dengan pekerjaan dan kegiatan usaha.
Rosmauli bilang, selama pemberian tersebut bersifat pribadi, tidak rutin, dan tidak terkait hubungan pekerjaan atau kegiatan usaha, maka tidak dikenakan pajak dan tidak menjadi prioritas pengawasan DJP.
Baca juga: Ini Modus Penyalahgunaan Dana Desa Rp 2,2 M di Aceh Barat, Bikin Laporan Fiktif dan tak Bayar Pajak
Amplop Kondangan Bukan Objek Pajak Penghasilan
Penjelasan DJP mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Dalam Pasal 4 ayat (1) dijelaskan bahwa objek pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang bisa digunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan.
"Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun," bunyi Pasal 4 ayat (1) UU HPP.
Namun, dalam Pasal 4 ayat (3) juga disebutkan adanya pengecualian terhadap objek pajak, salah satunya berupa bantuan atau sumbangan.
Meski definisinya masih bersifat umum dan tidak merujuk langsung pada amplop kondangan, DJP menilai bahwa pemberian semacam itu tergolong dalam kategori yang tidak dikenai pajak.
Menurutnya, pernyataan anggota DPR tersebut muncul karena adanya kesalahpahaman terhadap prinsip perpajakan yang berlaku secara umum. Sebab, tidak semua kegiatan dapat dijadikan objek pajak.
Rosmauli menegaskan bahwa sistem perpajakan Indonesia menganut prinsip self-assessment, di mana masing-masing Wajib Pajak melaporkan sendiri penghasilannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
“DJP tidak melakukan pemungutan langsung di acara hajatan, dan tidak memiliki rencana untuk itu,” tegasnya.
Baca juga: Hampir Sebulan Kabel Listrik di Blang Padang Abdya Menjuntai ke Tanah
Baca juga: Cek Jadwal & Tarif Kapal Cepat Rute Sabang-Banda Aceh, Esok Berlayar 6 Trip
Baca juga: Eks Atlet Nasional Turun di Badminton Kapolda Aceh Cup 2025, Cek Profilnya
Sudah tayang di Kompas.com
Patuh Bayar Pajak, RSUD-TP Abdya Terima Piagam Apresiasi dari KPP Pratama Tapaktuan |
![]() |
---|
Membangun Ekonomi Kuat, Peran APBN dan Pajak, Mahasiswa PNL Gelar Kuliah Umum |
![]() |
---|
Bupati Aceh Besar Dorong Digitalisasi Pajak dan Retribusi |
![]() |
---|
Illiza akan Terbitkan Perwal Keringanan, Pengurangan, dan Pembebasan Pajak |
![]() |
---|
Wali Kota Banda Aceh Akan Terbitkan Perwal Keringanan Pajak Bagi Warga, Ini Besaran Pengurangannya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.