Fenomena Baru, Banyak Bu Guru Gugat Cerai Suami Setelah Diangkat jadi PPPK

Muncul fenomena baru belakangan ini, dimana banyak guru perempuan yang menggugat cerai suami setelah resmi diangkat menjadi ASN PPPK.

Editor: Yocerizal
Serambinews.com
BU GURU GUGAT CERAI SUAMI - Foto ini diolah menggunakan kecerdasan buata (AI), Jumat (25/7/2025). Saat ini muncul fenomena baru, dimana banyak guru perempuan yang menggugat cerai suami setelah resmi diangkat menjadi ASN PPPK. 

SERAMBINEWS.COM - Muncul fenomena baru belakangan ini, dimana banyak guru perempuan yang menggugat cerai suami setelah resmi diangkat menjadi ASN PPPK.

Isu ini sekarang sedang menjadi sorotan di beberapa daerah di Indonesia. 

Secara umum, alasan utama terjadinya gugat cerai itu karena ketidakcocokan dan kemandirian finansial setelah menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Fenomena itu antara lain terjadi di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, sebagaimana diberitakan Kompas.com, Kamis (24/7/2025).

Dalam beberapa bulan terakhir saja, sebanyak 20 guru sekolah dasar (SD) mengajukan gugatan cerai terhadap suami mereka.

Angka ini mengalami lonjakan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencatat 15 kasus selama setahun penuh.

Kepala Bidang Pengelolaan SD pada Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, Deny Setyawan, menjelaskan, lonjakan gugat cerai ini terjadi terutama di kalangan guru SD ASN yang berasal dari jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Disebutkannya, mayoritas penggugat merupakan guru perempuan yang mengajukan perceraian setelah mereka diangkat menjadi ASN. 

Baca juga: Ismunandar Resmi Dilantik jadi Ketua DPW PKS Aceh, Kasibun Daulay Sekretaris

Baca juga: Makin Memanas, Kedubes Thailand Minta Warganya Angkat Kaki dari Kamboja

“Jelas ini memang lonjakan kasus gugat cerai di kalangan guru ASN dalam hal ini jalur PPPK. Karena sepanjang tahun 2024 hanya ada 15 gugatan cerai oleh guru SD ASN ini,” kata Deny. 

Data yang dihimpun berasal dari rentang Januari hingga April atau Mei 2025. Deny memprediksi bahwa hingga pertengahan tahun jumlah ini kemungkinan besar akan bertambah. 

“Kalau sampai pertengahan tahun ini, sampai Juni, mestinya sudah bertambah lagi,” imbuhnya.

Meski tidak menyebut secara pasti alasan dalam setiap gugatan cerai guru SD di Blitar, Deny mengungkap bahwa sebagian besar perceraian tidak secara eksplisit dilandasi masalah ekonomi. 

Namun, ia menyoroti fakta bahwa gugatan cerai meningkat setelah para guru memiliki status ASN. 

“Mungkin dulunya mereka guru honorer atau GTT (guru tidak tetap), dan gugatan cerai itu diajukan setelah mereka diterima sebagai ASN PPPK,” terang Deny.

Dengan status baru tersebut, para guru perempuan memiliki pendapatan tetap yang menjadikan mereka lebih mandiri secara ekonomi. 

Deny menduga bahwa status tersebut juga membuat sebagian dari mereka memiliki pendapatan yang lebih tinggi daripada pasangan mereka. 

“Memang alasan yang mereka ajukan bukan alasan ekonomi, tapi kebanyakan karena alasan sudah tidak cocok lagi dengan pasangan, tapi fakta ini berbicara lain,” timpalnya.

Baca juga: Adu Kekuatan Militer Thailand Vs Kamboja, Siapa Lebih Unggul?

Baca juga: PT PEMA Kembali Kapalkan 3.113 Ton Sulfur dari Aceh ke Sulawesi

Deny juga mengungkap bahwa Dinas Pendidikan tidak memiliki kewenangan untuk mencegah perceraian. Tetapi pihaknya memastikan proses perceraian para guru ASN tersebut tetap mengikuti ketentuan yang berlaku dalam sistem kepegawaian. 

“Kalau kita pencegahan cerai tidak mungkin. Bagaimanapun cerai itu hak setiap orang dalam berumah tangga,” jelasnya.

Juga Terjadi di Cianjur

Fenomena yang sama juga terjadi di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Puluhan ASN perempuan yang baru saja menerima SK pengangkatan PPPK dilaporkan ramai-ramai mengajukan gugatan cerai terhadap suami mereka. 

Menurut data Pengadilan Agama dan dinas terkait, mengerucut pada satu kata yaitu kemandirian. 

Data yang dihimpun menunjukkan lonjakan signifikan dalam pengajuan cerai dari kalangan ASN PPPK di Cianjur. 

Dari sekitar 3.000 PPPK yang menerima SK pengangkatan tahun ini, tercatat 42 orang mengajukan permohonan cerai.

Rinciannya, 30 orang baru mengajukan dan 12 lainnya sudah dalam proses finalisasi.

Baca juga: Tiga Kapal Nelayan di Sabang Diperiksa, Dua ABK Positif Konsumsi Narkotika

Baca juga: VIDEO - Tertunggak Pembayaran Rp 1,8 Miliar, Kontraktor Gelar Aksi di Depan RS PMI Aceh Utara

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Cianjur, Ruhli, mengonfirmasi bahwa mayoritas pemohon adalah perempuan dari lingkungan pendidikan.

"Tadi saya cek ke bidang, ternyata ada 30 orang atau sekitar 1 persen dari PPPK yang diangkat tahun ini mengajukan cerai,"

"Sebagian besar perempuan yang menggugat suaminya," katanya kepada wartawan, dilansir Kamis 24 Juli 2025.

Pemicu utamanya adalah faktor ekonomi dan perselisihan yang sudah berlangsung lama. 

Status baru sebagai PPPK dengan gaji tetap dan tunjangan yang jelas, memberikan kekuatan finansial bagi para istri yang selama ini mungkin bergantung pada suami

"Pemicunya ekonomi. Salah satunya karena sekarang perempuannya sudah punya kemandirian ekonomi sebagai PPPK, sehingga menggugat cerai suaminya," tegasnya. 

Fenomena ini bukanlah berarti status ASN menjadi biang kerok terjadinya perceraian. 

Para ahli melihatnya sebagai "efek pelatuk" dari bom waktu masalah rumah tangga yang sudah lama terpendam.

Banyak dari perempuan ini diduga telah bertahun-tahun bertahan dalam pernikahan yang tidak sehat (toxic relationship). 

Baca juga: Thailand-Kamboja Memanas, KBRI Minta WNI Hindari Wilayah Perbatasan Konflik

Baca juga: Kisah Pilu Elisabeth Fritzl, Disekap Ayah Kandung 24 Tahun Dijadikan Budak Nafsu dan Lahirkan 7 Anak

Masalah seperti suami yang tidak memberi nafkah, pengangguran, judi, atau bahkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menjadi alasan yang selama ini terpaksa ditelan karena ketiadaan pilihan.

Ketika SK PPPK diterima, yang berarti ada jaminan pendapatan bulanan yang stabil, mereka seolah menemukan pintu keluar. 

Kemandirian finansial memberi mereka keberanian dan kekuatan untuk lepas dari belenggu hubungan yang menyiksa.

Bagaimana dengan Aceh?

Di Aceh, perkara cerai gugat juga mendominasi dibanding cerai talak, yang terus meningkat sejak beberapa tahun terakhir.

Mahkamah Syar’iyah Aceh mencatat, sebanyak 5.585 istri mengajukan gugat cerai suami sepanjang 2024, meningkat dari 4.726 perkara pada 2023.

Untuk tahun 2025, data perkara secara keseluruhan belum tersedia. Tetapi jika melihat per kabupaten/kota, kecenderungannya juga mengalami peningkatan.

Di Kota Banda Aceh misalnya, hingga Mei 2025 saja, tercatat lebih dari 300 gugatan cerai. 

Sementara pada tahun sebelumnya angka tersebut mencapai 800 lebih, dan mayoritas gugatan diajukan oleh pasangan muda. 

Baca juga: Ijazah SMA dan S1 Jokowi Disita Penyidik Polda Metro Jaya Usai Diperiksa 3 Jam, Terbukti Palsu?

Baca juga: 15 Orang Terluka dalam Bentrokan Berdarah di Ceramah Habib Rizieq Shihab, 4 Korban Polisi

Di Lhokseumawe, pada periode Januari-Maret 2025, terdapat 72 perempuan yang mengajukan cerai. 

Sedangkan di Pidie, hingga akhir Januari 2025, Mahkamah Syar'iyah Sigli telah menerima 50 perkara cerai gugat. 

Tetapi masih belum diketahui apakah trend peningkatan cerai gugat di Aceh itu juga berhubungan dengan pengangkatan besar-besaran PPPK.

Tetapi secara umum, mayoritas cerai gugat itu menimpa pasangan muda, dengan motif yang beragam mulai dari masalah ekonomi, perselingkuhan, dan kekerasan dalam rumah tangga.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved