Liputan Eksklusif Aceh

20 Tahun Damai Aceh, Ini Pesan Ketua MPU Aceh Tgk H Faisal Ali

Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama atau MPU Aceh, Tgk H Faisal Ali atau Lem Faisal, memaknai 20 tahun damai Aceh dengan rasa syukur kepada Allah SWT

Penulis: Indra Wijaya | Editor: Mursal Ismail
SERAMBINEWS.COM/AGUS RAMADHAN
DAMAI ACEH - Ketua MPU Aceh, Tgk H Faisal Ali, menyampaikan pendapatnya tentang 20 tahun damai Aceh yang jatuh besok, Jumat, 15 Agustus 2025. 

Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama atau MPU Aceh, Tgk H Faisal Ali atau Lem Faisal, memaknai 20 tahun damai Aceh dengan rasa syukur kepada Allah SWT.

Laporan Indra Wijaya | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Kini sudah dua dekade damai Aceh pasca konflik yang berkepanjangan dengan Pemerintah RI.

Ribuan nyawa terbunuh, rumah rusak, pendidikan mandek, hingga pembangunan di Aceh tak berjalan kala itu.

Masyarakat dihantui rasa ketakutan akan terkena timah panas. Beruntung konflik berkepanjangan itu akhirnya mereda, usai Aceh diluluhlantakkan oleh bencana gempa dan tsunami 2004 silam.

GAM dan Pemerintah RI kemudian sepakat berdamai pada yang ditandai dengan penandatanganan MoU Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005. 

Kini 20 tahun pasca Aceh Damai, perubahan sudah tampak nyata. Masyarakat kini dapat bergerak bebas tanpa rasa takut. Pendidikan dapat dirasakan seluruh anak-anak hingga pelosok Aceh

Provinsi Aceh kini tak kelam seperti 20 tahun lalu, rakyat hidup lebih leluasa tanpa dihantui rasa takut oleh bedil dan suara tembakan.

Baca juga: 20 Tahun Damai Aceh, Rektor UTU Minta Pusat tidak Abaikan Kewenangan Daerah

Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama atau MPU Aceh, Tgk H Faisal Ali atau Lem Faisal, memaknai 20 tahun damai Aceh dengan rasa syukur kepada Allah SWT. 

Pasalnya, dalam konteks kebatinan, kemerdekaan perasaan sungguh sangat luar biasa dirasakan masyarakat.

“Kalau dulu kita ada rasa was-was dalam hati ke mana-mana, sekarang itu sudah tidak ada apa pun lagi,” kata Lem Faisal saat dihubungi Serambinews.com, Kamis (14/8/2025).

Meski dalam konteks kesejahteraan. saat ini masih ada yang hidup dalam garis kemiskinan. Akan tetapi rasa syukur tersebut tak boleh pudar dari hati masyarakat Aceh.

Namun menurut pria yang juga akrab disapa Abu Sibreh tersebut, terdapat dua tantangan dalam memaknai 20 tahun damai Aceh.

Tantangan pertama yakni bersifat eksternal.

Baca juga: 20 Tahun Perdamaian Aceh, Humam Hamid: Perjanjian Helsinki Akhiri Perang, Damai Aceh Belum Menang

Di mana saat ini masih ada beberapa turunan dari MoU Helsinki dan undang-undang nomor 11 sebagai implementasi penjabaran dari MoU Helsinki itu belum 100 persen terealisasi.

Ada dua poin krusial yang harus segera direalisasikan dalam butir-butir MoU Helsinki tersebut. Pertama adalah soal pembagian hasil alam Aceh 70-30 dan juga terkait zakat menjadi pengurangan pajak.

Dimana hingga poin zakat sebagai pengurangan pajak tersebut belum terealisasi. Padahal kata Abu Sibreh, Aceh punya Baitul Mal yang bekerja sangat profesional dalam mengumpulkan dan menyalurkan zakat. 

“Sehingga ini perlu menjadi perhatian pemerintah pusat dan Aceh. Karena ini merupakan bagian dari butir MoU Helsinki,” jelasnya.

Karenanya, ia berharap kepada pemerintah Republik Indonesia agar seluruh turunan yang terkait dengan MoU Helsinki itu diselesaikan dengan secepat-cepatnya. Lalu tantangan kedua adalah dari internal.

Hilangkan Rasa Tamak

Ketua MPU Aceh, Tgk H Faisal Ali menggaris bawahi tantangan kedua tersebut kepada pemimpin di Aceh yang memiliki tanggung jawab.

Ia menekankan agar para eksekutif, legislatif, yudikatif untuk memperbanyak sifat kasih sayangnya.

Sebab menurutnya, dengan ia memperbanyak rasa sayangnya, maka sang pemimpin tersebut akan berusaha peduli, dan bekerja untuk menyejahterakan masyarakat.

”Jadi dia ingin memperkuat masyarakat dan menghilangkan rasa ketamakan,” ujarnya.

asalnya, dengan masih adanya rasa tamak dari seorang pemimpin, ia akan merasa tidak cukup dengan apa yang ia terima. Bahkan rasa tamak ini sudah menyentuh pada garis yang tidak bisa ditoleransi lagi. 

“Jadi perkecillah ketamakan, jangan terlalu besar. Perbesar itu qanaah atau sikap merasa cukup dan rela menerima apa yang telah diberikan oleh Allah SWT.

Ini yang perlu dilakukan di tingkat internal pada 20 tahun damai Aceh ini,” tegasnya.

Tak perlu menimbun harta terlalu banyak dengan cara-cara “yang tidak baik,” sambungnya.

Terlebih Aceh sendiri dikenal kental dengan keagamaannya. Ia menyarankan agar meninggalkan sesuatu yang tidak penting. Sebab, agama sangat dijunjung tinggi di Aceh.

Tak hanya soal shalat, setiap pejabat di Aceh juga harus memiliki qanaah.

“Berlakulah adil untuk semuanya. Itu saja satu kalimat adil untuk semuanya. Ini sudah membuat damai itu akan langgeng,” pungkasnya. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved