KUPI BEUNGOH
Aceh dan Kemerdekaan yang Masih Tertunda
Aceh punya modal besar kekayaan alam, posisi geostrategis, sejarah gemilang, dan identitas kuat sebagai pusat Islam Nusantara
Para pedagang dari Inggris, Prancis, Denmark, Portugis, hingga Belanda berebut izin membeli lada dari pos dagang Aceh yang terbatas.
Kesultanan memanfaatkan sebagai instrumen diplomasi dengan kekuatan besar seperti Ottoman-Turki.
Kini, peran strategis itu bisa kembali jika kita cermat membaca peluang.
Selat Malaka masih menjadi jalur perdagangan tersibuk dunia, dan sekitar 65 persen pasokan migas Tiongkok melintasi perairan ini. Artinya, Aceh punya peluang besar menjadi hub energi dan logistik internasional.
KEK Arun Lhokseumawe bisa dikembangkan sebagai pusat pengolahan migas dan petrokimia, sementara Pelabuhan Sabang dengan status Kawasan Perdagangan Bebas dapat difungsikan sebagai pelabuhan transshipment internasional.
Baca juga: Nathania Putri Diwansyah, Sosok ‘Humble’ dan Disiplin, Wakili Aceh sebagai Paskibraka Nasional 2025
Selain itu, kerangka kerja sama subregional IMT-GT (Indonesia–Malaysia–Thailand Growth Triangle) membuka peluang Aceh memperluas pasar ekspor produk halal, perikanan, dan UMKM ke Asia Tenggara.
Kedekatan historis Aceh dengan India dan Turki juga bisa menjadi pintu masuk memperkuat jejaring perdagangan hingga Asia Selatan dan Eropa.
potensi tidak otomatis menjadi kesejahteraan. Dibutuhkan kepemimpinan visioner, keberanian politik.
Jika hanya mengulang pola lama ekstraksi sumber daya tanpa hilirisasi Aceh akan tetap menjadi penonton dalam dinamika Indo-Pasifik. potensi itu hanya akan mengulang kutukan sumber daya (resource curse): kaya SDA tapi raykat tetap miskin.
Kemerdekaan Ekonomi yang Tertunda
Kemerdekaan sejati bukan sekadar upacara bendera, melainkan kedaulatan dalam mengelola kekayaan sendiri. Rakyat Aceh harus menjadi aktor utama, bukan sekadar penonton.
Investasi memang penting, tetapi jangan sampai Aceh hanya menjadi ladang bagi korporasi luar, sementara generasi mudanya tetap menganggur.
Baca juga: Meriahkan HUT Ke-80 RI, Atraksi Paralayang Tampil Memukau di Langit Abdya
Aceh memiliki peluang besar di sektor Blue Economy, pariwisata halal, perikanan berkelanjutan, energi terbarukan, dan industri berbasis komoditas lokal.
Bayangkan jika produk perikanan Aceh bisa menembus pasar India, Timur Tengah, hingga Afrika. Atau jika kopi Gayo, yang sudah mendunia, dipadukan dengan branding wisata halal dan sejarah Islam Aceh.
Semua ini bisa menciptakan lapangan kerja, menggerakkan UMKM, sekaligus memperkuat identitas Aceh di mata dunia.
Namun, peluang itu hanya bisa diraih jika ada sinergi antara pemerintah, masyarakat, akademisi, dan dunia usaha.
Merdeka yang Tertunda: Dari Proklamasi ke Penjajahan Nafsu dan HIV/AIDS |
![]() |
---|
Konsolidasi Mahasiswa, Santri, Pemuda dan Perempuan Memperjuangkan serta Mengisi Kemerdekaan RI |
![]() |
---|
Indonesia di Simpang Jalan Ke-80: Refleksi atas Ujian Kemerdekaan |
![]() |
---|
Renungan Buya Hamka untuk Dunia Kedokteran |
![]() |
---|
Urgensi Pendidikan Politik untuk Merawat Perdamaian Aceh Pasca Dua Puluh Tahun |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.