KUPI BEUNGOH
Aceh dan Kemerdekaan yang Masih Tertunda
Aceh punya modal besar kekayaan alam, posisi geostrategis, sejarah gemilang, dan identitas kuat sebagai pusat Islam Nusantara
Sisa dana Otsus yang tinggal beberapa tahun harus diarahkan untuk membangun fondasi ekonomi produktif dan mandiri.
Membangun Jalan Kedaulatan
Agar peluang besar itu dinikmati rakyat, ada lima agenda mendesak:
Hilirisasi SDA. Migas, hasil hutan, dan produk pertanian Aceh tidak boleh lagi hanya diekspor mentah.
Harus ada industri pengolahan di dalam daerah untuk menciptakan nilai tambah dan lapangan kerja.
Diversifikasi Ekonomi tidak hanya bergantung pada migas atau transfer pusat. Blue Economy, pariwisata halal, dan energi terbarukan harus jadi pilar baru.
Konektivitas Regional. Bandara Sultan Iskandar Muda harus diperkuat sebagai pintu utama wisatawan, dan pelabuhan ditingkatkan untuk menghubungkan Aceh dengan India, Timur Tengah, dan Asia Tenggara.
Reformasi Tata Kelola. Transparansi, akuntabilitas, dan perencanaan berbasis data ilmiah mutlak diperlukan.
Pembangunan Berkelanjutan. Hutan tropis Aceh adalah paru-paru Sumatera sekaligus habitat satwa kunci dunia.
Momentum 17 Agustus
Peringatan Kemerdekaan tahun ini harus menjadi momentum kebangkitan.
Aceh tidak boleh lagi hanya menjadi penerima dana, tetapi harus tampil sebagai motor pertumbuhan ekonomi hijau dan berkelanjutan di barat Indonesia.
Baca juga: Bupati Nagan Apresiasi Aksi Heroik Murid SD Seumot Panjat Tiang Bendera Saat Upacara HUT Ke-80 RI
Aceh punya modal besar kekayaan alam, posisi geostrategis, sejarah gemilang, dan identitas kuat sebagai pusat Islam Nusantara.
Yang dibutuhkan sekarang adalah keberanian untuk melepaskan diri dari pola pikir ketergantungan, serta tekad untuk mengelola sumber daya dengan cerdas, berkelanjutan, dan adil bagi rakyat.
Kemerdekaan sejati Aceh adalah ketika kekayaan alamnya benar-benar dikelola untuk menyejahterakan rakyat, menjaga lingkungan, dan memperkuat posisi Indonesia di panggung dunia.
Jika itu terwujud, maka Aceh tidak hanya menjadi saksi sejarah kemerdekaan, tetapi juga benteng masa depan kedaulatan bangsa.
Dalam hikayat Prang Sabi disampaikan “ Hai sekalian umat, jangan takut berperang dijalan Allah.
Lebih mulia mati syahid di medan laga, daripada hidup terjajah dan hina dina. Rencong di tangan, doa di hati, itulah jalan kemerdekaan sejati”.
*) PENULIS adalah Praktisi Pembangunan Berkelanjutan dan Peneliti di PSLH UIN-Ar-Raniry, Banda Aceh
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI
Merdeka yang Tertunda: Dari Proklamasi ke Penjajahan Nafsu dan HIV/AIDS |
![]() |
---|
Konsolidasi Mahasiswa, Santri, Pemuda dan Perempuan Memperjuangkan serta Mengisi Kemerdekaan RI |
![]() |
---|
Indonesia di Simpang Jalan Ke-80: Refleksi atas Ujian Kemerdekaan |
![]() |
---|
Renungan Buya Hamka untuk Dunia Kedokteran |
![]() |
---|
Urgensi Pendidikan Politik untuk Merawat Perdamaian Aceh Pasca Dua Puluh Tahun |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.