Liputan Eksklusif Aceh
Ironi, Sarang Buaya Jadi Tempat Warga Aceh Singkil Mengais Rezeki
Warga juga memiliki kepercayaan bahwa tumpukan lokan di dasar sungai merupakan tempat buaya tidur.
Penulis: Dede Rosadi | Editor: Saifullah
Laporan Eksklusif Dede Rosadi | Aceh Singkil
SERAMBINEWS.COM, SINGKIL - Lokasi rawan buaya di Kabupaten Aceh Singkil justru merupakan tempat warga lokal mencari nafkah hidup.
Mulai dari mencari lokan (kerang sungai-red), menangkap udang, mencari pakan ternak, lele, ikan, dan mengambil pucuk nipah.
Pencari lokan dan teripang paling kerap berkonflik dengan buaya, lantaran dilakukan dengan cara menyelam.
Uniknya satu sisi warga tahu di mana banyak lokan, di situ buaya bersarang.
Warga juga memiliki kepercayaan bahwa tumpukan lokan di dasar sungai merupakan tempat buaya tidur.
Namun tetap nekat menyelam mengambil lokan, kendati berisiko sewaktu-waktu berhadap dengan buaya.
Baca juga: Kisah Korban Selamat dari Terkaman Buaya di Aceh Singkil, Mengais Nafkah dengan Tangan tak Sempurna
Sedangkan di perairan laut Kecamatan Pulau Banyak Barat, habitat buaya air asin merupakan lokasi menangkap teripang, lobster, dan ikan.
Alasan ekonomi jadi penyebab warga nekat menerobos sarang buaya untuk mencari nafkah.
Kaetek, penduduk Teluk Rumbia, Kecamatan Singkil, mendapat serangan buaya ketika sedang mencari pakan bebek peliharanya di sungai.
Lain lagi dengan pencari lokan, walau mengetahui ada buaya, namun demi menopang hidup sehari-hari tetap nekat menyelam sungai.
Mulanya warga percaya kalau niat baik, si nenek tak mengganggu.
Baca juga: Liputan Eksklusif Aceh : Menguji Nyali di Sarang Buaya Aceh Singkil
Nenek merupakan sebutan warga lokal kepada buaya.
Bahkan ada kepercayaan bahwa Lembong, salah satu marga yang mendiami Aceh Singkil, memiliki pertalian khusus dengan buaya.
Kepercayaan itu, membuat warga bisa hidup berdampingan dengan buaya.
Memasuki tahun 2007, barulah terjadi konflik manusia dengan buaya.
Sejak saat itu, korban serangan buaya terus berjatuhan.
Pencari pucuk nipah tak pernah berkonflik dengan buaya.
Baca juga: 6 Meninggal & 7 Luka-luka, Korban Konflik Manusia vs Buaya di Aceh Singkil Sepanjang 2007-2025
Kendati hamparan tumbuhan nipah merupakan habitat buaya.
Pencari pucuk nipah, berada di daratan.
Sehingga mudah menghindar ketika tepergok buaya.
Sebaliknya pencari lokan, udang, dan pakan ternak, harus masuk ke sungai.
Hal itu membuatnya sulit mendeteksi kehadiran buaya.
Tumpang tindihnya ruang hidup atau habitat buaya dengan lokasi warga mencari nafkah menjadi salah satu pemicu konflik buaya versus manusia.
Baca juga: Konflik Berkepanjangan Manusia vs Buaya di Aceh Singkil, Belasan Korban Berjatuhan
Sungai dan laut di Kabupaten Aceh Singkil, beberapa di antaranya diketahui sejak lama merupakan habitat alami buaya.
Belakangan terjadi perluasan wilayah aktivitas nelayan laut dan sungai.
Kondisi itulah menyebabkan tumpang tindih dengan habitat buaya, sehingga menumbuhkan potensi konflik.
"Akibat tumpang tindih ruang hidup atau habitat," kata Kepala Dinas Perikanan Aceh Singkil, Saiful Umar mengungkapkan salah satu faktor penyebab konflik manusia dengan buaya.
Mesti ada solusi agar warga tetap bisa mendapatkan nafkah tanpa harus bersinggungan dengan hewan predator.
Warga secara individu ada yang memulainya dengan membuka paket wisata petualangan melihat buaya di alam liar.
Atraksi wisata itu memikat wisatawan Eropa, yang rela datang jauh-jauh untuk merasakan sensasi melihat buaya dari jarak dekat.
Baca juga: Selera Wisatawan Eropa Memang Beda, Datang Jauh-jauh ke Singkil hanya Mau Lihat Buaya
Andang, penduduk Suka Makmur, Kecamatan Singkil, yang memulai mengubah tantangan menjadi peluang penghasil cuan.
Menggandeng Dayah sebagai juru mudi perahu, kedua penduduk daerah aliran sungai itu, membuka layanan wisata petualangan Eropa melihat buaya.
"Wisatawan Eropa sangat senang, karena mereka tahu buaya merupakan predator. Tapi di daerah kita bisa dilihat,” terangnya.
“Turis Eropa juga menyukai sungai dan alam yang masih terjaga," kata Andang.
Baca juga: Belasan Tahun Konflik Manusia dan Buaya di Aceh Singkil, Belum Ada Solusi
Peluang itu, sudah seharusnya dapat dikemas lebih memikat lagi agar memberikan multiplier effect (efek pengganda) ekonomi.(*)
Liputan Eksklusif Aceh
buaya
sarang buaya
warga cari nafkah di sarang buaya
konflik buaya dan manusia
buaya versus warga
Aceh Singkil
Serambinews.com
Serambi Indonesia
Kisah Korban Selamat dari Terkaman Buaya di Aceh Singkil, Mengais Nafkah dengan Tangan tak Sempurna |
![]() |
---|
Liputan Eksklusif Aceh : Menguji Nyali di Sarang Buaya Aceh Singkil |
![]() |
---|
6 Meninggal & 7 Luka-luka, Korban Konflik Manusia vs Buaya di Aceh Singkil Sepanjang 2007-2025 |
![]() |
---|
Konflik Berkepanjangan Manusia vs Buaya di Aceh Singkil, Belasan Korban Berjatuhan |
![]() |
---|
Jadi Tokoh Kunci, Gubernur Aceh Terima Penghargaan Tokoh Perdamaian dari UIN Ar-Raniry |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.