Salam

Swasembada Pangan Tanggung Jawab Bersama

Itu terlihat salah satunya dari subsektor tanaman pangan yang anjlok 6 persen secara tahunan pada kuartal II-2025.

Editor: mufti
IST
ILUSTRASI SWASEMBADA PANGAN 

HARIAN Serambi Indonesia edisi Senin (18/8/2025) memberitakan, pemerintah terus menambah anggaran ketahanan pangan untuk mendukung target swasembada. Namun, meski anggaran terus bertambah, swasembada pangan dinilai masih sulit dicapai dalam 5 tahun ke depan. Pada tahun 2025, anggaran ketahanan pangan tercatat sebesar Rp155,5 triliun, lalu untuk 2026 naik menjadi Rp164,4 triliun. Namun, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, menilai bahwa peningkatan anggaran ini belum sepenuhnya efektif.

Itu terlihat salah satunya dari subsektor tanaman pangan yang anjlok 6 persen secara tahunan pada kuartal II-2025. Padahal, pemerintah sudah mengalokasikan dana besar untuk program makan bergizi gratis (MBG) yakni Rp71 triliun pada tahun ini. “Seharusnya kalau kebutuhan pangan naik, produksinya juga ikut terdorong, bukan malah turun,” jelas Bhima.

Bhima menilai, anggaran ketahanan pangan yang ada memang tak cukup untuk mengejar swasembada pangan yang ideal. Namun, dengan dana yang ada, ia menilai pemerintah perlu mengarahkannya sesuai kebutuhan.  Dikatakan, ada beberapa prioritas yang seharusnya didahulukan pemerintah, di antaranya, memangkas rantai distribusi logistik agar petani mendapat nilai tambah, pemberian subsidi pupuk yang lebih efektif, serta regenerasi petani muda.

Ia juga menekankan pentingnya pengurangan impor pangan untuk sejumlah komoditas strategis, sementara swasembada difokuskan hanya pada beras dan jagung. Meski begitu, Bhima mengakui tidak semua komoditas bisa diproduksi di dalam negeri. Gandum dan bawang putih, misalnya, tetap harus diimpor karena keterbatasan iklim dan lahan. Secara keseluruhan ia menilai target swasembada dalam lima tahun ke depan masih sulit dicapai. 

Apa yang disampaikan Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira Adhinegara, di atas kiranya perlu menjadi perhatian serius dari pemerintah melalui berbagai lembaga terkait. Di balik itu, harus kita akui bahwa tanggung jawab swasembada pangan tak mungkin hanya dibebankan kepada pemerintah atau petani semata, tapi semua elemen masyarakat harus ikut bertanggung jawab untuk mewujudkan hal tersebut. Alasannya, swasembada pangan bukanlah sekadar jargon politik atau cita-cita pembangunan, melainkan kebutuhan fundamental bagi kelangsungan hidup bangsa. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, dan bergizi menjadi syarat utama bagi terciptanya generasi yang sehat, produktif, dan berdaya saing di masa sekarang dan yang akan datang. 

Di satu sisi, pemerintah memang wajib hadir dengan berbagai kebijakan yang berpihak pada petani. Namun di sisi lain, petani sebagai ujung tombak produksi juga perlu terus meningkatkan produktivitas dan kualitas komoditas pangan yang mereka hasilkan. Selain itu, sektor swasta atau dunia usaha, perguruan tinggi dan lembaga riset, lembaga keuangan/perbankan, organisasi masyarakat sipil/LSM, media massa, serta masyarakat juga harus berperan aktif dalam membangun dan mendukung terwujudnya swasembada pangan sesuai dengan tupoksinya masing-masing.

Masyarakat misalnya. Adapun peran yang bisa dilakukan oleh masyarakat guna mewujudkan swasembada pangan, antara lain, dengan menjaga pola konsumsi secara bijak, menghargai produk dalam negeri, tidak boros, dan mengutamakan konsumsi pangan lokal. Hal ini menjadi sangat penting karena swasembada pangan hanya akan menjadi sebatas retorika jika masyarakat masih enggan mengonsumsi berbagai jenis pangan lokal.

Tanpa kemandirian pangan, kita akan terus bergantung pada impor dan rentan terjadinya fluktuasi harga secara global, hingga membuat ketahanan nasional terancam. Karena itu, kini sudah saatnya seluruh elemen rakyat bersatu dengan menjadikan swasembada pangan sebagai tanggung jawab bersama, dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai negara dan bangsa yang berdaulat di bidang pangan. Semoga! (*)

 

POJOK

Ayah bunuh anak kandung

Makin aneh aja negeri ini ya?

Dana desa tetap jadi talangan kopdes

Tapi jangan kopdes sampai jadi ‘benalu’ yang mengrogoti dana desa kan?

Ribuan napi di Aceh terima remisi HUT RI

Ini salah satu berkah dari peringatan hari kemerdekaan kan?

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved