Salam
Pea Bumbung Menunggu Uluran Tangan Negara
Jalur yang bukan hanya menjadi akses harian warga, tetapi juga dikenal sebagai jalur evakuasi tsunami, kini kembali putus setelah tergerus air
Kerusakan pada jalan alternatif Singkil–Gunung Meriah via Pea Bumbung untuk kesekian kalinya seharusnya menjadi alarm keras bagi semua pihak, terutama pemerintah daerah. Jalur yang bukan hanya menjadi akses harian warga, tetapi juga dikenal sebagai jalur evakuasi tsunami, kini kembali putus setelah tergerus air.
Ironisnya, kejadian serupa telah terjadi pada November 2024, namun perbaikan yang dilakukan sebatas penimbunan darurat. Fakta bahwa jalan ini kembali rusak setahun kemudian menunjukkan bahwa pelajaran belum benar-benar diambil. Kerusakan pada infrastruktur vital tidak bisa terus ditangani dengan pendekatan tambal-sulam.
Jalan yang menghubungkan Singkil dan Gunung Meriah ini bukan hanya mempersingkat waktu tempuh, tetapi menjadi tumpuan mobilitas masyarakat, roda ekonomi, dan jalur keselamatan pada saat bencana. Ketika akses ini terputus, yang terdampak bukan sekadar kendaraan yang tersendat, melainkan kehidupan warga yang terhambat dan keselamatan yang dipertaruhkan.
Pemandangan warga, khususnya anak muda, yang secara sukarela membantu mendorong kendaraan yang terjebak, memang menggugah. Namun, solidaritas masyarakat tidak boleh menutupi fakta bahwa penanganan struktural adalah tanggung jawab pemerintah. Setiap hujan deras yang datang tidak boleh lagi menjadi ancaman laten bagi infrastruktur dasar.
Pemerintah daerah dan provinsi harus segera melakukan kajian teknis yang memadai, membangun konstruksi permanen, dan memperkuat area rawan gerusan air. Tanpa itu, jalan ini akan kembali menjadi korban siklus bencana yang sama.
Sudah saatnya pemerintah memberikan perhatian serius, bukan reaksi sesaat. Jalan ini merupakan bagian dari sistem mitigasi bencana. Mengabaikannya sama saja dengan mengabaikan keselamatan ribuan warga yang bergantung pada jalur evakuasi tersebut. Kita tidak boleh menunggu hingga kerusakan berikutnya menimbulkan korban.
Sebelumnya diberitakan, jalan alternatif Singkil-Gunung Meriah, via Pea Bumbung, Kabupaten Aceh Singkil, putus. Hal itu terjadi akibat terus menerus tergerus air dari sisi sebelah barat jalan yang meningkat setelah hujan mengguyur sepanjang pekan ini.
Jalan tersebut lebih terkenal disebut jalur evekuasi tsunami. Lantaran dibangun sebagai langkah mitigasi bencana tsunami di Aceh Singkil.
Pantauan Serambi pada Minggu (23/11/2025), aliran air terus memperdalam badan jalan hingga membentuk sungai dadakan. Pengendara roda dua dan becak kesulitan melintas. Beruntung di lokasi banyak anak muda yang membantu mendorong.
Kendaraan roda empat yang sudah terlanjur datang memaksa melintas dengan bantuan dorongan anak muda. Kedalaman badan jalan yang tergerus air sudah mencapai kira-kira 40 centimeter. Diprediksi terus bertambah dalam seiring makin derasnya arus air. "Tambah dalam, kemarin masih bebas lewat," kata Berutu seorang warga di lokasi.
Sebagai catatan, November 2024 lalu jalan tersebut putus akibat banjir. Kemudian dilakukan penutupan dengan cara ditimbun. Nahas setahun kemudian, ketika volume air di sisis sebelah barat jalan naik akibat hujan, tanah timbunan tergerus, sehingga memutuskan jalan.
Untuk itu, sekali lagi, kita berharap agar Pemerintah benar-benar hadir untuk menanggulanginya. Artinya, bukan hanya hadir saat krisis berlangsung, tetapi juga bisa memastikan krisis itu tidak terulang. Kesadaran ini tidak boleh ikut tergerus air, seperti jalan yang kini kembali putus. Semoga!
POJOK
Tahun depan Perpustakaan Aceh buka malam, kata Kepala DPKA Syaridin
Malam buka, tapi kalau siang tutup sama saja, kan?
Sebanyak 250 ton beras ilegal masuk ke Indonesai lewat Sabang
Hehehe, BPKS dan kinerjamu kini…
Bahasa Aceh sumbang 435 kosakata ke KBBI, kata Umar Solikhan
Apakah masuk kata-kata yang ini: pungo, seude, bulut, paleh, geuntot?
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/aceh/foto/bank/originals/jalan-alternatif-putus.jpg)