Kupi Beungoh
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa
Fenomena ini sejalan dengan hasil Universe 25, di mana makhluk hidup yang mendapat segalanya tanpa tantangan, akhirnya kehilangan daya juang...
Jika kampus hanya memberi gelar tanpa menanamkan disiplin, etos kerja, dan tantangan intelektual, maka yang lahir adalah “generasi tikus istana” yaitu individu yang nyaman di zona aman, enggan bersaing, dan cepat runtuh di hadapan tekanan dunia nyata.
Perguruan tinggi harus menghindari jebakan “kemudahan akademik” yang mengorbankan kualitas.
Proses belajar memang berat, tetapi justru di situlah lahir generasi berkarakter tangguh yang tahan banting, memiliki etos kerja tinggi, dan berani berpikir kritis.
Kemudahan akademik yang dimaksud bukanlah inovasi teknologi yang memudahkan pembelajaran, melainkan penurunan standar seperti tugas yang asal jadi, ujian yang formalitas, plagiarisme yang dibiarkan, dan penilaian yang memanjakan.
Di ruang seperti ini, mahasiswa tidak lagi berjuang keras memahami makna belajar, melainkan sekadar mencari jalan pintas menuju kelulusan.
Padahal, pendidikan sejatinya adalah proses yang berat.
Ia menuntut kita membaca lebih banyak, berpikir lebih dalam, berdiskusi lebih kritis, meneliti lebih teliti, dan berani gagal berulang kali.
Sama seperti otot yang hanya tumbuh ketika diberi beban, karakter dan intelektualitas hanya terbentuk ketika diuji oleh kesulitan.
Perguruan tinggi yang sehat akan menjaga standar akademik yang tinggi, meski ada risiko membuat sebagian mahasiswa kewalahan.
Ia akan memelihara integritas akademik dengan nol toleransi terhadap kecurangan, dan membangun budaya debat sehat yang mengasah keberanian intelektual.
Tantangan untuk Departemen Kesehatan
Di sektor kesehatan, fenomena “zona nyaman yang mematikan inovasi” dapat terlihat jelas pada pola pelayanan dan distribusi tenaga medis.
Ruang perawatan yang megah, peralatan mutakhir, dan anggaran yang melimpah tidak akan otomatis meningkatkan mutu layanan jika sumber daya manusianya kehilangan dedikasi, empati, dan rasa tanggung jawab moral terhadap pasien.
Tanpa pembinaan berkelanjutan dan sistem evaluasi yang jujur, tenaga Kesehatan baik dokter, perawat, maupun tenaga pendukung dapat terjebak pada rutinitas nyaman.
Mereka mungkin hadir tepat waktu, tetapi bekerja sekadar menggugurkan waktu dan kewajiban, melaksanakan prosedur sesuai daftar ceklis.
Guru Besar
Guru Besar USK
Kemunduran Bangsa
kupi beungoh
Serambinews.com
Serambi Indonesia
Serambinews
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Ketika Guru Besar Kedokteran Bersatu untuk Indonesia Sehat |
![]() |
---|
PT Arah Maju Produktif, Lokomotif Baru Aceh Selatan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.