Sidang Kasus Doka 2018

Orang Dekat Irwandi Yusuf Bisa Didakwa Pasal Suap terhadap Penyelenggara Negara, Ini Kata Ahli Hukum

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TERDAKWA kasus dugaan suap Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) 2018 dan kasus dugaan penerimaan gratifikasi pelaksanaan proyek pembangunan Dermaga Sabang, Irwandi Yusuf (kiri) berbincang dengan kuasa hukumnya saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (25/2). Sidang gubernur Aceh nonaktif tersebut beragendakan mendengarkan keterangan enam orang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Ahli hukum pidana dari Universitas Bhayangkara Surabaya, Solehudin mengatakan bahwa warga sipil bisa saja dikenakan pasal suap terhadap penyelenggara negara.

Syaratnya, warga sipil tersebut terbukti secara bersama-sama dengan penyelenggara melakukan tindak pidana korupsi.

Hal itu dikatakan Solehudin saat memberikan keterangan sebagai ahli di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (4/3/2019).

Solehudin dihadirkan oleh terdakwa Teuku Saiful Bahri yang didakwa menerima suap bersama-sama Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf.

"Bisa diterapkan, tetapi harus di-juncto atau dihubungkan dengan penyertaan atau pembantuan," ujar Solehudin.

Baca: Terkait Kasus Dermaga Sabang, Saksi Sebut Irwandi Yusuf Terima Uang Sekitar Rp 29,89 Miliar

Baca: Sidang Kasus DOKA, Kontraktor Mengaku Pernah Serahkan Rp 1 Miliar ke Orang Dekat Irwandi Yusuf

Baca: Tujuh Bulan Pasca OTT KPK di Aceh, Muncul Petisi Rakyat Aceh Tolak Kriminalisasi Irwandi Yusuf

Dalam kasus ini, Saiful dan Irwandi Yusuf didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Adapun, Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 merupakan pasal yang mengatur penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji.

Menurut Solehudin, subjek hukum dalam pasal tersebut adalah pegawai negeri atau penyelenggara negara.

Dengan demikian, warga sipil biasa tidak dapat didakwa dengan pasal tersebut.

Kecuali, menurut Solehudin, apabila warga sipil tersebut melakukan perbuatan yang memenuhi konsep membantu perbuatan pidana.

Meski demikian, kata dia, jaksa penuntut umum harus menerangkan secara jelas identitas penyelenggara negara sebagai subjek hukum dalam surat dakwaan.

Jaksa juga wajib menguraikan perbuatan yang dilakukan warga sipil yang membantu penyelenggara tersebut.

"Harus ada komunikasi yang intensif dari aktor utama kepada orang yang turut serta melakukan. Jaksa harus menjelaskan ada komunikasi aktif, misalnya pendelegasian tugas," kata Solehudin.

Ahli hukum pidana dari Universitas Bhayangkara Surabaya Solehudin saat memberikan keterangan sebagai ahli di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (4/3/2019). (KOMPAS.com/ABBA GABRILIN)

Baca: Jadi Saksi, Fadhilatul Amri Ungkap Peran Steffy Burase Dalam Pemberian Suap kepada Irwandi Yusuf

Baca: Jenguk Irwandi Yusuf, Elite Nasdem Aceh: Waktu Pilgub Jadi Lawan, Tapi Sekarang Harus Kami Dukung

Baca: Ini Isi Lengkap Petisi Rakyat Aceh Hentikan Kriminalisasi Gubernur Aceh Irwandi Yusuf

Dalam kasus ini, Gubernur nonaktif Aceh Irwandi Yusuf didakwa menerima suap Rp 1,050 miliar dari Bupati Bener Meriah Ahmadi.

Suap tersebut diberikan melalui staf dan orang kepercayaan Irwandi, yakni Hendri Yuzal dan Teuku Saiful Bahri.

Halaman
12

Berita Terkini