Luar Negeri

Rudal AS dan Peluru Artileri China Ditemukan di Libya, Digunakan Tentara yang Ingin Rebut Tripoli

Editor: Muhammad Hadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Temuan rudal FGM-148 Javelin buatan AS di markas pasukan militer LNA di Gharyan, Libya.

Rudal AS dan Peluru Artileri Buatan China Ditemukan di Markas Jenderal Khalifa Haftar, Begini Reaksi Pentagon

SERAMBINEWS.COM - Departemen Pertahanan Amerika Serikat meluncurkan penyelidikan atas laporan tentang temuan rudal buatan AS di Libya.

Tumpukan rudal anti-tank FGM-148 Javelin buatan AS ditemukan di markas Tentara Nasional Libya ( LNA), pasukan militer di bawah Jenderal Khalifa Haftar.

Pasukan pimpinan Haftar yang berupaya merebut kendali ibu kota Tripoli dari pemerintahan nasional (GNA) yang diakui PBB dan didukung AS.

Baca: Pertempuran di Libya Sudah Tewaskan 21 Orang, AS Desak Pasukan Haftar Hentikan Serangan

Rudal bernilai masing-masing lebih dari 170.000 dollar AS (sekitar Rp 2,4 miliar) itu ditemukan di kota Gharyan, setelah serangan balasan yang dilancarkan pasukan pemerintah nasional Libya dan merebutnya dari LNA beberapa hari lalu.

Rudal-rudal buatan AS itu ditemukan bersama dengan peluru artileri kendali laser buatan China dan ditunjukkan kepada wartawan oleh pasukan pemerintah Tripoli.

Pada bagian wadah rudal buatan AS itu terdapat label yang menunjukkan jika rudal Javelin itu awalnya dijual oleh Washington ke Uni Emirat Arab pada 2008.

Baca: Begini Cara Oknum Karyawan Bank Syariah Mandiri Membobol Payment Point dan Bawa Kabur Uang

Rudal FGM-148 Javelin itu diproduksi oleh raksasa pertahanan Raytheon dan Lockheed Martin.

Rudal tersebut dilengkapi panduan inframerah untuk mengubah arah laju rudal yang melengkung ke udara dan menghancurkan tank dari atas, sementara penembaknya tetap dalam titik aman.

Dilansir AFP, rudal tersebut diklaim mampu menghancurkan segala jenis tank tempur utama yang digunakan di seluruh dunia.

"Bagaimana rudal tersebut bisa berakhir di tangan pasukan LNA di bawah Jenderal Khalifa Haftar masih belum diketahui, meskipun UEA telah diketahui mengklaim mendukung upaya jenderal itu untuk berkuasa di Libya. Saat ini Pentagon masih menyelidiki temuan itu," tulis surat kabar AS, New York Times.

Baca: Gugatan Sengketa Pilpres Prabowo-Sandi Ditolak, Ini Doa Khusus Tengku Zulkarnain untuk Hakim MK

Jika diketahui UEA telah memasok persenjataan ke pasukan Haftar, maka langkah tersebut kemungkinan akan menjadi pelanggaran atas pelanggaran penggunaan akhir persenjataan dengan AS, serta embargo senjata PBB.

Menurut sebuah laporan pada Februari lalu, senjata-senjata Amerika sering ditemukan jatuh ke tangan musuh Washington di seluruh dunia.

Di bawah pengawasan pemerintah Trump, senjata-senjata itu dijual ke Arab Saudi dan UEA dan dilaporkan berakhir ke tangan kelompok milisi Al-Qaeda, Salafi, maupun faksi-faksi lain yang berperang di Yaman.

Baca: Donald Trump Menjadi Presiden Pertama Amerikat Serikat yang Menjejakkan Kaki di Korea Utara

Bahkan selama pemerintahan Barack Obama, senjata-senjata AS yang dimaksudkan untuk pemberontak moderat di Suriah, dengan cepat dijual ke pasar gelap, dicuri oleh kelompok IS atau al-Nusra.

Senjata-senjata tersebut termasuk di antaranya, kendaraan anti-ranjau, rudal TOW, dan senapan.

Saat AS mengumumkan penyelidikan atas penyitaan Libya, pasukan Jenderal Haftar melancarkan serangan udara terhadap kota Gahryan pada Jumat (28/6/2019) malam dalam jarak yang sangat dekat dari Tripoli, sekitar 100 kilometer ke utara.(*)

Baca: Dewan Keamanan PBB Perpanjang Embargo Senjata ke Libya hingga Satu Tahun ke Depan

Misil dan Drone China di Libya

Sebelumnya para pakar PBB sedang menyelidiki serangan rudal di Libya bulan lalu yang diduga melibatkan rudal dan drone buatan China.

Panel ahli telah melapor kepada Dewan Keamanan PBB bahwa mereka telah memeriksa foto-foto puing-puing dan mengidentifikasi adanya rudal udara-ke-permukaan Blue Arrow buatan China. Demikian menurut AFP.

Serangan mematikan di pinggiran selatan Tripoli telah menewaskan sedikitnya 227 orang dan melukai lebih dari 1.000 orang, menurut data PBB.

Serangan ini ketika pasukan yang setia pada Tentara Nasional Libya (LNA) yang dipimpin Jenderal Khalifa Haftar, berusaha merebut ibu kota dari pemerintah yang diakui internasional, GNA.

Baca: Gagal Bujuk Turki, AS Kini Peringatkan India untuk Tak Beli Rudal S-400 Dari Rusia

Perangkat pesawat nirawak Wing Loong II buatan China yang disebut telah digunakan dalam konflik di Libya. ((SCMP / XINHUA))

Namun panel ahli PBB juga hampir pasti bahwa rudal-rudal tersebut tidak secara langsung dipasok oleh pabrikan di China ke Libya.

Karenanya, mereka telah meminta informasi dari Beijing untuk mengidentifikasi pemasok yang sebenarnya.

Panel ahli PBB juga menyelidiki penggunaan pesawat tak berawak buatan China dan kemungkinan adanya peran dari Uni Emirat Arab dalam misi mematikan yang dilancarkan LNA, di bawah kepemimpinan Haftar.

"Kemungkinan penggunaan variasi perangkat udara tak berawak (UAV) Wing Loong oleh LNA maupun pihak ketiga yang mendukung pasukan tersebut sedang diselidiki," tulis laporan panel ahli PBB yang dikirimkan ke Dewan Keamanan PBB.

Baca: Pendapat Ahli Hukum Internasional London soal Sengketa Pilpres Mau Dibawa ke Mahkamah Internasional

Wing Loong merupakan perangkat drone udara yang dikembangkan oleh Chengdu Aircraft Industry Group (CAIG) yang berbasis di China.

Drone tersebut memiliki daya tahan lama dan mampu terbang pada ketinggian sedang.

"Penggunaan drone tersebut kemungkinan merupakan bentuk ketidakpatuhan terhadap embargo senjata yang terjadi baru-baru ini, karena perangkat dan sistem senjata yang dilaporkan belum diidentifikasi di Libya sebelumnya," kata panel ahli PBB.

Penggunaan perangkat drone tersebut sekaligus memunculkan dugaan akan keterlibatan UEA dalam konflik di Libya.

Drone tersebut diketahui dioperasikan oleh pemerintah UEA dan sempat dilaporkan berputar-putar di Tripoli selama serangan malam dalam beberapa hari terakhir.

Baca: Beredar Rekaman CCTV Anggota TNI AD Kopda Lucky Tewas Dikeroyok 4 Pria Kekar, Warga Tak Berani Lerai

Armada drone yang dioperasikan UEA tersebut termasuk perangkat pesawat nirawak buatan CAIG, yakni Wing Loong dan Wing Loong II.

Menurut Jack Watling, seorang peneliti dari Royal United Service Institute, kedua jenis drone tersebut telah digunakan secara luas oleh UEA di Yaman dan Libya dalam 18 bulan terakhir.

"Awalnya perangkat tersebut digunakan untuk pengawasan, tetapi dengan cepat beralih menjadi operasi kinetik."

"Ketertarikan penggunaan UAV buatan China itu turut didorong sulitnya mendapatkan perangkat drone Predator dan Reaper buatan AS."

"Bahkan sebagian mengharapkan penggunaan drone China akan mendorong AS untuk mengubah kebijakannya dalam ekspor drone bersenjata," kata Watling.(*)

Baca: Kasus Salah Tangkap, Polres dan Kejari Harus Bayar Ganti Rugi Rp 222 Juta ke Marbot Masjid 

Baca: Link LIVE STREAMING MotoGP Belanda 2019 - Fabio Quartararo Start di Depan Vinales, Rins dan Marquez

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Pentagon Selidiki Temuan Rudal AS di Markas Pasukan Haftar di Libya dan Misil dan "Drone" Buatan China Disebut Dipakai dalam Konflik di Libya

Berita Terkini