*Hasil Penelitian LPPM Unsyiah
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Pusat Riset Padi Aceh, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) melalui Pusat Riset Padi Aceh, Unsyiah bekerjasama dengan Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh melakukan penelitian tentang varietas padi lokal Aceh sejak tahun 2018.
Ketua LPPM Unsyiah, Dr Taufik Fuadi Abdin SSi MTech mengatakan hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil pemuliaan varietas padi lokal Aceh seperti Sanbei (Sambay Simeulue) dan Sigupai lebih unggul dibandingkan varietas unggul nasional seperti Ciherang dan Inpari 32.
• Harga Minyak Sere Wangi di Gayo Lues Berangsur Naik, Petani Kembali Semangat ke Kebun dan Menyuling
• Qanun di Meurah Mulia, Kambing Makan Padi Warga Pemilik Didenda
Penelitian itu dilakukan bertujuan, kata Taufik, untuk mengeksplorasi varietas padi lokal Aceh guna dilestarikan dan dikembangkan untuk membantu menjaga ketahanan pangan serta meningkatkan kesejahteraan petani, baik di Aceh maupun di Indonesia.
Selain itu juga sekaligus menghadapi masalah-masalah alam akibat penyimpangan iklim seperti kekeringan dan banjir yang menjadi penyebab gagal panen para petani.
“Maka salah satu strateginya adalah pemuliaan tanaman yang akan menghasilkan varietas-varietas unggul baru yang lebih resilien atau toleran terhadap cekaman/kerusakan lingkungan,” katanya.
Sejak perakitan pertama tahun 2012 (7 tahun yang lalu), telah dihasilkan 538 galur turunan galur baru padi lokal Aceh. Hasil seleksi selama lima tahun (2013-2017) telah berhasil dipilih sebanyak 15 galur terbaik yang sangat adaptif terhadap cekaman biotik (tahan hama penyakit) maupun abiotik (tahan kering dan suhu tinggi), hemat sarana produksi, dan produktivitas tinggi.
“Kemudian sejak tahun 2018 sd 2019, kita telah berhasil mengembangkan galur-galur unggul baru dalam rangka pelepasan calon-calon varietas unggul baru,” ungkap Taufik.
Untuk pelepasan itu, LLPM Unsyiah bekerjasama dengan banyak lembaga seperti Dinas Pertanian dan Perkebunan BPTP-Aceh, BB Padi di Subang, BATAN di Jakarta, BPTP-Bali, dan BB Biogen di Bogor.
Tujuannya untuk mengadakan uji adaptasi atau uji multilokasi (UML) secara nasional, baik di Provinsi Aceh, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Bali.
“Hasil penelitian Aceh Besar dan Bireuen menunjukkan bahwa kita berhasil menciptakan padi yang umurnya sangat genjah, galur UA-1 berumur 97 hari setelah tanam, sedangkan induknya Sigupai berumur 136 HST,” ungkapnya.
• Persediaan Urea Subsidi Langka, Petani di Agara Khawatir Tanam Padi dan Jagung
• VIDEO - Tanaman Padi 10.289 Hektar di Abdya Masuki Panen Raya
Sementara itu, galur-galur padi mutan juga lebih baik performansi dibanding induknya, hasilnya meningkat dari 5,1 ton/ha menjadi 9,3 ton/ha (US-2). Jadi, mutasi dengan irradiasi sinar gamma dan inbridisasi telah berhasil memperbaiki karakter agronomi penting dari padi varietas lokal Aceh.
“Saat ini, uji multi lokasi secara nasional sedang berjalan di beberapa lokasi, yaitu Aceh Barat Daya, Aceh Besar, Pidie, Bireun, Malang, Blitar, Jember, dan Bali. Pada awal tahun 2020 (Januari-Mei), uji multi lokasi akan di lanjutkan di Jawa Barat,” kata Taufik.
• DOKA Abdya Rp 26 Miliar Macet
• Warga Miskin Desa Badak Dapat Rumah Bantuan
Pada awal sampai pertengahan tahun 2020 (Maret-Juli), lanjutnya, pengujian terakhir akan dilakukan terhadap ketahanan terhadap hama dan penyakit penting serta kualitas gabah dan berasnya.
“Kita mengharapkan, pada akhir tahun 2020 (Agustus-November) akan diusulkan untuk sidang pelepasan varietas ke Kementerian Pertanian.
Mudah-mudahan calon-calon varietas unggul baru dari padi lokal Aceh dapat dilepas oleh Menteri Pertanian di akhir tahun 2020, atau awal tahun 2021,” pintanya.
Dengan adanya pelepasan varietas, padi lokal Aceh tersebut dapat dikembangkan secara luas baik untuk kebutuhan Aceh, maupun kebutuhan nasional sehingga dapat ikut membantu menciptakan ketahan pangan dan kesejahteraan petani.
• Petani di Peulimbang Bireuen Mengeluh, Padi Sudah Ditanam, Tapi Pupuk Sulit Diperoleh
“Bahkan ke depan kita sedang merintis kerjasama dengan Jepang (Kobe University, dan Hyogo Perfecture) untuk pengembangan padi di Aceh,” pungkas Ketua LLPM Unsyiah Taufik Faudi Abdin.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, A Hanan memberikan apresiasi atas penelitian itu. Penelitian, katanya, membuktikan bahwa aksesi padi Sanbei (Sambay Simeulue) tahan terhadap tanah masam, sedangkan Sigupai agak tahan.
• Harga Kopi Arabika Bergerak Naik
• MRI-ACT Aceh Selatan Gelar Orientasi Relawan
Selain itu, Sanbei memiliki jumlah anakan yang banyak mencapai 13 batang pada umur 60 HST, sementara Ciherang hanya 10 batang. Kemudian, Sigupai memiliki berat gabah bernas yang tinggi (14 gram/rumpun), sementara Ciherang hanya 4 gram/rumpun.
“Sehingga mulai akhir tahun 2012 tersebut telah dimulai sejarah baru padi lokal Aceh. Bahkan Sigupai telah berhasil dikawin silangkan (inbridisasi) dengan galur isogenik IRBB-27 yang berasal dari IRRI Filipina,” ungkapnya.
Salah satu petani, Rahmat yang sudah mencoba menanam padi galur turunan dari varietas Sigupai UA 10 mengaku sangat mudah perawatannya jika dibandingkan dengan padi-padi sebelumnya yang pernah ia tanam.
“Untuk persemaiannya sendiri saya lakukan seperti persemaian padi pada umumnya tanpa perlakuan khusus, dan untuk pemupukan dipersemaian hanya 1 kali di usia 4 HSS,” katanya.
Sementara umur bibit untuk usia pindah tanam padi UA-10 adalah di usia 17 HST. Sedangkan untuk pemupukan hanya dengan 2 x pemupukan yaitu pemupukan pertama di usia 5 HST dengan takaran pemupukan pertama urea 8 kg, Phonska 11 kg, SP-36 8 kg dan KCl 4 kg, plus pupuk Plant Activator.
• Dikaitkan dengan Pembunuhan Hakim Jamaluddin, Eks Kombatan GAM Pidie Jaya Ingatkan Kapolda Sumut
Sedangkan pemupukan ke dua di umur 25 HST dengan takaran 4 kg urea, 10 kg Phoska dan 4 kg pupuk KCl. Sementara perawatan dengan cara penyempotan padi UA-10 dilakukan 3 x penyemprotan sampai panen dengan durasi waktu di umur 15 HST, 30 HST dan saat keluar malai 90%.
“Hasil pengamatan menunjukkan bahwa anakannya padi UA-10 berkisar antara 25- 60 per rumpun, untuk gabah bernasnya rata-rata 180 bulir per malai. Hasil panen jenis padi UA-10 tersebut saya mendapatkan hasil 120 kg dengan luas area tanam 100 m2 (12 ton/ha),” ujar dia.
• Pemkab Pacu Normalisasi Sungai
• WH Sebar Selebaran Berisi Seruan Terkait Penyambutan Tahun Baru
Padi jenis ini, lanjutnya, berumur genjah sekitar 105 hari setelah semai (88 hari setelah tanam), dan tinggi batangnya 80-90 cm. Malainya berukuran sedang, tetapi pengisian penuh hingga ke pangkal malainya.
“Dari segi perawatan sangat mudah, bahkan dengan pengalaman sangat minim, tetapi padi ini sangat adaptif dan toleran/tahan terhadap serangan hama dan penyakit,” ungkap Rahmat.(*)