Laporan Yarmen Dinamika l Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Pergerakan tanah di blok longsoran Gampong Lamkleng, Kecamatan Kuta Cot Glie, Kabupaten Aceh Besar, terus terjadi hingga hari kelima, Jumat (15/1/2021).
Bahkan, meskipun tidak turun hujan dalam sehari terakhir, tanah bergerak di desa itu terus saja turun, mencapai 140 cm.
"Hari ini tanahnya turun lagi 32 cm. Kalau kemarin turunnya 46 cm," ungkap Ketua Program Studi (Prodi) Teknik Geologi Universitas Syiah Kuala (USK), Dr Bambang Setiawan ST menjawab Serambinews.com, Jumat (15/1/2021) sore.
Ia memberi catatan khusus bahwa penurunan sedalam 32 cm itu terjadi pada kondisi tidak turun hujan dalam 1 x 24 jam terakhir.
Baca juga: Mulai Ada Rumah yang Retak di Lokasi Tanah Bergerak di Cot Glie
Saat malam sebelumnya terjadi hujan lebat, penurunan permukaan tanah di blok longsor itu justru lebih dalam, yakni 46 cm.
Menurut Bambang, Jumat hari ini merupakan survei dan pengukuran hari ketiga yang mereka lakukan di Lamkleng.
Jika ditotal, penurunan tanah di blok longsor sejak hari pertama (10/1/2021) sudah mencapai 104 cm.
"Di titik ukur kami tinggi penurunannya sudah 104 cm," sebut Bambang.
Pada pengukuran kali ketiga ini, Bambang Setiawan tak lagi turun ke lapangan seperti pada hari pertama.
"Dari prodi kami hari ini hanya turun ke lokasi satu orang asisten dosen, satu laboran, dan satu mahasiswa," rinci Bambang.
Ia menyebutkan, hari ini ada tiga tim yang berkunjung ke Lamkleng untuk memantau penurunan muka tanah.
Baca juga: Dianggap Berbahaya dan Langgar Karantina Wilayah, Seekor Merpati Hadapi Hukuman Mati
Selain tim survei geologi dari FT USK, juga ada tim survei geologi dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, juga dari Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Bencana (TDMRC) USK.
"Tim TDMRC bahkan membawa drone untuk merekam kondisi terkini dari udara," kata Bambang Setiawan.
Peneliti senior TDMRC, Dr Syamsidik yang ditanyai terpisah mengakui bahwa pihaknya memang ada mengoperasikan drone untuk merekam kondisi terkini di Lamkleng dari udara.
"Namun, datanya harus kita proses dulu malam ini. Butuh waktu beberapa jam juga," ujar Dosen FT USK ini.
Baca juga: Hukum Meminta Mahar Tinggi untuk Ajang Gengsi, Simak Penjelasan Tgk Jim
Sementara itu, Ketua Prodi Magister Ilmu Kebencanaan USK, Dr Nazli Ismail melaporkan bahwa penurunan tanah di blok longsor Gampong Lamkleng sore ini sudah mencapai 140 meter.
"Ini semakin membahayakan," kata Nazli yang berkunjung sore tadi ke Lamkleng mendampingi Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Aceh, Dr Ir Ilyas MP.
Tergolong aktif
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh juga menurunkan tim survei geologi ke Gampong Lamkleng, Kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar, Rabu (13/1/2021) siang.
Ini adalah tim ketiga yang tiba di lokasi tanah bergerak itu, Rabu siang, setelah ketibaan tim dari Magister Ilmu Kebencanaan Universitas Syiah Kuala (USK) dan tim survei geologi dari Program Studi (Prodi) Teknik Geologi Fakultas Teknik USK.
Baca juga: Bupati Aceh Besar Gagal Mendapat Suntik Vaksin Covid-19, Ini Penyebabnya
Kepala Dinas ESDM Aceh, Ir Mahdinur MM yang dihubungi Serambinews.com, Rabu malam, mengatakan Gampong Lamkleng dan sekitarnya merupakan daerah perbukitan bergelombang dengan sudut kelerengan antara 20º sampai 35º.
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Banda Aceh, daerah Lamkleng termasuk ke dalam endapan aluvial (Qh), berupa endapan sungai (Krueng Aceh) yang berwarna cokelat kehitaman, ukuran butir lempung sampai lanau, tidak terkonsolidasi dengan baik atau bersifat gembur.
Kedalaman muka air tanah di desa tersebut ± 10 meter dan dijumpai rembesan air tanah dari lereng.
Pergerakan tanah terjadi pada daerah permukiman warga sekitar pinggir Krueng Aceh dengan ketebalan soil diperkirakan lebih dari 15 meter.
"Dimensi blok longsor (100 m x 100 m) dengan arah umum pergerakan N 190° E, dan telah mengalami penurunan lebih dari 50 sentimeter," kata Mahdinur.
Menurut Mahdinur, kemungkinan terjadinya pergerakan massa tanah ke arah bawah di Gampong Lamkleng sangat tinggi.
Baca juga: Gerakan Tanah di Gampong Lamkleng, Kuta Cot Glie Tergolong Aktif, Warga Dianjurkan Cari Tempat Aman
Karena banyaknya rekahan (bidang gelincir) yang terdapat di dalam blok longsor, serta kondisi tanah yang sudah tak stabil.
Selain itu, hujan yang sering terjadi dalam seminggu terakhir dengan intensitas tinggi juga merupakan faktor utama terjadinya gerakan tanah di Gampong Lamkleng.
Baca juga: Viral Wajah Bocah Dicakar Kucing Liar Cukup Parah, Tapi Tetap Sayang Kucing Hingga Netizen Terharu
"Air yang masuk ke dalam rekahan tanah dapat menyebabkan massa tanah bertambah di lokasi tanah bergerak," kata Mahdinur.
Faktor lain yang juga memengaruhi terjadinya tanah longsor di desa tersebut adalah morfologi lereng yang curam dengan sisi bawahnya merupakan sungai, dalam hal ini Krueng Aceh.
Tanah yang bergeser sudah mencapai sepanjang 300 meter dan lebar 200 meter.
Baca juga: Banyak Warga Ingin Adopsi Bayi Perempuan yang Ditemukan di Desa Lae Mbersih Subulussalam
Mahdinur mengingatkan bahwa tanah longsor yang terjadi di Gampong Lamkleng sewaktu-waktu bisa mengalami pergerakan yang lebih besar ke arah bawah dan akan mengancam keselamatan jiwa maupun harta benda penduduk setempat.
Berdasarkan amatan tim di lokasi, terdapat dua rumah yang bersentuhan langsung dengan blok longsoran, karena halaman belakang rumahnya berada tepat di atas bidang gelincir.
"Selain itu, dalam tiga hari terakhir telah terjadi penurunan muka tanah lebih dari 50 cm di Lamkleng, sehingga pergerakan tanah tersebut dikategorikan aktif," kata Mahdinur.
Sementara itu, jumlah masyarakat yang tinggal di Gampong Lamkleng saat itu 90 KK dengan jumlah penduduk hampir 300 jiwa. Mereka inilah yang sebagiannya terancam oleh fenomena tanah bergerak tersebut.
Baca juga: Putra Aceh Ilham Saputra Ditunjuk jadi Plt Ketua KPU Gantikan Arief Budiman
Salah satu upaya sederhana untuk mengurangi risiko gerakan tanah di Lamkleng, kata Mahdinur, adalah dengan mengeluarkan air dari blok longsor dengan cara, antara lain, menancapkan bambu-bambu yang dilubangi kedua ujungnya ke dalam lereng.
Terkait pemantauan pergerakan tanah dapat dilakukan dengan memasang alat.
Salah satu alat yang efektif untuk memantau gerakan tanah adalah ekstensometer yang dapat merekam setiap inci tanah bergerak.
Menyangkut upaya mitigasi bencana di Lamkleng, Mahdinur menawarkan dua
rekomendasi.
Pertama, masyarakat harus selalu waspada terhadap hujan yang merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya tanah longsor di Gampong Lamkleng.
Baca juga: Bupati Aceh Besar Buka Posko di Lokasi Tanah Bergerak, Rekahan Tambah Lebar dan Dalam
Kedua, saat curah hujan pada kawasan tersebut di atas 80 mm/jam, masyarakat disarankan untuk mencari tempat yang relatif lebih aman, dengan kata lain harus mengungsi.
Sebagaimana diberitakan Serambinews.com kemarin lokasi gerakan tanah tersebut terletak di Gampong Lamkleng, Kecamatan Kuta Cot Glie.
Jarak dari Indrapuri ke lokasi sekitar 15 km ke arah timur dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat.
Secara geografis, desa itu berada pada koordinat 5°22'59.83" LU dan 95°32'7.54" BT.
Penggunaan lahan di Lamkleng berupa permukiman, persawahan, dan kebun garapan berupa palawija (cabai, tomat, dan lain-lain), di samping sebagai pada penggembalaan ternak sapi dan kambing.
Baca juga: Rindukan Pelukan Ibu yang Telah Meninggal, Anak Autis ke Kuburan Peluk Batu Nisan Ibu
Secara khusus, Dr Nazli Ismail dari Prodi Magister Ilmu Kebencanaan USK menyarankan agar peternak jangan lagi menggembalakan ternaknya di sekitar tanah bergerak itu.
Terutama karena, bila hujan turun lebat lagi bisa-bisa terjadi longsoran baru yang lebih lebar dan lebih dalam sehingga dapat mengubur penggembala bersama ternaknya.
Ia juga menyarankan agar pemukim di lokasi terjadinya fenomena tanah bergerak itu segera mengungsi dan sebaiknya nanti jangan kembali lagi untuk bermukim di tempat tersebut. (*)
Baca juga: BERITA POPULER – Kematian Pramugari, Postingan Pramugara Sriwijaya, Pembunuhan Gadis Aceh di Medan