Jejak darah dan luka dari Simpang KKA masih membekas dalam sejarah dan hati rakyat Aceh.
Demi menjaga ingatan kolektif dan menjadi pelajaran berharga bagi generasi masa depan, Serambinews.com kembali mengangkat peristiwa kelam Tragedi Simpang KKA dalam sebuah topik khusus.
Peristiwa yang terjadi 26 tahun silam ini masih menyisakan banyak pertanyaan, luka, dan pembelajaran tentang konflik, kekuasaan, serta nilai kemanusiaan.
Dalam liputan tersebut, dikemukakan kembali pernyataan resmi dari Danrem 011/Lilawangsa dan klarifikasi dari pihak Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (AGAM), seperti yang pernah dimuat dalam Harian Serambi Indonesia edisi Selasa, 4 Mei 1999.
Baca juga: Sejarah Hari Ini, 24 Tahun Tragedi Simpang KKA, Ini Catatan Hitam Pelanggaran HAM yang Diakui Negara
Danrem: Berawal dari Isu Penyerangan Cot Murong
Serambi-Lhokseumawe
Danrem 011/Lilawangsa menyatakan peristiwa berdarah yang terjadi di Simpang KKA, Kecamatan Dewantara, Senin (3/5) kemarin, merupakan ujud dari keresahan masyarakat yang terprovokasi isu yang disebarkan para provokator.
Menurutnya, para provokator mengisukan bahwa pasukan militer dari Den Rudal 001 Pulo Rungkom dan Brimob Polri akan menyerang Desa Cot Murong, kemarin, berkaitan dengan penculik kan seorang anggota Denrudal, Serka Editia Warman.
Kabarnya, ia diculik massa ketika ikut mendengarkan ceramah Aceh Merdeka, Jumat (30/4) malam pekan lalu, di Cot Murong.
Padahal, jelas Danrem melalui Kapenrem Letda Inf Eddy Heriyanto, tadi malam, pihaknya tidak punya program sama sekali untuk menyerang Cot Murong.
"Karena terpengaruh dengan isu provokator itu, lebih kurang 5.000 massa dari Kecamatan Dewantara sekitar pukul 10.00 WIB berkumpul di Simpang KKA. Mereka menuntut Muspida hadir ke tengah-tengah massa guna mejamin keamanan mereka terhadap rencana penyerangan itu," papar Danrem.
Rombongan Muspida, diuraikan Kapenrem, sedianya akan memenuhi tuntutan tersebut.
Tetapi, Bupati, Kapolres, serta Dandim Aceh Utara tidak mencapai lokasi karena dihadang massa di Krueng Geukueh sehingga mereka kembali ke Lhokseumawe.
Namun, menurut versi masyarakat, para pejabat ini tidak ke lokasi.
Entah karena kesal atas ketidakdatangan pejabat tersebut, sekitar pukul 13.00 WIB massa menuju markas Koramil Dewantara dan melakukan pelemparan sehingga mengkibatkan kaca kantor dan dua unit sepeda motor dinas dibakar serta bendera merah putih, dilaporkan Kapenrem, dirobek-robek massa.
Dalam waktu bersamaan, dilukiskan Kapenrem Letda Inf Eddy, satu SSK Den- 1001 Pulo Rungkom menuju ke lokasi kejadian untuk membantu Yonif 113/JS yang lebih dulu berada di lokasi massa.
Regitu mendekat, pasukan Denrudal dihadang massa sehingga suasana makin panas.