SERAMBINEWS.COM - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui permintaan pertimbangan Presiden Prabowo Subianto terkait pemberian abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, pada Kamis (31/7/2025).
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengumumkan bahwa DPR telah memberikan pertimbangan dan persetujuan untuk permintaan Presiden Prabowo.
Persetujuan ini tertuang dalam Surat Presiden Nomor R43/Pres072025 tanggal 30 Juli 2025 untuk abolisi Tom Lembong.
Selain itu, DPR juga menyetujui pemberian amnesti untuk 1.116 orang terpidana, termasuk Hasto Kristiyanto.
Persetujuan amnesti ini diatur dalam Surat Presiden Nomor 42 Pres 07 27 25 tertanggal 30 Juli 2025.
“Pemberian persetujuan dan pertimbangan atas Surat Presiden Nomor 42 Pres 07 27 25 tanggal 30 Juli 2025 tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana, diberikan amnesti, termasuk saudara Hasto Kristiyanto,” ujar Dasco.
Keputusan ini sontak menjadi sorotan publik, mengingat kedua tokoh tersebut tengah menjalani proses hukum.
Lantas, apa sebenarnya perbedaan antara abolisi dan amnesti, dan mengapa keduanya diberikan kepada Tom Lembong dan Hasto?
Baca juga: Seluruh Proses Hukum Tom Lembong Resmi Dihentikan Usai Dapat Abolisi dari Prabowo
Apa itu abolisi?
Dilansir dari Kompas.com, Jumat (31/7/1025), menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), abolisi artinya peniadaan peristiwa pidana.
Dalam KBBI, abolisi juga berarti penghapusan (perbudakan di Amerika).
Istilah abolisi terdapat dalam Pasal 14 UUD 1945 yang mengatur hak prerogatif atau hak istimewa presiden.
Dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, presiden berhak memberikan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Selain konstitusi, abolisi juga diatur dalam Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi.
Pengertian abolisi secara rinci dijelaskan dalam Kamus Hukum Dictionary of Law Complete Edition (2009) karya Marwan dan Jimmy.
Dijelaskan, abolisi adalah suatu hak untuk menghapus seluruh akibat dari penjatuhan putusan pengadilan atau menghapus tuntutan pidana seseorang serta melakukan penghentian apabila putusan tersebut telah dijalankan.
Abolisi dapat juga diartikan sebagai suatu keputusan untuk menghentikan pengusutan dan pemeriksaan suatu perkara saat pengadilan belum menjatuhkan putusan atau vonis.
Dengan pemberian abolisi oleh presiden, maka penuntutan terhadap orang atau kelompok orang yang menerima abolisi dihentikan dan ditiadakan.
Dalam konteks Tom Lembong, abolisi ini memberikan manfaat hukum dan politik karena membebaskan dirinya dari potensi proses pidana.
Keputusan ini juga mencerminkan dukungan politik terhadap figur yang dinilai memiliki rekam jejak positif dalam pelayanan publik.
Baca juga: Prabowo Beri Abolisi ke Tom Lembong dan Amnesti untuk Hasto Kristiyanto, DPR RI Setuju
Perbedaan Abolisi dengan amnesti
Abolisi dan amnesti sama-sama merupakan hak prerogatif Presiden di bidang hukum yang diatur dalam Pasal 14 UUD 1945.
Keduanya adalah bentuk pengampunan yang diberikan Presiden dengan mempertimbangkan kedaulatan dan kesatuan negara.
Dilansir dari Kompas.com, Jumat (1/8/2025), Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Prof. Dr. Indriyanto Seno Adji, menjelaskan bahwa pemberian pengampunan ini biasa dilakukan ketika suatu kasus dinilai memiliki stigma kriminalisasi politik.
"Abolisi dan amnesti Ini biasa dilakukan bila masyarakat menilai hukum memiliki terstigma kriminalisasi politik dan hukum. Setiap era kekuasaan negara, pemberian abolisi dan amnesti pernah dilakukan di republik ini, antara lain juga bagi kepentingan kesatuan dan kedaulatan negara,” kata Indriyanto, Kamis (31/7/2025).
Meskipun serupa, keduanya memiliki perbedaan mendasar.
Abolisi adalah keputusan untuk menghentikan pengusutan dan pemeriksaan suatu perkara pidana sebelum pengadilan menjatuhkan vonis.
Dengan abolisi, penuntutan terhadap orang atau kelompok yang menerimanya dihentikan dan ditiadakan.
Dalam Kamus Hukum Dictionary of Law Complete Edition (2009) karya Marwan dan Jimmy, disebutkan bahwa abolisi juga dapat menghapus seluruh akibat dari penjatuhan putusan pengadilan.
Sementara itu, amnesti adalah pernyataan umum yang diterbitkan melalui atau dengan undang-undang untuk mencabut semua akibat dari pemidanaan suatu perbuatan pidana.
Berbeda dengan abolisi yang menghentikan proses hukum yang sedang berjalan, amnesti menghapus akibat hukum pidana dari seseorang yang sudah berstatus terpidana.
Singkatnya, abolisi diberikan ketika proses hukum masih berjalan dan belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Sedangkan amnesti diberikan untuk terpidana yang sudah dijatuhi vonis.
Baca juga: Mahfud MD Salahkan Hakim yang Vonis Tom Lembong 4,5 Tahun Penjara: Tidak Ditemukan Niat Jahat
Mengapa Tom Lembong dan Hasto diberi pengampunan?
Ada sosok lain dibalik pemberian abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto oleh Presiden Prabowo Subianto.
Ialah Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, sosok yang memberikan usulan kepada Prabowo agar kedua ex pejabat tersebut mendapatkan pengampunan.
Menurut Supratman, keputusan ini didasarkan pada pertimbangan hukum yang matang, dengan tujuan untuk menjaga kondusivitas nasional, merajut persaudaraan, dan membangun bangsa secara kolektif.
“Semuanya yang mengusulkan kepada Bapak Presiden (Prabowo Subianto) adalah Menteri Hukum. Surat permohonan Menteri Hukum kepada Bapak Presiden untuk pemberian amnesti dan abolisi, saya yang tanda tangan,” ujar Supratman dikutip dari Antara, Kamis (31/7/2025).
“Kondusivitas dan merajut rasa persaudaraan di antara semua anak bangsa dan sekaligus mempertimbangkan untuk membangun bangsa ini secara bersama-sama dengan seluruh elemen politik, kekuatan politik, yang ada di Indonesia,” tambahnya.
Selain itu, pertimbangan subjektif juga menjadi faktor utama pemberian abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti untuk Hasto.
Menurut Supratman, keduanya memiliki kontribusi atau prestasi untuk negara.
Supratman menegaskan bahwa keputusan ini murni didasarkan pada kajian hukum demi kepentingan bangsa dan negara.
Nasib hukum Tom Lembong dan Hasto usai dapat pengampunan
Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto harus dibebaskan setelah Keputusan Presiden (Keppres) tentang abolisi dan amnesti dikeluarkan.
Menurut Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Prof. Dr. Indriyanto Seno Adji, dengan diberikannya abolisi dan amnesti, semua proses hukum yang sedang berjalan, baik pra-adjudikasi maupun pasca-adjudikasi, harus dinyatakan berhenti.
"Semua proses hukum baik yang pra ajudikasi, ajudikasi maupun pasca ajudikasi harus dinyatakan berhenti dan tentunya setelah ada Keppres para penerima abolisi atau amnesti dilepaskan dari proses hukumnya,” kata Indriyanto, dikutip dari Kompas.com.
Tom Lembong sendiri sebelumnya divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus korupsi impor gula.
Baca juga: Tom Lembong Pastikan Banding Usai Divonis 4,5 Tahun Penjara
Sementara Hasto Kristiyanto divonis 3,5 tahun dalam kasus suap terkait pergantian antarwaktu anggota legislatif.
Keduanya sedang dalam proses banding saat pengampunan ini diberikan.
Hal senada disampaikan pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar.
Dia menyebutkan, Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto harus dibebaskan usai mendapat abolisi dan amnesti. “Harus dibebaskan,” kata Abdul Fickar secara terpisah, Kamis (31/7/2025).
Menurut Fickar, Tom Lembong harus dibebaskan karena abolisi berarti menghentikan proses hukum yang sedang berjalan.
Kemudian, Fickar menyebutkan, abolisi boleh diberikan meski status hukumnya belum inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
“Boleh (diberikan sebelum inkracht), itu kewenangan kepala negara, mutlak dan konstitusional. Artinya, Presiden melihat kasusnya berlatar belakang politis,” ujarnya.
Namun, Fickar mengatakan bahwa pemberian abolisi itu juga memiliki dampak kepada aparat penegak hukum.
Dalam kasus Tom Lembong adalah Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Konsekuensinya, Presiden juga harus mengevaluasi kerja pimpinan Kejaksaan Agung,” kata Abdul Fickar.
Baca juga: Divonis 4,5 Tahun Penjara, Ini 4 Pertimbangan Hakim yang Memberatkan Tom Lembong
Kilas balik kasus Tom Lembong
Kasus yang menjerat Tom Lembong berawal dari penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung pada 29 Oktober 2024.
Ia dituduh memberikan izin impor 105.000 ton gula kristal mentah meskipun Indonesia sudah mengalami surplus gula.
Kebijakan ini dinilai menyebabkan kerugian negara sebesar Rp194,7 miliar.
Pada 18 Juli 2025, Tom Lembong divonis 4,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Namun, vonis ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk Guru Besar Hukum Tata Negara Mahfud MD.
Mahfud menilai vonis tersebut lemah karena tidak didukung bukti adanya niat jahat (mens rea) dan perhitungan kerugian negara yang dibuat oleh hakim tidak merujuk pada hasil audit resmi BPKP.
(Serambinews.com/Yeni Hardika)
BACA BERITA LAINNYA DI SINI