Jurnalisme Warga
Dari Aceh ke Panggung Nasional: Kisah Ismail Rasyid Membangun Trans Continent
Ismail Rasyid, pengusaha nasional asal Aceh yang kini menjabat sebagai Owner sekaligus Presiden Direktur PT Trans Continent (ROYAL GROUP)
Yunidar Z.A & Fikar W. Eda, Diaspora Aceh melaporkan dari Jakarta
PAGI itu di salah satu ruang rapat kantor pusat PT Trans Continent, suasana sibuk.
Sejumlah staf bergantian memaparkan laporan kinerja.
Di ujung meja, duduk seorang pria berwajah teduh, sesekali memberi catatan singkat.
Dengan logat Aceh yang masih kental, ia menanggapi laporan-laporan itu dengan tenang. D
ialah Ismail Rasyid, pengusaha nasional asal Aceh yang kini menjabat sebagai Owner sekaligus Presiden Direktur PT Trans Continent (ROYAL GROUP), Perusahaan Multimoda Transport dan Logistics terkemuka yang sudah memiliki jaringan global.
Nama Ismail semakin harum setelah ia berhasil membawa Trans Continent tumbuh dari perusahaan lokal menjadi penyedia jasa logistik dengan reputasi nasional dan jejaring internasional.
Namun, di balik kesuksesan itu, ada cerita panjang tentang kerja keras, disiplin, dan filosofi hidup yang ia pegang teguh: bahwa keberhasilan hanya milik mereka yang tekun berproses.
Tidak Ada Kesuksesan yang Instan
“Kesuksesan itu bukan durian runtuh,” ujar Ismail suatu kali.
Kalimat sederhana yang merangkum perjalanan panjang hidupnya.
Sejak muda, Ismail terbiasa menekuni sesuatu dengan sungguh-sungguh.
Pendidikan formal ia jalani dengan baik, tapi ia juga memperkaya diri melalui pembelajaran informal: membaca, berdiskusi, dan menyerap pengalaman lapangan.
“Belajar itu tidak selalu harus di ruang kelas. Hidup adalah ruang belajar yang sebenarnya,” katanya.
Bagi kolega, ia akrab disapa Bang Is.
Pembawaannya tenang, tutur katanya sederhana, namun logika berpikirnya tajam.
Ia juga dikenal gesit mengambil keputusan.
“Kalau terlalu lama menimbang, kesempatan bisa hilang. Tapi keputusan cepat harus lahir dari pengetahuan yang cukup,” ucapnya.
Totalitas dalam Membangun Bisnis
Ismail mendirikan PT Trans Continent pada November 2003 dengan visi membangun perusahaan logistik berkelas dunia.
Bernaung di bawah bendera Royal Group, Trans Continent bergerak di bidang Multimoda Transport, Logistic & Supply Chain.
Fokus bisnisnya meliputi industri pertambangan, perminyakan, energi dan general project, hingga perdagangan domestik dan internasional.
Kini, Trans Continent memiliki 24 cabang dari barat hingga ke timur Indonesia, termasuk di Aceh, serta tiga cabang luar negeri di Australia, Malaysia dan Filipina, dengan jaringan mitra di lebih dari 80 negara.
Kesuksesan itu tidak datang dengan mudah.
Ismail kerap mengorbankan waktu istirahat.
“Bisnis itu ibarat mengendalikan kapal di tengah badai.
Kalau kapten lengah sedikit saja, kapal bisa karam, dan kalau di darat seperti kita mendayung sepeda.
“Terlalu laju kita cepat lelah dan collaps dan jika berhenti juga bisa jatuh. Jadi harus ada keseimbangan dan menyesuaikan akselerasi dan kemampuan,” tegasnya.
Di bawah kepemimpinan Bang Is, Trans Continent tumbuh bukan sekadar mengejar profit, melainkan membangun kepercayaan, integritas, dan keberlanjutan.
Cinta Ilmu di Tengah Kesibukan
Namun, bagi Ismail, pencapaian itu bukanlah garis akhir, melainkan batu loncatan menuju tahap berikutnya.
Ia kini tercatat sebagai mahasiswa Program Doktor Manajemen Logistik di Institut Transportasi dan Logistik Trisakti sejak 2023.
Pilihan ini bukanlah kebetulan, melainkan kelanjutan dari jejak akademiknya.
Setelah menuntaskan pendidikan magister dengan fokus pada manajemen logistik, ia merasa masih haus untuk menggali lebih dalam bidang yang telah menjadi bagian dari hidupnya.
Bagi Is, memperdalam ilmu logistik bukan hanya soal akademik, tetapi juga cara untuk menghadirkan kontribusi nyata bagi dunia industri, memperkuat daya saing nasional, dan melahirkan gagasan baru untuk pengembangan sektor transportasi dan logistik Indonesia.
Didorong oleh pengalamannya yang kian sering bersinggungan dengan berbagai instansi pemerintah serta keterlibatannya yang aktif dalam dunia perguruan tinggi, sehingga menumbuhkan spirit untuk terus belajar dan memperdalam pemahaman tentang tata kelola pemerintahan secara lebih dalam, ilmiah dan komprehensif.
Pararel ia kemudian memutuskan untuk menekuni Program Doktor Ilmu Pemerintahan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jakarta.
Keputusan ini lahir dari keseharian yang semakin erat bersinggungan dengan dunia pemerintahan, baik dalam kapasitasnya sebagai pengusaha maupun tokoh masyarakat.
Motivator bagi anak anak milenial, Bang Is menyadari bahwa memahami logika pemerintahan sama pentingnya dengan menguasai manajemen bisnis.
Baginya, pemahaman komprehensif tentang ilmu pemerintahan akan memperkaya perspektif, sehingga ia tidak hanya menjadi pelaku usaha dan akademisi, tetapi juga mampu hadir sebagai mitra strategis pemerintah dalam merumuskan kebijakan publik serta mendorong pembangunan daerah dan nasional demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
“Ilmu itu ibarat kompas,” ujarnya suatu kali.
“Dengan bekal logistik dan pemerintahan, saya berharap dapat melangkah lebih tepat, memberi manfaat lebih luas, dan menjaga agar setiap keputusan tetap sejalan dengan kepentingan bangsa.”
Komitmen Ismail dalam menimba ilmu tidak berhenti di ruang akademik.
Ia juga memperkaya diri melalui pendidikan strategis kenegaraan.
Pada tahun 2021, ia terpilih dan menamatkan pendidikan sebagai alumni di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas PPSA 23).
Bagi Bang Is, pengalaman di Lemhannas bukan sekadar program pendidikan, melainkan sebuah perjalanan intelektual yang membuka cakrawala baru tentang pentingnya wawasan kebangsaan, kepemimpinan nasional, serta peran dunia usaha dalam Pembangunan bangsa dan negara.
Ia memandang Lemhannas sebagai titik temu antara kepemimpinan bisnis dan tanggung jawab kebangsaan, sebuah bekal berharga untuk terus mengabdi kepada Aceh dalam NKRI.
Dedikasi itu kemudian semakin diperkuat dengan amanah sebagai anggota Majelis Wali Amanat Universitas Syiah Kuala periode 2023–2028.
Peran ini menegaskan komitmen Bang Ismail untuk terus berkontribusi dalam pengembangan pendidikan tinggi, khususnya bagi almamaternya, sekaligus memastikan bahwa nilai-nilai kepemimpinan, integritas, dan kebangsaan yang ia yakini dapat ditularkan kepada generasi penerus.
Baca juga: Trans Continent Buka Kantor Cabang Ke-23 di Sulawesi Tengah, Resmi Jadi Tenant di KEK Palu
Aktivis Sosial dan Budaya
Kesuksesan tidak membuatnya lupa pada akar budaya.
Sebagai Wakil Ketua Umum Pengurus Pusat Taman Iskandar Muda (PP TIM), Paguyuban Aceh yang berpusat di Ibu Kota Negara Indonesia, Jakarta.
Ia aktif mendorong kegiatan sosial dan budaya Aceh di perantauan.
Melalui peran ini, Ismail berupaya menjaga identitas Aceh tetap hidup di tengah masyarakat diaspora, sembari memperkuat solidaritas dan rasa kebersamaan di antara sesama perantau.
Komitmennya untuk memajukan komunitas Aceh juga ia wujudkan dengan memprakarsai Aceh Business Forum, sebuah wadah kolaborasi antar-pengusaha Aceh.
Forum ini tidak hanya mempererat jejaring bisnis, tetapi juga menjadi sarana strategis untuk meningkatkan kontribusi diaspora dalam mendorong pembangunan daerah.
Dengan cara ini, Bang Is menghadirkan keseimbangan antara penguatan ekonomi dan pelestarian budaya.
Selain itu, ia tak pernah absen mendukung berbagai kegiatan seni dan budaya, mulai dari festival kuliner Aceh hingga ajang kesenian yang memperkenalkan khazanah budaya daerah ke kancah nasional.
“Budaya adalah identitas kita. Kalau kita tinggalkan, kita kehilangan akar,” ujarnya penuh keyakinan.
Lebih kanjut Bang Is juga seorang aktivis pengabdi sosial yang sigap dan penuh empati.
Berbagai peristiwa kebencanaan selalu ia respon cepat dengan menurunkan bantuan untuk meringankan beban korban.
Saat gempa Pidie, misalnya, ia menghadirkan rumah sakit mobile untuk menangani para penyintas. Bnag Is mengorganisir rekan-rekannya dengan cepat dan tepat sasaran, memastikan bantuan benar-benar sampai kepada korban bencana yang membutuhkan perhatian.
Tak hanya di bidang sosial, Ismail juga seorang seniman.
Bang Is peka terhadap lingkungan, menghargai kemanusiaan, dan mengekspresikannya melalui karya.
Mars perusahaan yang ditulisnya sendiri menjadi penyemangat karyawan Trans Continent.
Di sisi lain, ia juga penikmat musik klasik dan latin.
Dedikasi Bang Ismail tidak berhenti pada lingkup sosial-budaya.
Dalam Pemerintahan, Ia juga dipercaya sebagai tenaga ahli Pj Bupati Aceh Timur (Amrullah Muhammad Ridha) dalam bidang inovasi dan daya saing daerah.
Peran ini semakin menegaskan kapasitasnya sebagai pemimpin yang mampu menjembatani dunia usaha, pemerintahan, dan masyarakat, sekaligus mendorong lahirnya gagasan-gagasan kreatif untuk memajukan daerah.
Lebih jauh lagi, jejak pengabdiannya juga tampak dalam dunia pendidikan.
Ia pernah memimpin Ikatan Alumni Universitas Syiah Kuala (USK) selama dua periode berturut-turut dengan masa jabatan total sepuluh tahun.
Masa kepemimpinan yang panjang itu menjadi bukti nyata dedikasi Ismail dalam membangun jejaring alumni, memperkuat peran almamater, dan memastikan kontribusi alumni USK terus hadir bagi bangsa dan daerah.
Filosofi Hidup: Belajar dari Hal Baru
Ismail Rasyid tidak pernah berhenti belajar.
Setiap pengalaman baru ia jadikan guru. Dunia yang terus berubah, katanya, menuntut manusia selalu adaptif.
“Bisnis, teknologi, bahkan pola pikir orang pun berubah. Kalau kita berhenti belajar, kita akan tertinggal,” ujarnya.
Keterbukaannya membuatnya luwes bergaul dengan siapa saja, dari pejabat tinggi hingga masyarakat kecil.
Rendah hati adalah ciri khas yang membuatnya dihormati.
Selain itu, Bang Is juga memiliki kecintaan pada dunia menulis. B
aginya, menulis adalah cara untuk merangkum pemikiran, mengabadikan pengalaman, dan berbagi inspirasi dengan orang lain.
Melalui tulisan, ia menemukan ruang refleksi yang menajamkan logika sekaligus memperhalus rasa.
Kebiasaan menulis inilah yang membuatnya semakin peka terhadap dinamika kehidupan, baik dalam bisnis, sosial, maupun budaya.
Baca juga: Ismail Rasyid Beli Ratusan Anak Sapi untuk Penggemukan di Gorontalo, Jika Sukses Diterapkan di Aceh
Dari Aceh untuk Indonesia
Perjalanan Ismail Rasyid adalah kisah inspiratif seorang anak Aceh yang menembus panggung nasional bahkan internasional.
Ia membuktikan bahwa pengusaha dari daerah mampu bersaing di level global, tanpa meninggalkan budaya dan identitasnya.
Dari ruang rapat Trans Continent hingga panggung akademik, dari forum bisnis hingga festival budaya, ia hadir sebagai sosok multidimensi: pengusaha visioner, akademisi, aktivis sosial, sekaligus penjaga budaya Aceh.
Ismail Rasyid adalah cermin bahwa kesuksesan sejati bukan sekadar soal harta dan jabatan, melainkan tentang konsistensi, pembelajaran tanpa henti, serta kepedulian pada masyarakat dan budaya.
“Yang terpenting dalam hidup adalah bermanfaat bagi orang lain. Itu yang selalu saya pegang,” pungkasnya.
Profil Singkat
Nama Lengkap: Ismail Rasyid, S.E., M.MTr
Lahir: Aceh, 3 Juli 1968
Jabatan: Owner & Presiden Direktur PT Trans Continent (Royal Group)
Istri: Erni Molisa
Anak: 1. Jibril Gibran
2. Syifa Aulia
Pendidikan:
Kandidat Doktor Management Logistik (ITL Trisakti, 2023)
Kandidat Doktor Ilmu Pemerintahan (IPDN Jakarta, 2024)
Magister Manajemen Transportasi (Cum Laude, ITL Trisakti, 2021)
Alumni Lemhannas – PPSA XXIII (Tahun 2021)
Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala (1993)
Organisasi:
1. Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Syiah Kuala (2023 – 2028)
2. Dewan Pakar Ikatan Cendikiawan Muslim Se Indonesia (ICMI) (2021-2026)
3. Tenaga Ahli Bupati Aceh Timur Bidang Inovasi dan Daya Saing Daerah 2024
4. Wakil Ketua Umum PPTIM (2022-2026)
5. Pemrakarsa Aceh Business Forum (2023)
6. Ketua Ikatan Alumni Universitas Syiah Kuala di Jakarta (2014 – 2024)
7. Lemhanas PPSA 23 (2021)
Jejaring Bisnis:
19 cabang di Indonesia, 2 cabang luar negeri (Australia & Filipina), mitra di 80 negara
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.