Breaking News

Opini

Produk Cacat Reformasi, Mubazir Anggaran: daripada DPR Lebih Baik DPD RI Bubar

DPD lahir dari rahim reformasi. Tahun 2004, dengan gegap gempita, kita diberi harapan: “Kini daerah akan lebih didengar. Kini Jakarta

Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM/FOR SERAMBINEWS
Mustafa Husen Woyla, Pengamat Bumoe Singet dari Woyla. 

Tentu ada yang berkata: “Kalau DPD dibubarkan, bukankah itu kemunduran demokrasi?”
Saya ingin menjawab dengan tenang: demokrasi bukan soal jumlah gedung yang kita bangun, bukan soal berapa banyak lembaga yang kita pelihara. Demokrasi adalah bagaimana rakyat benar-benar merasa didengar, dilayani, dan diwakili.

Kalau ada lembaga yang hanya menjadi beban, maka membubarkannya justru menyelamatkan demokrasi.

Bukankah rumah yang sehat harus berani membuang perabot yang rusak?


Mari kita jujur.
Banyak anggota DPD hanyalah elite lokal, orang-orang kaya yang membeli popularitas dengan baliho besar di pinggir jalan. Mereka duduk di Senayan, tapi tak pernah benar-benar membawa suara rakyat. Mereka sibuk menghadiri acara seremonial, sibuk dengan dirinya sendiri.

Rakyat di daerah? Tetap miskin, tetap kesulitan mengakses pendidikan, tetap bingung mencari pekerjaan.

Di sinilah tragedinya: lembaga yang katanya mewakili daerah, ternyata justru menjadi jarak baru antara pusat dan pinggiran.

Jadi, jika kita ingin jujur pada sejarah, kalau kita benar-benar ingin menyelamatkan negeri ini dari pemborosan, kita harus berani mengambil keputusan: DPD RI dibubarkan.

Tidak ada lagi ratusan miliar menguap sia-sia. Tidak ada lagi kursi kosong yang dibayar mahal. Tidak ada lagi lembaga plastik yang menghiasi demokrasi kita.

Lebih baik anggaran itu dipakai untuk memperbaiki sekolah rusak di pelosok, untuk membayar dokter di puskesmas terpencil, atau untuk membuka lapangan kerja baru. Itu lebih nyata, lebih tulus, lebih jujur.

Seperti Tere Liye selalu menulis dalam novelnya: hidup ini sederhana, yang ribet itu manusia.
Begitu pula negara ini: demokrasi bisa sederhana, yang membuatnya ribet adalah lembaga-lembaga yang tidak perlu.

DPD adalah salah satunya.

Dan kini, saat bangsa ini sedang menghadapi tantangan berat, utang menumpuk, rakyat gelisah, kepercayaan publik merosot, kita tidak punya kemewahan untuk mempertahankan sesuatu yang sia-sia.

Maka, biarlah sejarah mencatat:
DPD pernah ada.
Ia lahir dengan niat baik.
Tapi ia tidak pernah tumbuh.
Dan akhirnya, ia harus dibubarkan.

Karena bangsa ini butuh keberanian, bukan basa-basi.
Karena rakyat butuh sekolah, bukan gedung kosong.
Karena masa depan butuh langkah tegas, bukan beban masa lalu.

Itulah renungan pasca demo dan efisiensi anggaran.
Semoga suatu hari, kita benar-benar belajar, bahwa yang membuat bangsa besar bukanlah banyaknya kursi di Senayan, melainkan keberanian untuk memilih yang benar, meski itu sulit.

*) PENULIS adalah Pengamat Bumoe Singet dari Woyla

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved