Breaking News

Berita Masyarakat Hukum Adat

USK Tegaskan Subjek Hukum MHA Sudah Jelas, Dorong Percepatan Pengakuan Hak Tenurial di Aceh Besar

Rektor USK, Prof. Dr. Ir. Marwan, mengungkapkan bahwa sejak 2022, pihaknya telah memetakan 148 titik tanah ulayat di sepuluh kabupaten/kota di Aceh.

Penulis: Indra Wijaya | Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/HO
LOKAKARYA HUKUM ADAT - Rektor Universitas Syiah Kuala (USK), Prof. Dr. Ir. Marwan, Bupati Aceh Besar, H. Muharram Idris, Kepala Pusat Riset Hukum Islam dan Adat (PRHIA) USK, Prof. Dr. Azhari, S.H., MCL., MA, dan para pihak terkait lainnya, pada acara Lokakarya “Percepatan Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Tenurial Masyarakat Hukum Adat”. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) bersama Pemerintah Kabupaten Aceh Besar di The Pade Hotel, Aceh Besar, Rabu (29/10/2025). 

SERAMBINEWS.COM, ACEH BESAR - Universitas Syiah Kuala (USK) menegaskan bahwa status hukum Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Kabupaten Aceh Besar telah memiliki dasar yang kuat secara historis, sosial budaya, dan hukum formal.

Pernyataan ini disampaikan dalam Lokakarya bertajuk “Percepatan Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Tenurial Masyarakat Hukum Adat” yang digelar oleh Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) bersama Pemerintah Kabupaten Aceh Besar di The Pade Hotel, Aceh Besar, Rabu (29/10/2025).

Prof. Dr. Azhari, S.H., MCL., MA, Kepala Pusat Riset Hukum Islam dan Adat (PRHIA) USK, dalam siaran pers kepada Serambinews.com memaparkan bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa entitas MHA di Aceh Besar meliputi Mukim, Gampong, dan Laot.

Menurutnya, fokus saat ini bukan lagi pada identifikasi subjek hukum, melainkan pada verifikasi objek tenurial seperti wilayah, tanah, dan hutan adat agar bebas dari konflik dan klaim tumpang tindih.

“Yang perlu dilakukan sekarang adalah verifikasi partisipatif terhadap objek tenurial agar statusnya jelas dan tidak menimbulkan sengketa,” tegas Prof. Azhari.

Deputi II BRWA, Aldiya Saputra, menyambut baik hasil riset USK yang dinilai menjadi pijakan akademik penting dalam mempercepat pengakuan wilayah adat dan perlindungan hak-hak masyarakat adat.

“Kami bersama USK memastikan siapa subjek dan objek MHA di Aceh agar hak-hak mereka tidak lagi terabaikan,” ujarnya.

Rektor USK, Prof. Dr. Ir. Marwan, mengungkapkan bahwa sejak 2022, pihaknya telah memetakan 148 titik tanah ulayat di sepuluh kabupaten/kota di Aceh.

Dari jumlah tersebut, 14 titik telah dinyatakan clear and clean, dan dua mukim--Siem dan Seulimeum--telah menerima sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) pada 2024.

USK juga berperan dalam penerbitan SK Pengakuan terhadap delapan Hutan Adat Mukim di Aceh Jaya, Pidie, dan Bireuen pada 2023, yang diserahkan langsung oleh Presiden Joko Widodo--menandai tonggak penting pengakuan formal hutan adat mukim di Aceh.

“Ini bukti bahwa riset akademik mampu memberikan dampak nyata bagi masyarakat,” ujar Prof. Marwan, yang juga mencalonkan diri kembali sebagai Rektor USK periode 2026–2031.

Baca juga: 68 Mukim di Aceh Besar Ditetapkan sebagai Masyarakat Hukum Adat

Penguatan Lembaga Mukim

Bupati Aceh Besar, H. Muharram Idris, menyampaikan apresiasi atas kontribusi USK dan BRWA dalam memperjelas status hukum masyarakat adat serta mendorong penyelesaian konflik tenurial.

“Kami mendukung penuh agar hak masyarakat adat dapat dikembalikan kepada mereka,” tegasnya.

Ia juga menyoroti pentingnya penguatan lembaga mukim sebagai entitas adat khas Aceh yang memiliki peran strategis dalam pengelolaan wilayah.

Namun, lemahnya kewenangan anggaran membuat peran mukim belum optimal.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved