Berita Aceh Besar

Di Senayan, Masyarakat Lampuuk Aceh Besar Minta Kembalikan Status Hutan Lindung ke Hutan Rakyat

Dalam pertemuan itu mereka menyampaikan permasalahan terkait pencabutan status Hutan Lindung dan penolakan terhadap rencana pembangunan proyek

Penulis: Indra Wijaya | Editor: Mursal Ismail
Serambinews.com/HO
BERTEMU BAP DPD RI - Ketua DPRK Aceh Besar, Abdul Muchti bersama perwakilan masyarakat Mukim Lampuuk melakukan pertemuan dengan BAP DPD RI di Senayan, Jakarta, Rabu (5/11/2025). 
Ringkasan Berita:• Perwakilan masyarakat Mukim Lampuuk mengadu ke BAP DPD RI di Jakarta terkait pencabutan status Hutan Lindung Banda dan penolakan proyek PLTB di kawasan tersebut.
• Senator Aceh, Darwati A Gani, menegaskan pentingnya menjaga kelestarian hutan adat dan berencana membentuk Konsorsium Penyelamatan Hutan Adat Lampuuk bersama pemerintah daerah.
• Masyarakat meminta pencabutan sejumlah SK Menteri LHK & perlindungan hak adat. KLHK menawarkan skema perhutanan sosial serta peluang penetapan hutan adat.
 

 

Laporan Wartawan Serambi Indonesia Indra Wijaya | Aceh Besar

SERAMBINEWS.COM, JANTHO - Perwakilan masyarakat Mukim Lampuuk mengeluh ke Badan Akuntabilitas Publik (BAP) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Senayan, Jakarta, Rabu (5/11/2025).

Dalam pertemuan itu mereka menyampaikan permasalahan terkait pencabutan status Hutan Lindung Banda dan penolakan terhadap rencana pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB). 

Pertemuan ini diinisiasi sebagai tindak lanjut atas laporan Panitia Pemetaan Wilayah Mukim Lampuuk yang disampaikan kepada Senator Aceh, Darwati A Gani, anggota DPD RI asal Aceh. 

Dalam kesempatan itu, Ketua DPRK Aceh Besar, Abdul Mucthi, turut mendampingi Masyarakat Mukim Lampuuk dan menyampaikan pandangannya terkait persoalan tersebut.

Mereka juga didampingi oleh perwakilan dari organisasi masyarakat sipil Solidaritas Perempuan Nasional.

Anggota DPD RI asal Aceh, Darwati A Gani, menegaskan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan hutan di kawasan Lampuuk.

Baca juga: Warga Mukim Lampuuk Minta Cabut Status Hutan Lindung dan Tolak PLTB 

Ia mengatakan, jauh sebelum penetapan status hutan lindung oleh pemerintah, masyarakat adat telah memiliki hukum adat yang mengatur dan melindungi sumber air, satwa, serta keanekaragaman hayati di kawasan Gunung Lampuuk.

“Bagi masyarakat Aceh, adat merupakan ruh kehidupan. Persoalan ini bukan hanya terkait pengelolaan atau kepemilikan lahan, tetapi juga menyangkut identitas masyarakat Lampuuk,” kata Darwati.

Sebagai tindak lanjut pertemuan tersebut, ia dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Besar dan Pemerintah Aceh segera membentuk Konsorsium Percepatan Penyelamatan Hutan Adat di Kawasan Hutan Lindung Lampuuk

Konsorsium ini akan mempersiapkan seluruh data, usulan, serta persyaratan administratif sebagai bagian dari proses pengusulan pelepasan kawasan hutan lindung tersebut.

Koordinasi lintas sektoral, dan Pemerintahan dari semua tingkat penting untuk dilakukan, karena Pelepasan Hutan Lindung ini tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri, masyarakat ingin mengembalikan hutan ini kembali menjadi hutan adat.

“Maka kita harus mempersiapkan data, proposal dan surat usulan ke pemerintah pusat dan ini butuh kerjasama semua pihak,” ucapnya.

Baca juga: Luas Hutan Lindung di Aceh Utara yang Dirambah Capai 163 Hektare

Kemudian terkait rencana pembangunan PLTB di Lampuuk, Darwati meminta agar proyek tersebut ditunda hingga proses pelepasan hutan lindung selesai dilakukan.

Menurutnya hal itu penting dilakukan guna mencegah potensi konflik yang lebih luas.

Sementara itu, Ketua DPRK Aceh Besar, Abdul Mucthi, menjelaskan bahwa pihaknya telah mengeluarkan rekomendasi melalui panitia khusus (pansus) yang menegaskan agar pemerintah mengembalikan status hutan lindung di Lampuuk menjadi hutan rakyat. 

Proses perubahan status kawasan tersebut, yang awalnya merupakan hutan rakyat, menjadi hutan lindung secara bertahap sejak tahun 2005.

Namun, hingga pada 2013 seluruh kawasan hutan di Lampuuk ditetapkan sebagai hutan lindung. 

“Padahal, hutan tersebut selama ratusan tahun telah dikelola oleh masyarakat Lampuuk secara turun-temurun sebagai bagian dari wilayah adat mereka,” paparnya.

Baca juga: Apel Green Aceh Desak Mualem Tertibkan Alat Berat Perambah Hutan Lindung di Nagan Raya

Hal serupa juga dikatakan, Muhammad Dimas Al Aziz selaku perwakilan Pemuda Mukim Lampuuk .

Dikatakan, mewakili masyarakat Mukim Lampuuk, ia memohon dengan hormat kepada Ketua DPD RI untuk memberikan perlindungan dan membela hak-hak masyarakat hukum adat Mukim Lampuuk atas hutannya.

Selain itu, pihaknya juga meminta kepada Menteri Kehutanan untuk membatalkan dan/atau mencabut beberapa keputusan, yaitu: SK.941/Menhut-II/2013 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas ±42.616 hektar; Perubahan Fungsi Kawasan Hutan seluas ±130.542 dan Perubahan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan seluas ±26.461 hektar di Provinsi Aceh, tanggal 23 Desember 2013, ditandatangani oleh Siti Nurbaya.

Ia mengatakan, SK Menteri LHK No. 225/2024 tentang persetujuan penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pembangunan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) atas nama PT. Mayes Jaya Utama seluas ±287,91 Ha pada kawasan hutan lindung di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, tertanggal 22 Februari 2024.

“Kami juga mendorong penyelesaian konflik agraria secara bermartabat, adil, dan berkelanjutan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” tuturnya.

Direktur Jenderal Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan Republik Indonesia Catur Endah Prasetiani, S.Si., M.T mengatakan, penetapan hutan lindung dari pemerintah bertujuan untuk melindungi dan melestarikan hutan yang memiliki fungsi penting bagi lingkungan, seperti mengatur tata air, mencegah erosi, melindungi keanekaragaman hayati, serta mengurangi risiko bencana.

Ia mengatakan, sebenarnya dari Kementerian Kehutanan ada satu skema yang bisa dilaksanakan, yaitu skema perhutanan sosial.

Skema ini memberikan akses kelola kepada masyarakat di kawasan hutan lindung maupun hutan produksi. Terlebih ia juga menyarankan agar masyarakat juga dapat mengajukan penetapan hutan adat ke KLHK.

“Jadi, bapak ibu bisa mengusulkan ke kami, karena sekarang ini belum masuk usulan dari wilayah tersebut,” tutupnya. (*)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved