Kasus Demo di Unigha Pidie

Demo Berujung Ricuh di Unigha Pidie Berbuntut Panjang, Dua Mahasiswa Dipolisikan, Begini Sikap TOMPi

Sekjen TOMPi, Muhammad Nur, menilai pelaporan mahasiswa ke polisi sebagai preseden buruk bagi dunia akademik. 

Penulis: Muhammad Nazar | Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/HO
Muhammad Nur, Sekjen Tokoh Masyarakat Pidie (TOMPi), menilai pelaporan terhadap dua mahasiswa Unigha berpotensi mencoreng citra kampus dan mengurangi kepercayaan masyarakat. 

Ada pun kejadian itu terjadi di Gampong Gle Gapui, Kecamatan Indrajaya, Pidie, Jumat (16 Mei 2025) sekitar pukul 17, dengan pelapor Ismail SPd. 

"Meski telah ditetapkan tersangka, kita tetap upayakan restorative justice," kata Kapolres Pidie, AKBP Jaka Mulyana SIK MIK, melalui Kasat Reskrim, AKP Dedy Miswar MH, kepada Serambinews.com, Kamis (23/10/2025). 

Baca juga: Restorative Justice Gagal, Dua Mahasiswa Unigha Sigli Jadi Tersangka

Untuk diketahui, Universitas Jabal Ghafur (Unigha) berdiri sejak 1982 di bawah Yayasan Kampus Jabal Ghafur.

Kampus ini didirikan oleh almarhum Nurdin Abdurrahman, Bupati Pidie dua periode (1980-1990).

Unigha pernah menjadi kampus swasta terkemuka di Aceh, dengan misi membangun peradaban pendidikan agar daerah mampu bersaing dengan kabupaten lain di Aceh.

Melukai Dunia Akademik

Hasil penelusuran TOMPi, kata Nur, salah satu mahasiswa yang dipolisikan ini berstatus piatu dan sudah lama ditinggalkan oleh ayahnya yang sudah kawin lagi.

“Dia membiayai kuliah dengan uang hasil keringatnya sendiri, dia sedang berjuang untuk menjadi sarjana seperti anak lain,” kata Nur.

Sekjen TOMPi juga menilai, pelaporan terhadap dua mahasiswa ini, telah melukai dunia akademik yang dibangun secara kritis dan independen.

“Setau saya tidak ada dalam sejarah kampus di Aceh, ada pihak di internal kampus yang diduga melaporkan mahasiswa dengan tujuannya agar dipenjara. Ini presiden buruk bagi Unigha sepanjang sejarah, yang seharusnya dibangun dengan cara- cara damai,” ujarnya. 

Ia juga mengutip pepatah Aceh yang berbunyi “mate aneuk meupat jeurat, mate adat hoe tamita”, yang menuntun cara-cara kearifan lokal dalam menyelesaikan persoalan internal yang tak berakibat pada hilangnya nyawa dan harta benda.

Baca juga: Dua Mahasiswa Unigha Sigli Dilaporkan ke Polisi, BEM Nusantara Minta Kampus Cabut Laporan

Menurut Muhammad Nur, pelaporan mahasiswa oleh staf kampus, akan merugikan Unigha secara jangka panjang.

Menurutnya, masyarakat bisa takut menjadi menyekolahkan anak ke Unigha jika ada risiko yang dipolisikan. 

Padahal, tujuan pendirian kampus adalah membangun peradaban pendidikan di Pidie yang masih memiliki indeks pembangunan manusia rendah.

Muhammad Nur meminta aparat penegak hukum membuka kembali akar permasalahan secara terang. 

Ia menekankan bahwa mahasiswa saat itu hanya menuntut transparansi anggaran pembangunan kampus.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved