Pemalsuan Data PPPK

Praktisi Hukum Aceh Timur Sebut Pemalsuan Data PPPK BPS Penyelewengan Wewenang

Kasus dugaan pemalsuan rekomendasi masa kerja, untuk seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)

Penulis: Maulidi Alfata | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM/HO
Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU), Aceh Timur, Abbas S. Rachman. 

Laporan Maulidi Alfata | Aceh Timur

SERAMBINEWS.COM, IDI - Kasus dugaan pemalsuan rekomendasi masa kerja, untuk seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh Timur, oleh kepala BPS dinilai menjadi tindakan yang salah dan penyelewengan wewenang.

Sorotan tajam datang dari praktisi hukum , Abbas S. Rachman yang juga Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU), Aceh Timur, menurutnya ia menilai kejadian ini melampaui sekedar kesalahan administrasi.

"Jelas penyalahgunaan wewenang, dan berpotensi Pidana, karena tindakan ini sudah menyentuh integritas pejabat publik dan berpotensi merugikan hak kepegawaian yang sah," papar Ketua  LPBHNU Aceh Timur itu.

Rekomendasi masa kerja PPPK adalah dokumen resmi hak pegawai. Jika pejabat berwenang dengan sengaja memberikan rekomendasi kepada orang yang tidak berhak, ith jelas penyalahgunaan wewenang dan berpotensi masuk masuk tanah pidana.

Baca juga: Honorer Dikabarkan Akan Dihapus 2026, Bagaimana Nasib Mereka yang Tak Masuk PPPK Paruh Waktu 2025?

Apalagi kepala BPS juga membuat pengakuan bahwa yang direkomendasikan itu bukan pegawai aktif di instansi tersebut.

Menurutnya, pengakuan yang dikeluarkan Kepala BPS justru memperkuat dugaan adanya manipulasi data, hal ini dinilai merusak kepercayaan publik terhadap proses seleksi yang seharusnya menjunjung tinggi keaslian, keadilan dan transparansi.

"Integritas pejabat diuji disini, jika memang rekomendasi bisa dikeluarkan sembarangan, bagaimana masyarakat percaya proses seleksi PPPK, yang seharusnya adil dan objektif," jelasnya.

Konsekuensi hukum yang menanti

Abbas mendesak agar segera dilakukan pemeriksaan mendalam, dengan melakukan pengecekan menyeluruh. 

"Harus ada cek silang keabsahan SK, daftar hadir dan data kepegawaian lainnya untuk memastikan tidak ada rekomendasi palsu," pintanya.

Abbas juga mengingatkan para pihak terkait mengenai konsekuensi hukum yang menanti, dugaan pemalsuan dokumen resmi ini dapat dijerat dengan sankso pidana dan administrasi yang berat. 

Landasan hukum yang relevan meliputi KUHP Pasal 263 tentang pemalsuan surat atau dokumen yang menimbulkan hak, yang mengancam hukuman pidana hingga enam tahun penjara.

Baca juga: 7.343 PPPK Paruh Waktu di Pidie Tunggu NIP, Ini Jadwalnya Penjelasan BKPSDM

Selain itu, sanksi administratif berupa pemberhentian tidak hormat bagi ASN yang terbukti menggunakan dokumen palsu, dan sanksi bagi pejabat yang menyalahgunakan wewenang.

Selain itu, sanksi administratif berupa pemberhentian tidak hormat mengintai ASN yang terbukti menggunakan dokumen palsu, dan sanksi bagi pejabat yang menyalahgunakan wewenang.

"Jika tidak ada tindakan tegas, kasus seperti ini akan merusak sistem kepegawaian dan mencederai hak pegawai, maka harus ada penyelidikan menyeluruh," ungkapnya.

Baca juga: KUA-PPAS 2026 Pidie Capai Rp 2,131 Triliun, Ini Besaran Gaji PNS, PPPK & Dewan

  

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved