Opini
Berinfak untuk Membangun Aceh yang Bermartabat
Infak, yang sering disamakan dengan sedekah sukarela, bukan sekadar ritual individu. Dalam perspektif yang lebih luas,
Oleh: Prof. Dr. Apridar, S.E., M. Si, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis USK dan Ketua Dewan Pakar ICMI Orwil Aceh
ACEH, tanah Serambi Mekah yang kaya akan sejarah dan religiusitas, telah lama dikenal sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam.
Salah satu pilar penting dalam membangun peradaban yang bermartabat adalah praktik filantropi Islam, atau dalam istilah lokal, "meuseuraya".
Dalam konteks inilah, QS. Ali 'Imran ayat 133-134 menawarkan sebuah panduan yang tidak hanya spiritual tetapi juga praktis untuk membangun kesuksesan yang hakiki, kesuksesan yang melampaui dunia fana dan menggapai kebahagiaan abadi.
Ayat ini menggarisbawahi bahwa surga yang dijanjikan bagi orang-orang bertakwa dapat diraih, antara lain, melalui komitmen untuk berinfak dalam segala kondisi, baik lapang maupun sempit.
Esai ini akan membahas bagaimana revitalisasi keutamaan berinfak dapat menjadi katalis untuk membangun kesuksesan kolektif yang abadi bagi masyarakat.
Infak: Dari Konsep Teologis ke Aksi Sosial-Ekonomi
Infak, yang sering disamakan dengan sedekah sukarela, bukan sekadar ritual individu. Dalam perspektif yang lebih luas, infak adalah instrumen keadilan sosial dan redistribusi kekayaan.
Allah SWT secara tegas menyandingkan orang yang berinfak di waktu lapang dan sempit dengan golongan orang yang bertakwa yang akan mendapatkan surga. Ini menunjukkan bahwa infak bukanlah tindakan musiman, melainkan karakter yang melekat dan konsisten.
Di Aceh, semangat ini seharusnya menemukan ruang yang subur. Data Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Provinsi Aceh mencatat bahwa potensi zakat, infak, dan sedekah (ZIS) di Aceh sangat besar.
Pada tahun 2022, realisasi pengumpulan ZIS di Aceh mencapai puluhan miliar rupiah. Angka ini, meskipun terus menunjukkan peningkatan, masih jauh di bawah potensi sesungguhnya yang diperkirakan bisa mencapai triliunan rupiah.
Hal ini mengindikasikan adanya celah antara kesadaran religius dan implementasi praktis filantropi Islam. Padahal, jika dana sebesar itu dapat dihimpun dan dikelola secara profesional, dampaknya bagi pembangunan Aceh akan sangat signifikan.
Infak sebagai Solusi Konkret Permasalahan Aceh
Aceh, pasca konflik dan tsunami, masih menghadapi sejumlah tantangan kompleks.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh pada Maret 2023 menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Aceh masih berada di angka 14,83 persen, lebih tinggi dari rata-rata nasional.
Selain itu, masalah stunting (gizi kronis) pada balita juga masih menjadi perhatian, dengan prevalensi di atas 30 % di beberapa kabupaten. Di sinilah infak memainkan peran strategis.
Dana infak yang terhimpun dapat dialokasikan untuk program-program yang tepat sasaran: Pertama Pemberdayaan Ekonomi Mustahik (Penerima Manfaat): Daripada sekadar memberikan bantuan konsumtif, dana infak dapat dijadikan modal usaha bagi masyarakat miskin.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/aceh/foto/bank/originals/uniki-080624-b.jpg)