Breaking News

20 Tahun Damai Aceh, USK dan GeRAK Dorong Pemilu Bersih dan Bermartabat

Dua dekade setelah berakhirnya konflik bersenjata, semangat perdamaian Aceh kembali menjadi bahan refleksi bersama.

Editor: Yocerizal
SERAMBINEWS.COM/HO
FOTO BERSAMA - Para narasumber dan peserta foto bersama dalam acara seminar Nasional bertajuk 'Refleksi 20 Tahun Damai Aceh. Acara tersebut diselenggarakan oleh Universitas Syiah Kuala (USK) melalui Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) bekerja sama dengan Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Kamis (23/10/2025). 

“Perdamaian tidak boleh hanya dimaknai sebagai berakhirnya konflik bersenjata, tetapi juga sebagai komitmen berkelanjutan dalam menegakkan keadilan dan membangun kepercayaan publik,"

"Pemilu bukan sekadar pergantian pemimpin, melainkan sarana mempertahankan fondasi perdamaian yang telah diperjuangkan dengan susah payah,” tegasnya.

Baca juga: Mahasiswa Asal Gaza Ikut Pelatihan Tanggap Darurat Bencana di Unimal

Baca juga: Tambang Ilegal di Delapan Kabupaten Segera Ditertibkan Pemerintah Aceh, Polri dan TNI Turun Tangan

Tantangan Pemilu

Dalam diskusi yang berlangsung dinamis, para narasumber membahas berbagai isu strategis seputar demokrasi dan tantangan pelaksanaan pemilu di Indonesia. 

Rizkika Lhena Darwin, dosen FISIP UIN Ar-Raniry, memaparkan policy paper yang berfokus pada peran pemangku kepentingan dalam proses revisi Undang-Undang Pemilu agar menghasilkan sistem yang adil, transparan, dan berintegritas. 

Ia menyoroti bahaya politik uang yang masih menjadi ancaman serius bagi kualitas demokrasi. 

“Politik uang tidak hanya mencederai nilai-nilai demokrasi, tetapi juga melemahkan partisipasi publik dan merusak legitimasi hasil pemilu,” ungkapnya.

Sementara itu, Prof Dr Firman Noor dari BRIN menguraikan bahwa demokrasi Indonesia saat ini berada dalam fase transisi yang sarat tantangan. 

Ia menilai adanya kecenderungan rekayasa politik dan hukum oleh elite kekuasaan yang berdampak pada menurunnya kepercayaan publik terhadap proses politik. 

“Demokrasi kita sedang mengalami kemunduran karena suara kritis masyarakat sering tidak tersambung dengan kebijakan penguasa,” ujarnya. 

Kondisi ini, lanjutnya, juga tercermin di Aceh, di mana kekecewaan terhadap kurangnya perubahan nyata membuat partisipasi masyarakat dalam pemilu semakin menurun.

Pakar pemilu Titi Anggraini dari Perludem turut menyoroti persoalan biaya politik yang tinggi dalam kontestasi demokrasi. 

Menurutnya, uang kini menjadi faktor penentu dalam proses pemilu, yang sering kali menghambat regenerasi kepemimpinan. 

Baca juga: VIDEO - Muhammad Akbar Nyaris Putus Sekolah, Al-Farlaky Sigap Bantu Biaya dan Bangun Rumah

Baca juga: Kejari Serahkan Uang Restitusi kepada Korban Pelecehan Seksual Mantan Ketua MAA Aceh Jaya

Ia menekankan pentingnya penyelenggaraan pemilu yang mandiri dan profesional tanpa adanya intervensi maupun standar ganda. 

Ia juga mengkritik proses penyusunan RUU Pemilu yang dinilai tidak tertib karena diusulkan oleh dua instansi berbeda dalam waktu bersamaan, yang menunjukkan lemahnya koordinasi antar lembaga negara.

Dalam kesempatan yang sama, Komisioner KPU RI Dr Idham Holik membahas kekhususan sistem kepemiluan di Aceh pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK). 

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved