Modus Korupsi Kereta Cepat Whoosh, KPK: Tanah Punya Negara Dijual Lagi ke Negara

Dalam pengondisian-pengondisian tersebut, KPK juga masih menelusuri apakah memang ada mark up dana atau tidak.

Editor: Faisal Zamzami
KOMPAS.com/Krisda Tiofani
Pemerintah menegaskan utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tidak akan membebani APBN. Pengelolaan dan tanggung jawab pembayaran kini berada di bawah Danantara, lembaga investasi yang mengelola sejumlah BUMN strategis. 
Ringkasan Berita:
  • KPK mengungkap salah satu modus dugaan korupsi proyek pengadaan lahan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh.
  • Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyatakan bahwa modus kasus ini masih dalam penyelidikan.
  • Namun, diduga negara membeli kembali tanah yang dijual yang diperlukan untuk pembangunan proyek ini.

 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki perkara dugaan pembebasan lahan Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh sejak awal 2025.

KPK mengungkap salah satu modus dugaan korupsi proyek pengadaan lahan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyatakan bahwa modus kasus ini masih dalam penyelidikan.

Namun, diduga negara membeli kembali tanah yang dijual yang diperlukan untuk pembangunan proyek ini.

“Jadi, nanti kita akan terus menelusuri adanya tanah-tanah yang diduga punya negara kemudian dijual kembali begitu, ya, dalam proses pengadaan lahan,” jelas dia di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta Selatan, Senin (17/11/2025).

“Artinya negara membeli kembali yang sebetulnya tanah itu adalah milik negara. Nah, modus-modus seperti ini masih terus didalami terkait dengan pengondisian-pengondisian dalam proses pengadaan lahannya,” tegas dia.

Dalam pengondisian-pengondisian tersebut, KPK juga masih menelusuri apakah memang ada mark up dana atau tidak.

Baca juga: Prabowo: Pemerintah Akan Bayar Utang Kereta Cepat Whoosh Rp 1,2 Triliun Per Tahun


 
Sejauh ini, KPK enggan membeberkan lebih perinci pihak-pihak yang sudah diperiksa sebagai saksi dalam perkara tersebut.

“Nah, karena ini memang di tahap penyelidikan, kami belum bisa menyampaikan pihak-pihak mana saja yang didalami, dimintai keterangan,” tegas dia.

KPK berjanji akan memberikan perkembangan jika memang pembaruan dari tim yang menangani kasus tersebut.

Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada tanah yang seharusnya milik negara yang dijual lagi oleh oknum ke negara dalam penyelidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh.

“Ada oknum-oknum, di mana yang seharusnya ini milik negara, tetapi dijual lagi ke negara,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/11/2025).

Selain itu, Asep menyebut, lahan-lahan milik negara tersebut kemudian tidak dijual sesuai dengan harga pasar, bahkan lebih tinggi.

Padahal, tanah-tanah milik negara karena dipakai untuk proyek pemerintah, maka seharusnya negara tidak perlu membayar untuk memanfaatkan lahan tersebut.

“Kalaupun itu misalkan kawasan hutan, ya dikonversi nanti dengan lahan yang lain lagi, seperti itu,” kata Asep.

Oleh karena itu, dia mengatakan, KPK menyelidiki soal dugaan pengadaan lahan untuk Whoosh yang tidak wajar.

 

Baca juga: KPK Selidiki Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Whoosh, Gali Informasi Secara Tertutup

Minta agar dikembalikan

Selain soal tanah yang diduga milik negara, KPK juga mengusut perihal penggelembungan anggaran atau mark-up dalam proses pembebasan lahan untuk proyek Whoosh.

Dalam kesempatan itu, Asep pun meminta kepada oknum tersebut segera mengembalikan keuntungan yang tengah “dimakan” dari proyek pengadaan lahan untuk Whoosh.

“Artinya misalkan pengadaan lahan nih, nah orang itu misalkan di pengadaan lahan yang harusnya di harga wajarnya 10, lalu dia jadi 100, kan jadi enggak wajar itu. Nah, kembalikan dong, negara kan rugi,” kata Asep.

“Yang harusnya negara hanya membeli tanah itu dengan harga 10, kemudian harus mulai dengan harga 100, balikin,” katanya.

Diungkap Mahfud MD

Sementara itu, dugaan penggelembungan anggaran atau mark up di proyek Whoosh, juga sempat diungkap mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dalam video yang diunggah di kanal YouTube pribadinya pada 14 Oktober 2025.

"Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per satu kilometer kereta Whoosh itu 52 juta dolar Amerika Serikat. Akan tetapi, di China sendiri, hitungannya 17-18 juta dolar AS. Naik tiga kali lipat,” kata Mahfud.

"Ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana? Naik tiga kali lipat. 17 juta dolar AS ya, dolar Amerika nih, bukan rupiah, per kilometernya menjadi 52 juta dolar AS di Indonesia. Nah itu mark up. Harus diteliti siapa yang dulu melakukan ini,” ujarnya lagi.

 

 

Total Utang Proyek Kereta Cepat Whoosh

Merangkum pemberitaan KOMPAS.com, jumlah investasi pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung menembus sekitar 7,27 miliar dollar AS atau Rp 120,38 triliun (kurs Rp 16.500).

Dari total investasi tersebut, sekitar 75 persen dibiayai melalui pinjaman dari China Development Bank (CDB), dengan bunga sebesar 2 persen per tahun.

Utang pembangunan Whoosh dilakukan dengan skema bunga tetap (fixed) selama 40 tahun pertama.

Bunga utang KCJB ini jauh lebih tinggi dari proposal Jepang yang menawarkan 0,1 persen per tahun.

Selain itu, total utang tersebut belum menghitung tambahan penarikan pinjaman baru oleh KCIC karena adanya pembengkakan biaya (cost overrun) yang mencapai 1,2 miliar dollar AS, bunga utang tambahan ini juga lebih tinggi, yakni di atas 3 persen per tahun.

Sebagian besar pembiayaan proyek Whoosh memang ditopang dari pinjaman CDB, ditambah penyertaan modal pemerintah lewat APBN, serta kontribusi ekuitas konsorsium BUMN Indonesia dan perusahaan China sesuai porsi sahamnya masing-masing di KCIC.

Lebih dari separuh biaya untuk menutup cost overrun berasal dari tambahan utang CDB.

Sisanya berasal dari patungan modal BUMN Indonesia dan pihak China yang menggarap proyek ini.

Cost overrun itu ditanggung oleh kedua belah pihak, di mana 60 persen ditanggung oleh konsorsium Indonesia dan 40 persen ditanggung oleh konsorsium China.

Total utang 542,7 juta dollar AS diberikan dalam denominasi dollar AS sebesar 325,6 juta dollar AS (Rp 5,04 triliun) bunganya 3,2 persen dan sisanya sebesar 217 juta dollar AS (Rp 3,36 triliun) diberikan dalam denominasi renminbi alias yuan (RMB) dengan bunga 3,1 persen.

 

Baca juga: Kwarcab Pramuka Kota Lhokseumawe Buka Super Camp II di Pesantren Modern Misbahul Ulum

Baca juga: Ilmiza Soroti Pentingnya Dukungan Legislatif Terhadap Lembaga Adat Aceh

Baca juga: 5 Prompt Gemini AI Bertema Mekkah yang Bikin Foto Terlihat Seperti di Tanah Suci

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved