KUPI BEUNGOH

Dari APBD ke Pasar Modal: Mengapa Pemerintah Daerah Harus Berani Menerbitkan Obligasi/Sukuk Daerah

Pembangunan daerah selalu berhadapan dengan dilema klasik: kebutuhan yang besar namun kemampuan fiskal yang terbatas.

Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM/HO
Thasrif Murhadi, Kepala Wilayah Bursa Efek Indonesia Provinsi Aceh 

Bahkan, obligasi atau sukuk daerah juga dapat diarahkan pada proyek-proyek berbasis keberlanjutan, misalnya energy terbarukan dan konservasi lingkungan, sejalan dengan tren pembiayaan hijau yang kini menjadi perhatian global.

Keuntungan lain yang tidak kalah penting adalah meningkatnya transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah. 

Baca juga: Anggota DPRA Desak Pemerintah Aceh Kembalikan Anggaran RSUD-YA dalam APBA-P

Proses penerbitan obligasi atau sukuk mengharuskan laporan keuangan daerah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan, memperoleh pemeringkatan dari lembaga rating, serta keterbukaan informasi kepada publik. 

Hal ini pada gilirannya memaksa pemerintah daerah untuk memperbaiki tata kelola, meningkatkan disiplin anggaran, dan membangun budaya transparansi yang selama ini sering menjadi kelemahan birokrasi. 

Di samping itu, keterlibatan investor dalam pembangunan daerah akan menciptakan hubungan baru yang lebih setara antara pemerintah daerah dan pelaku ekonomi. 

Investor tidak hanya datang untuk mencari keuntungan, tetapi juga ikut menanggung risiko bersama dalam membangun daerah.

Namun demikian, penerbitan obligasi atau sukuk daerah juga tidak lepas dari tantangan. 

Pemerintah daerah harus menjaga disiplin fiskal agar tidak terjebak pada utang yang membebani APBD di masa depan. 

Kapasitas teknis aparatur pemerintah daerah juga masih terbatas, terutama dalam memahami mekanisme pasar modal yang relatif kompleks. 

Selain itu, proyek yang akan didanai harus benar-benar layak secara finansial dan sosial agar tidak menimbulkan masalah gagal bayar yang akan merusak reputasi daerah. 

Tantangan lain adalah koordinasi lintas lembaga, karena penerbitan instrumen ini memerlukan persetujuan DPRD, Kementerian Keuangan, OJK, hingga Bappenas. 

Baca juga: Rancangan KUA-PPAS Plafon Anggaran 2026 Diserahkan ke DPRK, Ini Kata Bupati Aceh Timur Al-Farlaky

Semua itu membutuhkan waktu, kesabaran, dan komitmen politik yang kuat. Meski penuh tantangan, peluang yang ditawarkan sangat besar. Pengalaman internasional dapat dijadikan referensi. 

Di Amerika Serikat, obligasi daerah sudah menjadi instrumen utama pembiayaan infrastruktur sejak abad ke-19. 

Bahkan, dua pertiga dari proyek infrastruktur di sana didanai melalui municipal bonds, termasuk proyek ikonik seperti Golden Gate Bridge di San Francisco. 

Di Jepang, obligasi daerah telah digunakan untuk membiayai rumah sakit, stadion, hingga museum. 

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved