Kupi Beungoh

Tambang Aceh untuk siapa?

Ada juga yang menuding bahwa praktek tambang emas ilegal hanya memperkayakan pihak-pihak tertentu, termasuk di dalamnya ada aparat

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/HANDOVER
Azhari, wartawan peliput konflik, damai, tsunami, dan rehab rekon Aceh, serta mantan Kepala Biro Aceh LKBN Antara. 

Kemudian berlanjut lagi, yakni Pemerintah Aceh mengeluarkan statemen yang meminta kabupaten/kota untuk mengusulkan Wilayah Penambangan Rakyat (WPR). 

Baca juga: Tambang Rakyat di Aceh: Potensi, Prospek, dan Tantangan

Buya Krueng dan Ayam Mati di Lumbung Padi

Dari rangkaian isu di atas, lantas ada pertanyaan kira-kira begini.

"Potensi tambang di Aceh itu untuk siapa?

Aceh punya kekhususan yakni Syariat Islam.

Pertanyaan adalah, kenapa soal tambang itu tidak bersandar pada kekhususan tersebut, misal seharusnya ditanya juga kepada alim ulama tentang sumber daya alam itu untuk siapa, dan bagaimana mengelolanya sesuai pandangan agama Islam.

Sehingga tujuan untuk menyejahterakan rakyat dari kekayaan alam yang dianugerahkan Allah SWT kepada Aceh itu benar-benar terwujud. 

Atau ada lah statemen dari Wali Nanggroe Malik Mahmud. Bagaimana pendapatnya soal tambang dan juga seperti pengelolaannya jika ditinjau dari sudut pandang kekhususan Aceh dengan UUPA atau adat-istiadat.

Kalau juga SDA, misal penambangan mineral atau sektor perkebunan tidak bisa di eksploitasi, adakah investasi sektor lain yang bisa ditawarkan untuk investor?

Sebab, investasi penting di suatu daerah atau negara untuk memberi kesempatan kerja bagi rakyat. Setiap tahunnya Aceh pasti "memproduksi" ribuan, bahkan ratusan ribu sarjana, mau kemana mereka?

Kasihan kan, jika kekayaan alam yang melimpah ini tidak dikelola dengan baik, bijaksana dan profesional serta berkesinambungan, yang akhirnya ibarat "ayam mati di lumbung padi".

Pemerintah sebagai pihak pembuat regulasi juga harus profesional dan mempertimbangkan kemaslahatan dan kepentingan daerah serta masyarakat jika mau memberikan izin kepada calon investor.

Tidak ada "kamar khusus atau bisik-bisik" untuk perizinan.

Kalau memang tidak bisa karena merusak alam, ya jangan berikan izin. Atau tidak bermanfaat bagi pemasokan (PAD) daerah, ya juga jangan. Jika kehadiran tambang legal, tapi warga sekeliling hanya jadi penonton, juga jangan. 

Seperti kata pepatah Aceh "lage buya kreung te dong dong, buya tamong mereuzeki".

Ini juga jangan, karena akan memunculkan konflik sosial di Aceh, gara-gara investasi.

Semoga, kekayaan Aceh dari pengelolaan SDA yang profesional dan berkeadilan serta berkesinambungan itu diharapkan berdampak pada kesejahteraan rakyat, sehingga Aceh bisa keluar dari predikat provinsi termiskin di Indonesia.

*) PENULIS adalah Waka Bidang Advokasi/pembelaan wartawan PWI Aceh.

Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved