Kupi Beungoh

Trans 7 Tidak Memahami Esensi Mulianya Tradisi Takzim kepada Guru di Pesantren

Nilai luhur ini kini semakin tergerus di tengah budaya populer modern yang sering kali menjadikan agama dan simbol keulamaan sebagai bahan lelucon. 

Editor: Agus Ramadhan
Tangkap Layar Youtube SERAMBINEWS
Dr Tgk Teuku Zulkhairi MA 

Pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dan masyarakat sipil perlu memperkuat pendidikan adab dalam setiap jenjang pendidikan, baik formal maupun non-formal. 

Sementara pesantren atau dayah harus tetap menjadi pusat pembentukan karakter, bukan hanya pusat transmisi ilmu.

Kepada lembaga penyiaran nasional, kasus Trans7 hendaknya menjadi pelajaran berharga. Indonesia adalah bangsa religius yang memiliki keberagaman budaya keagamaan yang luhur. 

Jika media ingin tetap dipercaya publik, maka ia harus menghormati nilai-nilai tersebut. Tayangan yang menistakan agama, guru, atau apalagi sosok ulama/Kyai tidak hanya melanggar etika, tetapi juga mengikis kepercayaan masyarakat terhadap dunia penyiaran.

Pada akhirnya, kita perlu kembali pada pesan Imam al-Ghazali dalam Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn: “Ilmu tidak akan memberikan manfaat tanpa adab, sebagaimana api tidak akan menyala tanpa kayu.” 

Maka, selama adab terhadap guru masih dijaga, selama itulah peradaban ilmu akan tetap hidup. Sebaliknya, jika adab hilang dari ruang publik, maka kehancuran moral tinggal menunggu waktu. (*)

*) Penulis adalah Mantan Komisioner KPI Aceh. Mudir Ma’had Aly Babussalam Al-Hanafiyyah, Aceh Utara

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

BACA TULISAN KUPI BEUNGOH LAINNYA DI SINI

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved