Jurnalisme Warga
IN MEMORIAM Tezar Azwar, Politisi Kreatif yang Cerdas dan Bersahaja
Kabar meninggalnya Tezar bukan sekadarberita duka bagi keluarga, melainkan juga kehilangan yang mendalam bagi panggung politik Aceh.
Catatan: Prof. Dr. Apridar, S.E., M.Si., Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis USK dan Dewan Pakar Lembaga Pemerhati dan Advokasi Syariat Islam (Lepadsi) Aceh
KABAR berpulangnya Tezar Azwar MSc, Anggota DPRA periode 2019-2024, putra Dr Ir Azwar Abubakar MM, Menteri PAN RB periode 2011-2014, ke rahmatullah pada Rabu (29/10/2025) pukul 21.20 WIB di Banda Aceh, sangat mengagetkan, karena sebelumnya tak terdengar ia sakit.
Kepergian beliau, menurut informasi yang beredar, akibat serangan jantung setelah sempat main sepak bola pada sorenya. Sesampai di rumah, tiba-tiba ia mengeluh nyeri di bagian pinggang. Istrinya bantu memijat. Sakitnya berkurang. Tapi tak lama berselang, ajal menjemputnya.
Kabar meninggalnya Tezar bukan sekadarberita duka bagi keluarga, melainkan juga kehilangan yang mendalam bagi panggung politik Aceh.
Di usia yang masih sangat muda, 42 tahun, Tezar pergi meninggalkan jejak yang dalam dan paradoks yang menyentak: di tengah ingar bingar politik yang kerap diwarnai pencitraan dan kekerasan retorika, ia hadir sebagai politisi cerdas nan bersahaja.
Tezar adalah bukti nyata bahwa intelektualitas yang tajam dan kesederhanaan sikap bukanlah dua hal yang bertolak belakang, justru kombinasi inilah yang membuatnya istimewa dan dirindukan kehadirannya. Sejumlah tokoh Aceh, sahabat, dan kerabat berdatangan untuk melaksanakan fardu kifayah terhadap almarhum Tezar Azwar di rumah orang tuanya, Azwar Abubakar, di Jalan Jenderal Sudirman, Banda Aceh.
Di rumah itu pula penulis sering bertemu dengan Tezar. Ia selalu menerima kami dengan senyum dan sikap yang begitu santun, seperti sikap ibunya, Ir Hj Meutia Syafrida, saat menerima tamu atau bertemu orang.
Di luar pun Tezar tidak pernah bersikap tinggi hati, apalagi memanfaatkan nama besar orang tuanya dalam berinteraksi secara sosial. Bahkan, ia lebih terlihat seperti orang biasa yang ramah dan sangat murah senyum.
Kecerdasan multidimensi
Sebagai Anggota DPRA periode 2019-2024 dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), kapasitas intelektualnya terlihat jelas dalam penguasaannya terhadap berbagai isu strategis dan memperjuangkan usulan pembangunan sarana keagamaan melalui dana pokok pikiran (pokir), seperti pembangunan Musala Dayah Raudhatul Jannah di Gampong Ateuk Jawoe, yang bertujuan untuk mendukung kegiatan keagamaan dan pendidikan dayah.
Tezar Azwar juga dikenang rutin menghadiri dan mendukung kegiatan keagamaan masyarakat, seperti dalam pembukaan Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) Ke-36 tingkat Kemukiman Lamlhom. Ketaatan terhadap agama sehingga beliau digelari sebagai teknokrat yang islami atau ada juga yang menyebutnya sebagai Habibie-nya PAN Aceh Besar. Di DPD PAN Aceh Besar, Tezar menjabat sekretaris hingga akhir hayatnya.
Berbagai program kerja yang beliau usulkan, tidak pernah sepi dari ide-ide cemerlang dan islami. Sebagai politisi, beliau selalu ingin belajar dan menimba ilmu dari siapa pun. Penulis merasakan setiap berkomunikasi dengannya, ia selalu menyimak tekun lawan bicara, baru menjawab dengan santun serta tidak pernah memaksakan kehendak, apalagi menggurui. Kesantunannya dapat dijadikan teladan dalam berinteraksi dengan masyarakat.
Politisi bersahaja
Politikus yang "cerdas" adalah kapasitas otak, maka "bersahaja" adalah pilihan sikap hidup, seperti yang dipilih Tezar. Dalam dunia politik yang sering kali diukur dari gemerlap kekuasaan dan ketajaman konfrontasi, kesederhanaan Tezar bagaikan oase.
Ia jarang terlibat dalam debat kusir di media sosial atau perang pernyataan yang menghabiskan energi. Gaya komunikasinya tenang, argumentatif, dan penuh hormat, sehingga ia disegani dan sekaligus disenangi oleh kawan maupun lawan dalam setiap pembahasan atau perbincangan di berbagai kesempatan.
Banyak rekan sejawat dan jurnalis yang mengenalnya secara personal membuktikan hal ini. Ia dikenal sebagai pendengar yang baik sebelum berbicara. Dalam rapat-rapat, alih-alih bersuara keras untuk mendominasi, ia lebih memilih menyampaikan poin-poinnya dengan data yang kuat dan bahasa yang lugas. Kesederhanaannya juga terlihat dari caranya berinteraksi dengan konstituen dapil ataupun jungan kerja saat menjabat anggota DPRA. Ia sering turun langsung ke daerah kerjanya, bukan dengan rombongan besar dan protokoler ketat, melainkan dengan pendekatan yang humanis, mendengarkan keluh kesah rakyat tanpa sekat.
Sikapnya ini merupakan antitesis dari citra politisi "baja" yang dingin dan hanya berorientasi pada kekuasaan. Tezar membuktikan bahwa seorang politisi bisa tetap manusiawi, hangat, dan dekat dengan akar rumput, tanpa harus kehilangan wibawa dan kredibilitasnya.
Dalam sebuah wawancara, ia pernah mengatakan, "Tugas kita adalah melayani, bukan dilayani. Mendengar adalah bagian terpenting dari pelayanan itu." Filsafat pelayanan yang sederhana inilah yang menjadi kompas politik Tezar.
Semangat inovasi
Lalu, apa warisan terbesar yang ditinggalkan Tezar Azwar bagi perpolitikan Aceh?
Pertama, politik intelektual. Tezar adalah pengingat bahwa politik harus dikembalikan pada khittahnya sebagai medan pengabdian yang membutuhkan kecerdasan, pengetahuan mendalam, dan kemampuan merancang solusi.
Di tengah maraknya politik identitas dan pencitraan kosong, kehadiran politisi seperti Tezar adalah penyeimbang yang sangat dibutuhkan. Ia menunjukkan bahwa untuk memenangkan hati rakyat, yang diperlukan bukanlah retorika emosional, tetapi kerja nyata dan solusi cerdas.
Kedua, politik yang manusiawi dan berintegritas. Kesederhanaannya adalah bentuk integritas. Ia tidak terjebak dalam budaya "pamer kekuasaan" yang lazim dilakoni kalangan elite.
Dengan memilih jalan bersahaja, ia membangun ‘trust’ dan kredibilitas yang justru lebih kuat dan tahan lama daripada popularitas semu. Ia membuktikan bahwa dalam dunia yang penuh intrik, ketulusan dan kerendahan hati tetap memiliki tempat.
Ketiga, semangat regenerasi yang berkualitas. Sebagai politisi muda, Tezar adalah ‘role model’ bagi generasi milenial yang ingin terjun ke politik. Ia mendemonstrasikan bahwa anak muda bisa masuk ke dalam sistem tanpa harus larut dan kehilangan identitas. Mereka bisa membawa cara-cara baru, pendekatan berbasis data, dan etika politik yang lebih santun. Kematiannya yang mendadak adalah pukulan bagi upaya mendorong regenerasi politik yang tidak hanya sekadar ganti usia, tetapi juga peningkatan kualitas.
Data dari berbagai survei, seperti yang dirilis oleh LSI dan Indikator Politik Indonesia, menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap partai politik dan DPR masih fluktuatif dan cenderung rendah. Salah satu penyebabnya adalah citra politisi yang dianggap tidak aspiratif dan jauh dari rakyat.
Figur seperti Tezar Azwar adalah jawaban atas krisis kepercayaan ini. Ia adalah embrio dari wajah politik masa depan Indonesia yang kita dambakan: cerdas, berintegritas, dan dekat dengan rakyat.
Kepergian Tezar Azwar adalah duka yang mendalam. Namun, lebih dari sekadar ratapan, kita harus menjadikan hidup dan perjuangannya sebagai inspirasi. Marilah kita warisi kecerdasannya dengan terus mendorong politik yang berbasis ilmu pengetahuan dan data. Marilah kita lanjutkan kesahajaannya dengan memilih dan meneladani politisi yang rendah hati, mendengar, dan benar-benar menghamba pada kepentingan rakyat.
Selamat jalan, Ananda Tezar. Kecerdasan dan kesahajaanmu telah mengukir jejak abadi dalam lembaran politik Aceh, bahkan Indonesia. Semoga perjuangan dan nilai-nilai luhur yang engkau perlihatkan menjadi penerang bagi siapa pun yang ingin melanjutkan estafet membangun negeri dengan cara yang cerdas dan bermartabat. Allahummaghfirlahu warhamhu wa'aafihi wa'fu 'anhu.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.