Kupi Beungoh

Menjaga Indonesia dari Paham Agama Keras

Fenomena “paham agama keras” ini bukanlah hal baru. Ia merupakan gelombang panjang dari interpretasi literal terhadap teks agama

Editor: Amirullah
For Serambinews.com
Dr. Mawardi, S. Th. I,. MA, Dosen Prodi SAA Fak. Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry dan Instruktur Moderasi Beragama Nasional 

Tentu, melawan paham keras tidak berarti menuduh setiap kelompok kritis terhadap pemerintah sebagai radikal. Kritik adalah bagian dari demokrasi. Namun yang berbahaya adalah ketika kritik itu bertransformasi menjadi ideologi yang menolak dasar negara, mengkafirkan pihak lain, dan menghalalkan kekerasan.

Itulah batas yang harus dijaga bersama. Ingat, agama sejatinya bukan sekadar dogma, melainkan jalan menuju kedamaian batin dan sosial. Dalam konteks Indonesia, agama harus menjadi energi pemersatu, bukan pemecah.

Masyarakat perlu memahami bahwa keberagamaan yang sehat adalah yang memberi ruang bagi dialog dan perbedaan, bukan yang membungkamnya.

Sebagaimana pesan Deklarasi Abu Dhabi, dunia ini hanya akan damai bila manusia mengedepankan nilai-nilai persaudaraan universal. Tugas kita sebagai umat beragama bukanlah menegakkan tembok di antara perbedaan, melainkan membangun jembatan yang menghubungkan hati.

 Di tengah dunia yang semakin terpecah, memahami agama dengan bijak adalah bentuk cinta tertinggi pada kemanusiaan dan bangsa.

Karena itu, mari bersama-sama menjaga lingkungan sosial kita dari paparan paham keras. Jadilah penjernih di tengah keruhnya wacana, peneduh di tengah panasnya perdebatan. Sebab, agama tidak pernah keras, yang keras hanyalah cara sebagian manusia memahaminya.

 

Penulis adalah Dosen Prodi SAA Fak. Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry dan Instruktur Moderasi Beragama Nasional

Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved